Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tidur di Bulan Ramadhan Bernilai Pahala, Mitos atau Fakta?

2 Juni 2018   23:03 Diperbarui: 2 Juni 2018   23:03 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengantuk setelah sahur sering menjadi cobaan berat yang harus kita lalui selama bulan Ramadan. Siklus istirahat memang terganggu dari pagi hingga malam. Ditambah lagi kita harus menahan diri dari hal-hal yang dapat mengurangi ibadah puasa dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.

Kita harus memperlakukan tubuh sebagaimana kita menjaga kesehatan. Coba dengar irama tubuh, rasakan ditengah kesibukan. Jangan ikuti kata hati jika logika terkesan dipaksakan sehingga tidur pun sering kita abaikan. Lalu, ada yang mengatakan tidurnya orang yang puasa ialah ibadah. Apakah ini mitos atau fakta?

Pernyataan tersebut sering disampaikan para ulama yang menyatakan bahwa tidur orang yang berpuasa bernilai ibadah. Maka tak jarang, jika pernyataan ini tidak didukung dengan dalil yang tepat bisa saja menyesatkan. Lebih banyak orang-orang yang akan berpikir agar bermalas-malasan di bulan Ramadan dengan memilih tidur sepanjang hari dibanding melakukan amalan karena pernyataan tersebut. Padahal begitu banyak kebaikan yang bisa kita sebar agar menjadi bentuk amal kebajikan yang bisa melipatgandakan pahala.

Hadis tentang "tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah" menjadi mitos. Hadits ini diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman, dari Abdullah bin Abi Aufa radhiallahu'anhu. Hadits ini juga disebutkan Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin, 1:242 yang berbunyi "Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya merupakan doa yang mustajab (dikabulkan), dan pahala amalnya akan dilipatgandakan."

Banyak yang menyimpulkan bahwa hadis di atas termasuk dho'if (lemah). Alangkah baiknya kita mengkaji lebih dalam lagi informasi-informasi yang kita dapat. Kita harus memaknai pada ajaran yang sebenarnya.

Sebagaimana para ulama menjelaskan suatu kaidah bahwa setiap amalan yang statusnya mubah (seperti makan, tidur dan berhubungan suami istri) bisa mendapat pahala dan bernilai pahala apabila diniatkan untuk melakukan ibadah. Hal ini tercantum dalam An Nawawi pada Syarh Muslim (6/16) mengatakan,

"Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan ridho Allah Ta'ala, maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapat balasan (ganjaran)."

Ibnu Rajab pun menerangkan hal yang sama, "Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan salat dan puasa, maka hal itu akan bernilai pahala. Sebagaimana apabila seorang berniat tidur di malam dan siang hari agar kuat dalam beramal, maka tidurnya bernilai ibadah." (Latho-if Al Ma'arif, 279-280).

     Lebih lanjut, kita juga harus mengenali 3 jenis tidur yang sering disebut dalam hadis yang bermanfaat baik dan buruk bagi kehidupan, misalnya:

1. Tidur Hailullah

Jenis tidur ini tidak disarankan karena akan menghalangi rezeki yang bisa kita kejar. Biasanya, tidur ini dilakukan sehabis makan sahur atau setelah  melaksanakan salat Subuh. Jika dilakukan, maka tidur ini dapat menghalangi kita dari rezeki yang Allah SWT tebar pada waktu pagi hari. Masih ingatkah Kompasianer dengan perkataan orangtua kita yang sering bilang "Matahari udah melek dari tadi, kamu masih belum bangun juga? Nanti rezekinya dipatok ayam loh!."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun