Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Pemberontakan dari Era Medang hingga Surakarta

25 Juni 2019   06:53 Diperbarui: 25 Juni 2019   07:01 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.gurusejarah.com 

Majapahit kembali menghadapi persoalan pemberontakan penduduk Sadeng dan Keta semasa pemerintahan Dyah Gitarja atau Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350), Namun, kedua pemberontakan itu dapat ditumpas oleh Tribhuwana Wijayatunggadewi.

Pemberontakan selanjutnya terjadi sewaktu Majapahit di bawah pemerintahan Wikramawardhana (istri Kusumawardhani/menantu Hayam Wuruk) dari tahun 1390 hingga 1428. Pada masa itu, Bhre Wirabhumi yang merasa berhak sebagai raja Majapahit karena sebagai putra Hayam Wuruk melakukan pemberontakan dengan menobatkan diri sebagai raja di Majapahit timur. Akbat dari pemberontakan Bhre Wirabhumi tersebut, meletusnya Perang Paregreg.

Majapahit kembali dilanda aksi pemberontakan semasa pemerintahan Dyah Kertawijaya (1447-1451). Oleh Rajasawardhana alias Bhre Matahun yang merupakan suami Indudewi alias Bhre Lasem, kekuasaan Dyah Kertawijaya digulingkan. Dengan demikian, Rajasawardhana menjabat sebagai raja di Kerajaan Majapahit (1451-1453).

Semasa pemerintahan Dyah Suprabhawa Bhre Pandansalas alias Sri Adi Suprabhawa Singhawikramawardhana Giripati Pasutabhupati Ketubhuta (1466-1474), Majapahit kembali dilanda aksi pemberontakan yang dilakukan Bhre Kertabhumi. Akibat dari pemberontakan itu, Dyah Suprabhawa melarikan diri ke Dayo (Dhaha). Dengan demikian, Bhre Kertabhumi menjabat sebagai raja Majapahit pada tahun 1474

Pada tahun 1486, kekuasaan Bhre Kertabhumi digulingkan oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya (putra Dyah Suprabhawa). Sejak pemberontakan Girindrawardhana itu membawa hasil, riwayat Majapahit yang beribukota di Majakerta berakhir. Oleh Girindrawardhana, pusat pemerintahan Majapahit dipindahkan ke Dayo (Dhaha). Namun, kekuasaan Girindrawardhana berakhir sesudah digulingkan oleh Sultan Tranggana (putra Raden Patah/cucu Bhre Kertabhumi) pada tahun 1527.

Pemberontakan Era Kesultanan Demak

Bila merunut pada catatan sejarah, Kesultanan Majapahit berdiri pada tahun 1478. Dengan demikian, semasa Raden Patah (Sultan Jin-Bun) menjabat sebagai Sultan Demak, Bhre Kertabhumi ayahnya masih menjabat sebagai Raja Majapahit yang beribukota di Majakerta. Mengingat Bhre Kertabhumni memerintah Majapahit dari tahun 1474-1486.

Semasa menjabat raja di Kasultanan Demak, Raden Patah telah mendakwa Ki Ageng Pengging II (Radebn Kebo Kenanga) yang merupakan Bupati Pengging itu telah memberontak terhadap Demak karena tidak mau menghadap dan memberikan upeti kepadanya. Sesudah Ki Ageng Pengging II dijatuhi hukuman mati oleh Raden Patah, maka Pengging menjadi bawahan Kesultanan Demak.

Pemberontakan Era Kesultanan Pajang

Timbulnya Kesultanan Pajang sesudah surutnya Kesultanan Demak. Diketahui bahwa Kesultanan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya. Semasa pemerintahan Sultan Hadiwijaya (1549-1582), Raden Bagus (putra Ki Ageng Mataram atau Pemanahan) dari Mataram melakukan pemboikotan. Tidak menyerahkan upeti dan menghadap Sultan Hadiwijaya.

Karena diklaim telah memberontak dari Kesultanan Pajang, Sultan Hadiwijaya melakukan penyerangan terhadap Raden Bagus. Namun dalam peperangan melawan Mataram, Pajang mengalami kekalahan. Bahkan  sepulang berperang dengan Mataram, Sultan Hadiwijaya yang jatuh sakit itu kemudian meninggal dunia pada tahun 1582.

Di masa pemerintahan Arya Pangiri (menantu Sultan Hadiwijaya/putra Sunan Prawata) dari tahun 1583 hingga 1586, timbullah pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Banawa (putra Sultan Hadiwijaya). Karena pasukan Pangeran Banawa (adipati Jipang) mendapatkan bantuan pasukan Mataram, otoritas Arya Pangiri sebagai sultan Pajang berhasil digulingkan. Dengan demikian, Pangeran Banawa naik tahta sebagai raja di Kesultanan Pajang dari tahun 1586 hingga 1587.

Pemberontakan Era Mataram 

Berkat Panembahan Senapati (Raden Bagus, Danang Sutawijaya), Mataram berdiri pada tahun 1587. Sebagaimana kerajaan-kerajaan sebelumnya, Mataram tidak luput dari persoalan aksi pemberontakan demi pemberontakan yang menelan korban harta, benda, dan nyawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun