Mohon tunggu...
Achmed Hibatillah
Achmed Hibatillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya

Mahasiswa yang konsisten berjuang untuk transformasi sosial demi terciptanya masyarakat egaliter.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perppu Cipta Kerja, Kemunafikan Borjuasi tehadap Hukum

25 Februari 2023   00:30 Diperbarui: 25 Februari 2023   00:32 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1677128/ratusan-organisasi-sipil-ultimatum-perpu-cipta-kerja-mengetuk-kesadaran-presiden-jokowi-dan-dpr

Materialisme historis mengajarkan kita bahwa negara merupakan manifestasi dari antagonisme kelas yang tak terdamaikan.  Negara hadir sebagai alat kontrol sosial yang digunakan oleh kelas penguasa untuk mempertahankan hak milik dan kepentingan mereka terhadap kelas yang lebih rendah. Dalam masyarakat kapitalis, negara berperan sebagai pengatur dan pelindung bagi kapitalis dan pemilik modal.

Kontradiksi kelas dalam masyarakat kapitalis seringkali memicu perjuangan kelas antara kapitalis dan proletar. Kelas penguasa merespon dengan membentuk suatu alat yang dapat menghambat perjuangan kelas tersebut. Dalam hal ini, negara menjadi instrumen yang paling efektif dalam melindungi kepentingan kelas penguasa. Dalam sistem kapitalis, negara dianggap sebagai alat pengatur yang dapat mengendalikan masyarakat dan menjaga stabilitas sosial agar tidak terjadi kerusuhan sosial.

Dalam realitanya, negara bukanlah lembaga netral yang berdiri di atas kepentingan kelas. Sebaliknya, negara selalu dipengaruhi oleh kelas penguasa dan kepentingan mereka. Negara digunakan sebagai alat untuk menjamin bahwa hak milik dan kepentingan kelas penguasa tetap terjaga dan dilindungi. Dalam konteks ini, hukum digunakan sebagai alat yang dapat dilegalkan untuk menghambat perjuangan kelas bawah dalam mempertahankan hak-hak mereka. Dalam hal ini, negara merupakan manifestasi dari borjuasi yang munafik terhadap hukum yang dibuatnya sendiri.

Kelas penguasa menggunakan negara sebagai alat untuk menjamin bahwa hak milik mereka terjaga dan dilindungi dengan cara menggunakan hukum sebagai alat legitimasi. Hukum dipakai untuk menekan kelas bawah dan menghalangi upaya mereka dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Negara, dengan demikian, menjadi manifestasi dari borjuasi yang tidak jujur terhadap hukumnya sendiri, dan seringkali menciptakan aturan yang merugikan kelas bawah dalam masyarakat.

Contohnya adalah kasus Perppu Cipta Kerja yang menyebabkan banyak buruh merasa dirugikan. Dalam hal ini, negara menggunakan hukum sebagai alat untuk membatasi hak-hak buruh dan membantu kelas penguasa dalam mempertahankan posisi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak selalu netral, melainkan dipengaruhi oleh kepentingan kelas tertentu dan menjadikan kelas bawah sebagai korban dalam mempertahankan kepentingan kelas penguasa. Oleh karena itu, penting bagi kelas bawah dalam masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan memahami bahwa negara tidak selalu adil dalam memperlakukan semua kelas sama.

Perppu Cipta Kerja menunjukkan kebodohan borjuasi dalam menangani persoalan ketenagakerjaan di Indonesia. Perppu ini diklaim oleh kelas penguasa bertujuan untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dan meningkatkan produktivitas, tetapi pada kenyataannya hanya akan memperburuk kondisi hidup buruh.

Sebagai suatu peraturan pemerintah yang katanya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan, Perppu Cipta Kerja justru menunjukkan kebodohan borjuasi dalam memahami kesejahteraan kelas proletar. Dalam perspektif Marxis, hal ini terjadi karena borjuasi berusaha untuk mempertahankan kepentingan ekonomi dan politiknya, tanpa memperhatikan hak-hak dan kebutuhan kelas pekerja. Dalam konteks ini, Perppu Cipta Kerja hanya menguntungkan pemilik modal dan memberikan beban yang semakin berat bagi kelas pekerja.

Pada kenyataannya, Perppu Cipta Kerja hanya akan memperburuk kondisi hidup buruh. Terdapat beberapa hal yang menjadi contoh nyata dampak buruk Perppu ini, seperti hilangnya hak-hak buruh, kemudahan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan upah yang semakin rendah. Selain itu, peraturan ini juga menghilangkan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi karyawan, yang dapat mengancam keselamatan hidup dan kesehatan mereka. Semua hal tersebut membuktikan bahwa Perppu Cipta Kerja tidak hanya gagal memperbaiki kondisi ketenagakerjaan, tetapi justru semakin memperburuk keadaan kelas pekerja.

Sebagai kelas yang secara sistemik selalu tertindas oleh borjuasi, kelas proletar tidak memiliki pilihan selain merespons kebijakan-kebijakan borjuasi yang cenderung menguntungkan kepentingan mereka sendiri. Sebagai konsekuensi dari sistem ekonomi kapitalis, buruh cenderung mendapatkan upah yang rendah dan bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi. Kelas proletar, yang merupakan kelas pekerja, selalu berada dalam posisi yang tertindas dalam sistem ekonomi kapitalis yang didominasi oleh borjuasi. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang dibuat oleh borjuasi cenderung lebih menguntungkan kepentingan mereka sendiri, sehingga membuat kelas proletar sulit untuk menghidupi dirinya dan keluarganya dalam lingkungan yang sudah tidak seimbang. Akibatnya, buruh seringkali diberikan upah yang rendah dan dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi, termasuk jam kerja yang terlalu lama dan lingkungan kerja yang tidak aman. Keterbatasan ekonomi yang mereka hadapi juga seringkali membuat kelas proletar sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan keluarga mereka, seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan. Hal ini juga membatasi kesempatan mereka untuk memperbaiki keadaan ekonomi dan sosial mereka.

Perlu diketahui, borjuasi cenderung mengambil keuntungan dari krisis global dan kondisi ekonomi yang tidak stabil untuk memperburuk kondisi hidup buruh. Dalam lingkungan ekonomi yang tidak stabil, perusahaan seringkali mengambil tindakan penghematan biaya yang berdampak pada buruh. Salah satu contohnya adalah Pasal 64 yang menegaskan penggunaan tenaga alih daya atau outsourcing. Pasal ini memungkinkan perusahaan untuk menggunakan tenaga kerja yang tidak tetap, dengan tujuan untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan fleksibilitas tenaga kerja. Namun, tindakan ini seringkali tidak mempertimbangkan hak dan kesejahteraan buruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun