Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semoga Uang Setan Kalian Dimakan Hantu

2 Maret 2012   15:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:36 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebulan ini  istri Pak Arif mulai berbinar karena suaminya dapat posisi basah dibagian pemeriksa pajak.
“Pak, kau sekarang sudah ditempatkan di posisi basah, manfaatkan lah, Pak. Tapi hati-hati loh KPK.”
“Basah apanya, Bu? Bisa-bisa hanyut dan kelelep, Mau?” jawab Pak Arif sambil mesem-mesem.
“Lah, itu meriksa pajak. Kalau tidak manipulasi, kita dapat imbalan dari perusahaan kan Pak.” Rayu sang istri.
“Sangat beresiko Bu.”
“Loh, Bapak mau karirnya mandeg terus. Ingat loh Pak, hampir sepuluh tahun Bapak tak pernah naik pangkat dan golongannya. Sepuluh tahun itu lama. Kawan-kawan Bapak sudah golongan berapa sekarang?
Pak Arif diam seribu bahasa.
****
“Bu, apa benar Ibu menerima amplop dari atasanku?” Pak Arif tergopoh-gopoh.
“Iya, Pak. Hampir tiap kali beliau datang ke rumah, dia memberi amplop berisi uang. Katanya buat si bungsu, anak kita.”
“Coba kulihat.”
Istri Pak Arif masuk ke kamar dan mengambil satu kantong plastik berisi amplop.
“Astaghfirullah. Pantas saja dia melecehkan aku.”
“Ada apa sebenarnya, Pak?”
“Aku selama ini sering dijebak oleh atasaku untuk menandatangani berita pemeriksaaan pajak yang dimanipulasi. Aku tak pernah mau. Itulah kenapa aku banyak dibenci orang di kantor. Ternyata kebaikan atasanku selama ini pada kita hanya untuk menjebakku. Dia bilang aku sudah makan uang suap yang diberikan lewat istriku.”
Sang Istri baru ingat, bahwa atasan suaminya hampir tiap pekan mengajak suaminya memancing dan rekreasi bersama. Sikap dia ramah bahkan sering memberi oleh-oleh pada anak-anak.
“Apakah uang pemberian atasanku sudah kau pakai?” tanya Pak Arif.
“Tidak, sama sekali, Pak.” Sang istri menggelengkan kepalanya.
“Kemarikan, Bu. Aku akan kembalikan uang kotor ini.”
***
“Nih makan uang setan. Jangan bilang saya sudah kau beri suap lewat istriku. Uang Bapak tak sepeserpun saya makan. Semoga uang setan Bapak dimakan hantu.”
Puluhan amplop berisi uang itu ditabur di depan atasan Pak Arif. Pak Arif lalu meninggalkan ruang kerja atasannya. Dia bertekad, mulai besok takkan akan masuk kerja lagi di kantor ini.
***
Lima tahun setelah keluar dari pekerjaannya, Pak Arif sukses menjadi pengusaha sawit di sebuah kabupaten di Pulau Sumatera. Dia juga menjadi konsultasn pajak untuk kolega bisnis dan teman-temannya. Kini dia menikmati hasil kejujuran dan keteguhan memelihara prinsip. Sementara atasan Pak Arif yang dulu menjebaknya, kini mendekam di dalam penjara akibat kasus mafia pajak dan keluarganya ditimpa penyakit parah yang tak kunjung sembuh.
Hidup sederhana nggak punya apa-apa
Tapi banyak cinta
Hidup bermewah-mewahan
Punya segalanya tapi sengsara
Seperti para koruptor
Seperti para koruptor
Seperti para koruptor
(Seperti Para Koruptor by Slank)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun