Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kades yang Tewas dengan Segalon Air Limbah

11 Juni 2019   22:06 Diperbarui: 11 Juni 2019   22:07 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekhawatiran Somat dan Tarkam yang lebih besar pun menjadi fakta tak terbantahkan. Baru setahun menjabat Kades, Johny Bandol telah menyihir sehektar sawah kas desa bertumbuh pabrik deterjen. Limbah pun mulai mencemari sungai dan parit. Mencemari sumur-sumur warga yang airnya digunakan untuk mandi, mencuci, memasak, dan minum keseharian.

Tanggap lingkungannya terancam bahaya limbah, Somat dan Tarkam mendukung rencana Widarba untuk mengerahkan warga. Berdemo di depan pabrik deterjen. Memaksa pemilik pabrik untuk menutup usahanya.

Serupa harimau atas anak-anak rusa, pemilik pabrik membayar segerombolan preman sebagai taring. Hingga pagi sesudah kemarin siang berdemo; orang-orang gegeran ketika mendengar kabar bahwa Somat, Tarkam, dan Widarba raib dari kampungnya. Orang-orang yakin kalau tiga pahlawan mereka diculik dan dihabisi oleh segerombolan preman.

Lantaran tak bernyali melawan gerombolan preman dan tak ingin teracuni limbah, banyak warga menjual tanah pekarangan beserta rumah dengan harga murah. Mereka meninggalkan desa Lohgawe. Menetap di desa lain dengan rumah kecil, tanah gersang, namun jauh dari limbah.

Setahun kemudian. Separuh wilayah desa Lohgawe menjadi area pabrik. Karena serangan limbah yang tak terbendung, sawah-sawah menjadi tandus. Ternak-ternak tewas. Seluruh warga yang masih selamat memutuskan untuk bertransmigrasi ke pulau seberang.

Sungguhpun tak punya warga, Johny Bandol masih mengaku sebagai Kades. Ketika Dukun Matarta menyarankan agar bertransmigrasi bersama warga, Johny Bandol menolak. Hingga saat malam kenaasannya, Johny Bandol yang menentang paksaan dari pemilik pabrik untuk menjual tanah pekarangan beserta rumahnya itu tewas dengan perut membusung. Mulutnya mengeluarkan busa.

Tersiar kabar, "Johny Bandol tewas, sesudah diminumi segalon air limbah oleh segerombol preman bayaran." [Sri Wintala Achmad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun