Mohon tunggu...
Jong Celebes
Jong Celebes Mohon Tunggu... Administrasi - pengajar

"Tidak ada kedamaian tanpa Keadilan"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Greg Hambali Penemu Aglaonema Bernilai Ratusan Juta

3 Februari 2016   08:24 Diperbarui: 3 Februari 2016   15:13 2793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gregori Garnadi Hambali biasa disapa Pak Greg, lahir di Sukabumi 67 tahun silam, berperawakan kecil. Rambutnya hampir semuanya memutih. Mengenakan baju batik bermotif kupu-kupu, malam itu, Ia tampil sebagai narasumber dalam sebuah acara talkshow di sebuah TV swasta di kawasan Kedoya Jakarta Barat, Kamis 28/1/2016.

Greg Hambali, biasa juga disebut Bapak Aglaonema Indonesia. Sudah melahirkan ratusan varietas baru hasil penelitian yang dilakukanya selama ini.  Salah satunya jenis Aglaonema the pride of Sumatera yang cantik dan memukau banyak pecinta tanaman hias di Indonesia bahkan mancanegara.

Aglaonema atau Sri Rejeki adalah sebuah tanaman hias populer dari suku talas-talasan atau araceae yang memiliki 30 spesies. dari banyak spesies ini Professor Greg melakukan percobaan mengawinkan secara silang berbagai jenis Aglaonema yang kemudian berhasil melahirkan satu spesies Aglaonema yang unik dan menawan. Aglaonema temuannya menjadi salah satu tanaman hias primadona.  

Namanya sudah tidak asing di dunia penelitian dan pengembangan di Indonesia, khususnya di IPB.  Bagaimana tidak, lewat tangan dinginnya, Greg Granadi Hambali berhasil menyilangkan ratusan varietas tumbuhan. Antara lain Salak, Jagung, Palem dan Caladine. Yang paling spektakuler adalah Aglonema jenis Harlequin. Konon kabarnya, jenis ini berhasil terjual dengan harga 600 juta per pohon dalam sebuah pelelangan yang dilakukan pada tahun 2006.

Suami dari Indrijani Hambali ini juga dikenal sebagai ‘penghulu’ tanaman hias alias ‘mak Comblang’ tanaman. Mengingat pekerjaan sehari-harinya yang bergelut dalam dunia kawin mawin tanaman. Mengawinsilangkan berbagai jenis bunga dan tanaman. 

(Pak Greg menunjukkan salak mawar dengan buah manis)

Keahlian mengawinsilangkan tanaman sudah terlihat sejak ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Greg muda telah berhasil menyilangkan dua jenis pepaya yaitu pepaya burung dan pepaya semangka (berbentuk bulat). Setelah masuk Sekolah menengah Umum,  penelitian terus dilakukannya. Pelajaran Kimia dan Biologi adalah pelajaran favoritnya, kala itu.

Pria yang gemar keluar masuk hutan ini mencari bibit tanaman memberikan pengalaman yang berharga yang mebantunya dalam dunia akademik. Ketertarikannya pada dunia persilangan tanaman mengantarkannya masuk ke Institut pertanian Bogor (IPB) jurusan Pemuliaan Tanaman. Belum selesai kuliah, pada tahun 1973, hanya bermodal ijazah SMA, Ia kemudian direkrut menjadi pegawai oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Menariknya lagi, saat masih berstatus mahasiswa IPB (Belum meraih gelar S1), Greg Muda mendapat tawaran beasiswa dari British Council untuk melanjutkan studi sebagai Master of Science (MSc) bidang Plasma Nutfah di Universitas Birmingham, Inggris.

Sekembalinya ke Indonesia, Greg lebih lebih giat melakukan penelitian. Atas bantuan temannya dari Jepang bernama Yatazawa, dia membeli sebuah lahan seluas 1,5 hektar di daerah Baranangsiang untuk dijadikan lahan percobaan. di sinilah ditanam dan dikembangkan berbagai jenis tanaman langka dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dari luar negeri.

Kerja kerasnya kini membuahkan hasil antara lain berhasil menyilangkan salak yang diberi nama salak Sidempon dan salak Mawar. Selain itu, Ia bisa mengembangkan lima jenis Aglaonema yang berdaya jual tinggi dikenal dengan sebutan The Big five Aglaonema yaitu Tiara, Widuri, Hot Lady, Harlequin dan Pride of Sumatera. Semuanya dihargai per lembar daunnya. Misalnya Aglaonema Tiara, yang bisa bernilai 3 juta per lembarnya.

Pada tahun 2010 pemerintah Indonesia mengganjarnya degan penghargaan Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (AKIL). Atas jasanya dalam penelitian dan pengembangan holtikulutura di Indonesia.

Keberhasilannya saat ini bukan tanpa hambatan dan kendala.  Dia menceritakan, waktu masih muda, Ia melakukan penelitian di sebuah daerah pedalaman Bogor, Nah, saat sedang asyik mencari sebuah fosil di hutan, tiba-tiba datang seorang anak kecil. Melihat Pak Greg membawa golok yang diselipkan di pingganngya, anak kecil ini kemudian lari sambil berteriak ‘maling’. Sontak warga yang mendengar teriakan itu kemudian berhamburan berlari menghampiri Greg dengan posisi hendak memukul. Tapi karena kecerdasannya, Greg memutuskan untuk tidak lari, dn berusaha menjelaskan duduk perkaranya. akhirnya kesalahfahaman itu bisa diatasi. dengan logat sunda, Greg berusaha menjelaskan. “Seandainya saya lari saat itu, mungkin ceritanya lain, saya bisa saja habis (mati),” katanya.

*****

Di rumahnya yang asri di Kompleks Barangsiang Indah, Bogor (Senin,1/2/2016). Saya mengunjungi Pak Greg di rumahnya. Saya disambut hangat oleh Pak Greg. Kali ini pun Ia Mengenakan baju batik.  Cuma waktu itu Pak Greg bukan ingin mengisi sebuah acara talkshow tapi hendak pergi ke kebunnya. lengkap dengan sepatu boatnya, Ia mengendarai sepeda motor bebek. Masih gesit dan lincah. Saya mengikutinya dari belakang. kami akan diajak untuk melihat lahan tempatnya melakukan penelitian dan pengembangan holtikultura. Jarak antara lahan tersebut dengan rumahnya kira-kira 700 meter.

Sekitar 5 menit perjalanan, kami akhirnya sampai di sebuah Rumah kecil (Saung). Yang berada di tengah lahan luas dengan berbagai jenis pohon. Tempat ini merupakan tempat tinggal penjaga kebun. juga menjadi tempat istirahat setelah lelah bekerja. Luas lahan ini sekitar 1,5 hektar. Ada berbagai jenis tanaman yang ditanam di area ini. beberapa diantaranya tanaman langka yang khusus didatangkan dari luar daerah bahkan dari luar negeri seperti Thailand, Filipina dan Peru. Tanaman-tanaman itu tumbuh subur dan berbuah dengan baik. Ada berbagai jenis durian dan salak.

Sekarang Pak Greg sedang mengembangkan jenis salak baru bernama salak Teteh, turunan dari salak mawar. pohon salak ini Salak memiliki sedikit duri di pelepah dan batangnya, meskipun buahnya masih kecil dan belum mateng tapi rasanya tidak sepet. keunggulan salak ini selain rasanya yang manis, juga bisa di panen kapan saja. Tidak seperti salak pondoh dan lainnya yang harus menunggu musim tertentu untuk bisa dipanen. Hanya saja menurut Pak Greg, salak ini masih perlu beberapa tahun penelitian untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik dan siap diproduksi massal. selain salak Mawar dan Teteh, disini juga da Salak Merah yang didatangkan dari Sumatera.

Dalam kesempatan lain, Pak Greg prihatin dengan kondisi saat ini, banyak pembalakan dan pembakaran hutan dimana-mana dan rusaknya wilayah cagar alam. Menurutnya, Hal ini akan mengancam kelestarian flora dan fauna dan ekosistem dalamnya. Kalau terus dibiarkan oleh pemerintah maka indonesia akan masuk darurat lingkungan hidup. "ekosistem akan terganggu jika salah satu unit pendukungnya (hutan) rusak," katanya. 

Dia juga menyayangkan banyak cagar alam di Indoneaia yang tidak terlindungi dari desakan pemukiman warga. Di Bukit barisan contohnya. “Di sana masyarakat mulai masuk ke wilayah Cagar alam dan memabngun pemukiman. Peran pemerintah sangat penting dalam melindungi cagar alam, tidak sekedar wacana di seminar-seminar,” tegasnya.

Pak Greg tidak sekedar berwacana.  Di atas lahan seluas 1,5 hektar Dia sulap menjadi laoratorium alam. Tempat penelitian sekaligus pengembangan budidaya buah dan tanaman. Di lahannya ini pula ditanam berbagai jenis buah dan tanaman seperti Dubang (durian abang), Duren Tapong Kalimantan,  Durian Lahong dan salak Selinduh Kalimantan, Pinang Papua,  Palem Gajah Putih Thailand, selain tanaman, di sana juga ada penangkaran lebah untuk untuk diambil madunya juga untuk membantu penyerbukan.

(Penangkaran Lebah untuk produksi madu dan membantu penyerbukan)

Meskipun Dia Banyak Bicara, tapi karyanya pun sangat banyak. Saat berdiskusi dengannya, Satu pertanyaan saya bisa dijawab dengan sepuluh jawaban. Nyerocos wae kata orang Sunda. "Banyak bicara tapi juga banyak bekerja", terus berkarya, berkarya dan berkarya,” ujarnya.

Ini Salah satu bentuk upaya anak manusia yang kebetulan terlahir sebagai warga negara Indonesia, tergerak bergerak untuk mengambil peran melestarikan lingkungan hidup, sesuatu yang menjadi visi hidupnya selama ini berguna dan bermamfaat untuk orang banyak. “kita harus menciptakan surga di dunia ini, kalaupun nanti mendapat surga lagi, itu lebih baik lagi,” ungkapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun