Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Serba-serbi Praktek Bahasa Asing di Kalimantan

23 Juni 2012   03:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:38 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seorang anggota Brigade Pemadaman Kebakaran Hutan di Kapuas usai mengikuti diskusi tentang sistem peringatan dini kebakaran hutan ingin berfoto bareng dengan mahasiswa Amerika. Mahasiswa Amerika ini masih muda dan merupakan narasumber dalam acara diskusi tersebut. Staf Brigade bingung. Keinginan besar sang anggota Brigade tidak didukung oleh kemampuannya dalam berbahasa Inggris. Namun keberanian yang tinggi tidak menghalagi anggota Brigade yang berpostur kurus dan kulitnya agak hitam untuk mengabadikan momen berharga bersama gadis Amerika.

“Black… ,”sambil menunjuk dirinya

“ White…” sambil menunjuk ke gadis Amerika

Staf tersebut lalu dengan percaya diri merapat ke gadis Amerika dan memberi isyarat pada gadis bule dengan tangganya dan kawannya. Saya belum paham.

“Ayo foto aku” teriak staf yang menyebut dirinya Black pada temannya.

Oalah, ternyata dia minta berfoto berdua sama bule, tapi tidak tahu cara mengungkapkan dalam bahasa Inggris. Akhirnya dia memakai kata isyarat yaitu Black (kulit gelap) untuk dirinya dan White (kulit putih) untuk gadis Amerika. Saya dan staf Brigade Pemadaman Kebakaran lainnya tertawa terbahak-bahak.

“Hahaha….Black…Black”

Pada kesempatan lain, listrik di kantor Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Kapuas yang lebih dikenal Manggala Agni, padam. Disana terdapat dua orang asing yang sedang magang. Mereka tidak tahan panas dan akhirnya keluar dari kamarnya karena AC (air Conditioning) mati. Seorang mahasiswa Amerika lalu masuk kantor dan berkata dalam bahasa Indonesia dengan logat Amerika

“Kapan pulang?”

Ucapan yang cukup jelas namun membingungkan. Kenapa dia mengatakan kapan pulang? Beberapa staf manggala agni yang ditanya bingung. Sebagian ada yang pura-pura sibuk bahkan ada yang mundur teratur takut ditanya-tanyai lagi tapi tidak bisa menjawabnya.

“Kapan pulang” Mahasiswa Amerika itu mengulangi lagi sambil menunjuk ke arah lampu di langit-langit kantor.

Oalah, ternyata dia menanyakan kapan listrik menyala.

Kami pun tertawa mendengar cerita ini dari staf manggala agni yang saat itu sedang menyaksikan kisah lucu itu.

Itulah serba-serbi belajar bahasa asing yang saya alami di Kalimantan. Kami, orang Indonesia sangat bersemangat belajar bahasa Inggris. Begitu pun mereka, mahasiswa Amerika juga sering mempraktekkan bahasa Indoenesia di setiap kesempatan. Saya membantu mereka untuk menguasai kosa kata penting yang bisa membantu mereka ketika harus sendirian berhadapan dengan warga lokal.

“Satu, dua, tiga, empat…” seorang mahasiswa Amerika belajar menghitung dalam bahasa Indonesia dengan jarinya.

“Lima, enam, tujuh, delapan, Sembilan, sepuluh.” Saya mencoba meneruskan mengangkat jari kelima sampai kesepuluh.

“Sepuluh…”

“Good” saya memberi apresiasi atas semangat mahasiswa asing itu belajar bahasa Indonesia.

“Saya mau mempraktekkan bahasa Indonesia” salah satu mahasiswa asing mengucapkannya dalam bahasa Indonesia dengan cukup baik, seolah menegaskan keinginan kuatnya untuk bisa berbahasa Indonesia.

Dalam setiap kesempatan saya berusaha memperkenalkan kosa-kata baru bahasa Indonesia pada mahasiswa asing yang saya damping.

“This is Jackfruit. In Bahasa, We called it “Nangka”.

“Tahu, tempe, nanas, terong” saya menunjuk satu persatu makan menu makan siang kami yang dengan bahasa Indonesia.

Mahasiswa asing itu menirukannya dengan baik. Saya suka semangat mereka. Bagi mereka menguasai sebanyak mungkin bahasa asing akan sangat berharga. Tidak hanya masalah bisa bergaul dengan baik dengan warga lokal, namun mereka tidak ingin banyak dibohongi terutama dengan harga-harga kebutuhan yang harus mereka bayar. Mereka selalu bertanya tentang nilai uang dalam bahasa Indonesia pada saya. Mereka tak melewatkan menggunakan Google Translate untuk menterjemahkan tulisan Indonesia yang mereka baca. Ternyata Mahasiswa Amerika juga sangat mengandalkan Google Translate J

Teman-teman dari Amerika ini selain menguasai Bahasa Inggris mereka juga fasih berbahasa Spanyol. Saya sempat diperkenalkan bahasa spanyol yang menurutnya lebih rumit dari bahasa Inggris.

“I think Bahasa is simpler” kata salah satu mahasiswa asing pada saya.

Ya, bahasa Indonesia memang lebih mudah dipelajari dan dikuasai, karena tidak rumit. Namun orang takkan bisa menguasai bahasa apapun tanpa banyak mempraktekkan dalam komunikasi sehari-hari. Orang asing kemana pun pergi selalu membuka kamus, namun itu tidak banyak membantu bila dia tidak banyak berinteraksi denga warga dan tidak malu bertanya serta mempraktekkan bahasanya. Buktinya, ketika mereka ingin mengatakan “Kapan listrik menyala lagi” ternyata dari kamus mereka mendapat kata “Kapan pulang”. Bila tidak ada isyarat tubuh, mungkin kata yang dia ungkapkan takkan pernah kami mengerti apa maksudnya.  Seperti hanya warga lokal yang menggunakan kata Black dan White untuk meminta berfoto bareng dengan bule.

Salam bangga pada Bahasa Indonesia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun