Mohon tunggu...
Acep Purqon
Acep Purqon Mohon Tunggu... Dosen - Dosen ITB

Director of International Office , ITERA (Institut teknologi Sumatera) Chief of Data Science, ITERA (Institut teknologi Sumatera) Collaborative Professor, Kanazawa University, Japan Earth Physics and Complex Systems, Institute of Technology Bandung (ITB)

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Teknologi Kompor Tempura dan Tradisi Nasi sebagai Penutup

15 Juli 2020   15:19 Diperbarui: 15 Juli 2020   15:26 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuliner Jepang adalah materi yang tidak ada hentinya untuk dibicarakan dan dicoba. Salah satu yang terkenal adalah Tempura dan bagaimana teknik membuatnya. Juga ada hal yang menarik dengan tradisi dinner party dimana nasi biasanya dihidangkan sebagai penutup acara.

Dalam salah satu kesempatan, saya diundang dinner oleh Vice President, Kanazawa University. Kali ini mencoba tempat makan yang kokinya diundang langsung dan memasak secara live. Suasana ruangan dibuat private.

Koki ini seluruh hidupnya khusus untuk masak dari usia 18 tahun dan khusus bagian tempura saja, tidak memasak yang lain. Bercerita bagaimana tempura yang baik dibuat dengan kompor khusus yang stabil suhunya di 180 derajat Celcius tidak boleh kurang tidak boleh lebih. 

Seperti diketahui kalau kita menggoreng memakai minyak, maka makin lama suhunya semakin meningkat, alias tidak stabil suhunya. Ada banyak bahan makanan yang justru memerlukan suhu yang stabil untuk mendapatkan cita rasa maksimal. 

Artinya saat meningkat suhunya maka harus diturunkan ke suhu yang diinginkan. Misal untuk membuat garing jenis kepala ikan tertentu, ditentukan suhunya 173 derajat Celcius dengan durasi menit tertentu. Bahan wajannya pun dipesan khusus, controller dsb. Harganya pun jadi mahal dan tidak semua restauran bisa menyediakan kompor dengan spesifikasi seperti ini. 

Penggunaan minyak gorengnya pun biasanya hanya bisa dipakai sekali masak. Jenis minyak pun bervariasi dan ditakar, misal spesifikasi kombinasi beberapa minyak, misalnya minyak dari bunga matahari dsb dengan komposisi prosentasi tertentu. Yang bagi saya sih rasanya ribet. Jagung tempura juga harus dipilih yang baru dipanen atau diambil tadi pagi, tidak bisa sembarangan. Begitu pun bahan lainnya , misal Asparagus harus fresh. Ada jenis Asparagus unggul, tapi kalau pengiriman lewat kapal membutuh 1-2 hari maka cita rasanya jadi berbeda dan berkurang.

Ada hal yang menarik, kalau di Jepang yg namanya dinner tipe ini, biasanya bertingkat dan berjenjang, misal bisa 8-15 courses (menu). Selesai acara satu menu nanti dilanjut menu yg lain dan seterusnya dan biasanya menu terakhir adalah nasi sebagai penutup acara. Jadi hati-hati ya jangan kenyang dulu kalau dinner tipe ini. 

Salah satu menu yang menarik adalah ikan Ayu (nama ikan), diambil dari tempat tertentu dengan arus deras kecepatan tertentu untuk menentukan tingkat kadar lemak tertentu agar di lidah jadi optimum rasanya. Wah bagi saya sih rasanya jadi ribet begini untuk menikmati yang nikmat.  Padahal kalau saya di kampung dulu yang penting langsung makan-makan aja. Tapi setelah saya rasa-rasa sih, emang beda sih rasanya makanan yang disajikan pakai Hati dan Totalitas. 

.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun