Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Ajaran Luhur Sunan Bonang

5 Maret 2018   22:59 Diperbarui: 6 Maret 2018   15:35 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap umat manusia hendaklah selalu berjalan sepanjang jalan kejujuran. Apa yang diucapkan dan yang dilakukan harus selaras dengan suara hati. Dengan cara demikian, umat manusia akan mendapatkan terang batin dan petunjuk dari Tuhan. Jauh dari kegelapan yang menyebabkan hidup terperosok ke dalam jurang kesengsaraan.

Sumber: arangkadir.blogspot.co.id
Sumber: arangkadir.blogspot.co.id
"Sesungguhnya siapakah Sunan Bonang?"    

Ini merupakan salah satu pertanyaan penting dari temanku sepekan silam. Pertanyaan yang bukan sekadar dijawab kalau Sunan Bonang merupakan salah seorang anggota Majelis Dakwah Walisanga (MDW), namun pertanyaan itu membutuhkan jawaban yang berkaitan dengan silsilah, darma-baktinya terhadap negara, darma-baktinya terhadap agama, serta darma-baktinya terhadap kesenian dan kesusastraan Jawa. 

Sunan Bonang yang bernama asli Syekh Maulana Makhdum Ibrahim itu merupakan salah seorang putra Sunan Ampel (Sayyid Ali Rahmatullah) dan Dewi Candrawati (Nyai Ageng Manila). Sesudah menjadi anggota MDW, nama Sunan Bonang lebih dikenal oleh kaumnya ketimbang nama Syekh Maulana Makhdum Ibrahim.

Kepada pemerintahan Raden Patah di Kesultanan Demak Bintara, Sunan Bonang selalu memberi dukungan baik secara fisikal maupun spiritual. Karenanya tidak heran, kalau Sunan Bonang memiliki kewajiban sebagai pimpinan pasukan Demak dan memberikan bantuan harta-benda dan pemikiran atas berdirinya Masjid Agung Demak.

Diketahui pula bahwa Sunan Bonang memiliki perhatian khusus terhadap dunia seni dan kesusastraan Jawa. Karena selain menggunakan bonang (salah satu alat musik tradisional Jawa) ketika melaksanakan syiar Islam, Sunan Bonang juga mencipta syair lagu dan tembang Jawa (macapat). Karya-karyanya yang masih bisa terlacak hingga sekarang, yakni: lelagon Tamba Ati dan Suluk Wragul.

Tamba Ati

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Syair lagu Tamba Ati karya Sunan Bonang di atas tidak hanya menggetarkan hati ketika dilantunkan, namun pula mengandung ajaran luhur yang dalam. Karenanya melalui lagu itu, Sunan Bonang memberikan petuah luhur kepada siswa-siswanya agar selalu mengamalkan lima macam laku. Laku yang bisa membuat hati jauh dari berbagai penyakit (dengki, iri, congkak, dan gila pujian). Maka bagi manusia yang bisa mengamalkan lima macam laku, hatinya  akan sejernih air zam-zam. Air yang bisa menjadikan hidup tenteram, bahagia, ingat kepada Tuhan, dan waspada terhadap segala godaan di dunia.

Suluk Wragul

Sebagai salah satu genre karya sastra Jawa, Suluk Wragul karya Sunan Bonang yang berupa tembang macapat itu bukan sekadar berbentuk rangkaian kata-taka indah, namun pula mengandung makna yang bermanfaat bagi manusia yang selalu mencari ilmu sejati di dalam hidupnya.

Di dalam jagad sastra Jawa, Suluk Wragul bisa dikategorikan sebagai salah satu karya yang mengandung ajaran-ajaran atau peringatan-peringatan, di antaranya: pertama, manusia harus bisa membaca dan berkaca (berintrospeksi) diri yang dapat menjadikannya tidak mudah mencela dan menelisik kelemahan orang lain. Selain itu, manusia juga tidak akan suka meremehkan orang lain yang hidupnya serba sederhana dan tampak sengsara.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun