Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[In Memoriam Yos Tri] Seni Patung, Membangkitkan Spirit dan Mencerdaskan Publik

26 September 2019   12:40 Diperbarui: 26 September 2019   12:56 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yos Tri (Dok. R. Toto Sugiharto)

Patung karya Yos Tri (Dok. R. Toto Sugiharto)
Patung karya Yos Tri (Dok. R. Toto Sugiharto)
Melalui karya patung Ibu Pertiwi, Yos Tri ingin memvisualkan seorang ibu yang sedang berduka karena kondisi lingkungan yang rusak semisal pembabatan hutan atau eksplorasi bahan tambang tanpa memikirkan pelestarian alam. Sungguhpun demikian, sang ibu yang bertangan empat itu tidak cukup bersedih atas kondisi lingkungan yang sangat memrihatinkan itu. 

Namun, sang ibu yang bukan sekadar sebagai istri, ibu rumah tangga, dan ngopeni anak harus mampu mengatasi kondisi lingkungan tersebut. Patung tersebut pula mengandung pesan bahwa seorang ibu harus mampu memberikan nasihat kepada anak-anak publik agar tidak takut, tetap bersatu, dan selalu ingat kepada Tuhan.

Lain karya patung Ibu Pertiwi, lain pula karya patung garuda yang bertajuk Mulat Mobah Hesti Mosik Sang Salira Pati Kaga Mapan Yekti Nuswantara Tan Huwus Mahardika (2009). 

Patung yang diciptakan dengan menggunakan bahan kayu dan melalui teknik kolase itu melukiskan tentang keprihatian Yos Tri terdahap negara yang berlambangkan burung garuda dan berdasarkan Pancasila, namun masyarakatnya kurang memerhatikannya. Karenanya, patung tersebut dapat ditangkap sebagai harapannya agar masyarakat kembali menghormati lambang negara. Burung garuda yang melambangkan keperkasaan dan kecerdasan publik Indonesia.

Dari Proses Kreatif hingga Pengalaman Tak Terlupakan

Setiap kreator seni senantiasa memiliki proses kreatif yang berbeda. Sungguhpun memiliki fokus pada bidang garap seni yang sama, namun satu kreator dengan lainnya tetap tidak sama proses kreatifnya. Hal ini menunjukkan bahwa kreator sangat bersifat personal dalam proses penciptaan karya seni.

Yos Tri sedang berkaya patung Soekarno (Dok. R. Toto Sugiharto)
Yos Tri sedang berkaya patung Soekarno (Dok. R. Toto Sugiharto)
Sebagai seniman patung, Yos Tri memiliki proses kreatif yang memribadi, khas, dan terkadang unik. Dikatakan memribadi, khas, dan unik; karena proses kreatifnya dalam penciptaan karya patung tidak dimiliki atau tidak dilakukan oleh kreator lain.

Sebelum proses kreatif dimulai, Yos Tri harus menemukan obyek di sekitarnya yang bisa memberikan inspirasi atau ide serta imajinasi yang melintas di benak kepalanya. Tentu saja, obyek dan imajinasi tersebut berkelindan dengan aspek sejarah, sosial, dan politik.

Ketika obyek apa yang akan divisualkan ke dalam karya patung itu ditemukan, Yos Tri tidak bergegas mengeksekusinya. Terlebih dahulu, ia merenungkan obyek itu dalam waktu relatif panjang. Hal ini dikarenakan, bahwa karya patung merupakan suatu simbolisasi pembahasaan mengenai situasi kondisi tertentu. Sebagai misal, sewaktu akan menggarap patung Dipanegara, ia harus melakukan riset (meninjau situs), membaca buku, dan wawancara untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang tokoh yang divisualkan ke dalam karyanya.

Langkah awal yang harus dijalani, Yos Tri membaca buku Pahlawan Dipanegara Berdjuang (Bara Api Kemerdekaan nan Tak Kundjung Padam) karya Sagimun MD (Jakarta: Gunung Agung). Melalui buku itu, ia mendapatkan informasi tentang spirit perjuangan Dipanegara yang diikuti oleh tokoh-tokoh, di antaranya: Sentot Ali Basya, Kiai Maja, dan masih banyak yang lain.

Guna meyakinkan kebenaran informasi perjuangan Dipanegara yang diperoleh dari buku Pahlawan Dipanegara Berdjuang, Yos Tri melakukan wawancara langsung dengan RMP Sumandar, R. Sosrosudoro, dan J. Ch. R. Poedjasoedira, pakde-pakdenya yang tinggal di Magelang. Melalui ketiga pakdenya yang semula mendapatkan kisah perjuangan Dipanegara dari Raden Tumenggung Kertinegara eyangnya, ia mendapatkan banyak informasi yang sangat dibutuhkan.

Dalam mendapatkan karakterisasi Dipanegara, Yos Tri melakukan pengamatan wajah Dipanegara yang dicipta oleh pelukis tersohor Raden Saleh. Selanjutnya hasil pengamatan itu dieksplorasikannya hingga mencapai karakteristik Dipanegara dengan berdasarkan data-data, penafsiran, dan imajinasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun