Mohon tunggu...
Adam Setyo
Adam Setyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Ilmu Komunikasi 19

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kecenderungan Media dan Obsesi Khalayak terhadap Selebritis

26 April 2021   06:04 Diperbarui: 26 April 2021   07:12 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

 Perkembangan teknologi komunikasi massa tidak dapat di pungkiri, perkembangan teknologi ini telah banyak membantu umat manusia untuk mengatasi berbagai hambatan dalam berkomunikasi. Masyarakat juga dapat mengetauhi apa yang terjadi di seluruh dunia jauh lebih cepat, di era keterbukaan arus informasi, tentu juga menimbulkan efek efek kecenderungan, salah satunya Obsesi.

 Obsesi terhadap selebritis atau pesohor tidak hanya dipengaruhi oleh akses tanpa batas saja, tetapi juga dipengaruhi oleh munculnya berbagai platform media alternatif. Bahkan seringkali masyarakat lebih cepat dapat isu maupun berita yang isinya mengenai seputar info dari kehidupan para selebritis, tak hanya tentang  job yang mereka kerjakan, tapi juga sampai ke hal-hal yang bersifat personal.

 Hal ini sudah biasa terjadi di Indonesia, berita tentang selebritis lebih diminati ketimbang berita tentang suatu kejadian yang lebih penting untuk diketauhi, contohnya berita tentang bencana alam, edukasi dan lain lain. Pada tahun 2004, khalayak media massa di Indonesia lebih dahulu mengetauhi terjadinya tsunami di Thailand dan Sri langka, daripada bencana yang serupa dengan skala yang jauh lebih besar yang berada di Aceh dan Sumatra Utara.

 Kejadian ini masih ada alasan untuk bisa dimaklumi karena pada saat itu, nyaris semua stasiun televisi di Indonesia terputus kontak komunikasi dengan kru liputannya di daerah bencana, sehingga baru sehari kemudian bencana dahsyat di Aceh diketauhi secara luas oleh publik, setelah gambar gambar bencana di Aceh dirilis besar besaran oleh berbagai media massa. Dan di kala itu, media televisi di Indonesia pada tahun 2004 masih sibuk dengan pemberitaan hiruk pikuk kasus perceraian Adjie Massaid dengan Reza Artamevia.

 Sebulan terakhir ini ada sebuah kejadian yang kurang lebih sama,  yakni media massa dan khalayak lebih suka membicarakan isu kehidupan artis ketimbang memuat berita tentang edukasi yang bermanfaat maupun bencana alam yang sedang terjadi di Indonesia.

 Tanggal 3 April 2021, selebriti Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah menyelengarakan akad pernikahan, pernikahan ini jelas menyedot perhatian publik pasalnya mereka berdua termasuk selebritis yang tersohor di Indonesia, tak hanya itu di pernikahannya ini di hadiri oleh tokoh-tokoh penting seperti Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo, publik berlomba lomba mencari dan menyuguhkan dari berbagai angle mengenai pernikahan mereka.

 Tepat setelah hari itu,terjadi bencana alam banjir bandang dan tanah longsor akibat hujan deras pada hari Minggu 4 April 2021, pukul 01.00 WITA. Yang melanda sejumlah wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan kondisi separah itu bencana di NTT tidak terlalu menjadi bahan pembicaraan.

 Data Menunjukkan, Atta-Aurel lebih dibicarakan. Mengutip dari Narasi Newsroom menurut data monitoring media sosial Brand24, sebanyak 10.325 penyebutan "Atta Halilintar" dan menjangkau sebanyak 31 juta netizen, sedangkan bencana banjir NTT ada 7.482 percakapan dan 29 juta jangkauan. Dalam tweetnya, Ismail Fahmi pendiri Media Kerlnes Indonsia menuliskan bahwa  berita bencana alam banjir di Nusa Tenggara Timur (NTT) tertutupi oleh trend perbincangan dengan pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah.  "Dari grafik tren berita online untuk topik 'Siklon' vs 'Jokowi AND (pernikahan, atta, aurel, nikah)' yang bikin heboh, tampak tren Siklon mulai naik setelah jam 12 tanggal 3 April. Namun kalah oleh berita pernikahan AA," ujar Ismail lewat Twitter, Senin (5/4).

 Dalam dunia media massa, sudah ada jaminan terhadap kebebasan berekspresi, kebebasan berbicara, dan kebebasan pers, ketiga hal tersebut harus ditegakkan. Namun itu saja tidak cukup,  diperlakukanya juga peraturan terhadap keragaman konten, keragaman suara,dan keragaman kepemilikan. Tanpa adanya aturan dan jaminan tambahan tersebut, akan muncul penguasaan serta monopoli media dan informasi atas nama freedom yang akhirnya akan membunuh proses demokratisasi media.

 Semua peraturan dan jaminan di atas adalah ideologi bagi media massa, Bisnis seharusnya dijalankan berdasarkan peraturan dan jaminan itu. Namun dalam praktiknya, masih banyak yang mengutamakan hiburan dibanding berita karena dianggap lebih menguntungkan secara komersial.

 Menurut penulis kita perlu adanya kehidupan dari sisi media yang sehat, yang mengedukasi , terikat pada ideologi bangsa dan media. Agar media sehat, perlu juga adanya pengawasan yang bijaksana dan tegas dari dewan pers dan KPI, serta control self regulatory. Penulis berharap regulator media dapat berperan aktif dan masyarakat bisa membantu maupun memantau regulator media, serta masyarakat diharap juga mengunakan media massa dengan baik dan bijak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun