Mohon tunggu...
Abu Sofian
Abu Sofian Mohon Tunggu... Data and Technology Enthusiast

Saya adalah pribadi yang senang belajar hal baru, khususnya yang berkaitan dengan teknologi dan kreativitas. Di luar pekerjaan, saya gemar mengeksplorasi desain, menulis ide-ide cerita, serta mengikuti perkembangan digital. Saya terbiasa berpikir visioner dan suka berbagi pengetahuan, karena saya percaya ilmu yang bermanfaat harus bisa menginspirasi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merasa Bodoh Saat Belajar Adalah Proses Menuju Keahlian

16 September 2025   12:19 Diperbarui: 16 September 2025   12:19 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image source: https://unsplash.com/photos/grandfather-teaches-pottery-to-his-grandson-6R0ObUlDQh4

Pernah nggak kalian merasa frustasi banget saat belajar sesuatu yang baru? Awalnya pede, merasa ini gampang, tapi begitu dicoba sendiri, tiba-tiba blank total. Rasanya bodoh banget, seolah otak nggak bekerja sama sekali. Saya pun pernah mengalaminya, dan seringkali momen itu bikin saya ingin menyerah.

Tapi ternyata, perasaan ini normal. Ada penjelasan ilmiahnya. Seorang peneliti bernama Noel Burch menemukan pola yang hampir selalu dilalui setiap orang saat belajar skill baru. Pola ini bukan sekadar teori kognitif, tapi juga menggambarkan perjalanan emosional yang kita alami---mulai dari rasa percaya diri berlebihan, hingga akhirnya bisa melakukan sesuatu dengan natural tanpa berpikir lagi.

Sejarah Penemuan yang Mengubah Cara Kita Melihat Belajar

Awal 1970-an, Noel Burch bekerja di sebuah perusahaan bernama Gordon Training International, yang didirikan oleh psikolog Dr. Thomas Gordon. Saat itu, Burch ikut terlibat dalam program Teacher Effectiveness Training (T.E.T.) tahun 1974. Dari hasil observasinya terhadap peserta pelatihan, Burch menemukan pola konsisten: orang yang belajar melewati fase-fase emosional dan kompetensi tertentu yang predictable.

Dari sinilah lahir teori Four Stages of Competence. Banyak yang keliru mengira teori ini milik Abraham Maslow karena sama-sama populer di dunia psikologi, padahal sama sekali tidak ada hubungannya dengan piramida kebutuhan Maslow. Yang bikin teori Burch istimewa adalah fokusnya pada perasaan yang muncul saat belajar, bukan sekadar kemampuan teknis.

Unconscious Incompetence (Tidak Bisa dan Tidak Sadar Tidak Bisa)

Tahap pertama ini berarti kita tidak bisa, tapi juga tidak sadar kalau kita tidak bisa. Ibaratnya, merasa nyetir mobil itu gampang hanya karena sering lihat orang lain melakukannya.

Di tahap ini, saya pernah merasa overconfident. Waktu awal belajar desain, saya pikir bikin logo itu cuma soal mainin shape dan kasih warna. Tapi setelah melihat karya desainer beneran, saya baru sadar: ternyata kualitas desain bukan sekadar "bisa pakai software".

Tahap ini tricky. Kadang kita merasa yakin sudah mampu padahal baru di permukaan. Tapi di sisi lain, justru tahap inilah yang membuat kita berani memulai. Kalau dari awal sudah tahu betapa sulitnya, mungkin banyak orang yang tidak akan pernah mencoba.

Conscious Incompetence (Tidak Bisa Tapi Sadar Tidak Bisa)

Tahap kedua ini adalah fase reality check yang menyakitkan. Kita sudah mencoba, lalu sadar ternyata kita belum bisa. Inilah momen yang bikin banyak orang merasa bodoh dan akhirnya menyerah.

Saya ingat jelas waktu pertama kali belajar coding Python. Tutorial kelihatan gampang, tapi pas nulis kode sendiri malah error terus. Rasanya frustrasi. Tapi justru di sinilah letak titik balik: kita mulai tahu apa yang tidak kita tahu.

Fase ini penting karena membuka jalan untuk belajar yang lebih serius. Kesadaran akan keterbatasan membuat kita rendah hati. Kita mulai rajin bertanya, mencari referensi, dan membuka diri terhadap kritik. Jadi meskipun terasa pahit, tahap ini sebenarnya sebuah pencapaian.

Conscious Competence (Bisa dan Sadar Bisa)

Tahap ketiga adalah saat kita sudah bisa, tapi masih harus berpikir keras. Setiap langkah dilakukan dengan hati-hati.

Contohnya, ketika sudah bisa coding dasar, saya tetap harus bolak-balik googling syntax, ngecek dokumentasi, atau nanya forum. Hasilnya lumayan, tapi butuh fokus penuh. Kalau tidak, error lagi.

Di tahap ini, belajar terasa rewarding. Ada kepuasan tersendiri karena usaha keras mulai membuahkan hasil. Bahkan, kita sudah bisa mengajarkan orang lain, meskipun dengan cara step-by-step yang terstruktur. Kita tahu setiap langkah karena kita masih harus sadar dalam menjalaninya.

Unconscious Competence (Bisa Tapi Tidak Sadar Bisa)

Tahap terakhir adalah saat kita sudah menguasai skill sampai bisa melakukannya otomatis, tanpa mikir.

Saya pernah ngalamin ini saat ngetik. Dulu belajar mengetik butuh fokus penuh, tapi sekarang jari-jari seperti punya otak sendiri. Bahkan saya bisa ngetik sambil ngobrol tanpa sadar setiap huruf yang ditekan.

Di tahap ini, kemampuan terasa natural. Tapi ada sisi negatif: kadang jadi sulit mengajari orang lain. Karena prosesnya sudah otomatis, kita lupa bagaimana rasanya jadi pemula. Itulah sebabnya banyak ahli bilang, untuk jadi pengajar yang baik, kita perlu "turun level" lagi dan mengingat proses belajar itu sendiri.

Kenapa Memahami Tahapan Ini Penting

Pertama, teori ini membantu kita mengelola ekspektasi. Saat merasa bodoh di tahap kedua, kita tahu itu bagian normal dari proses, bukan tanda kegagalan. Kedua, teori ini bikin kita lebih empatik sebagai mentor atau guru. Kita bisa lebih sabar karena paham bahwa setiap orang berada di tahap berbeda.

Yang paling penting, teori ini jadi semacam roadmap belajar seumur hidup. Kita akan terus cycling melewati empat tahap ini dalam berbagai hal, mulai dari skill teknis, komunikasi, sampai aspek personal.

Bagi saya pribadi, memahami teori Noel Burch ini membuat proses belajar jadi lebih ringan. Saya tidak lagi melihat frustrasi sebagai hambatan, tapi justru tanda bahwa saya sedang bergerak ke level berikutnya. Jadi, kalau sekarang kalian sedang merasa bodoh saat belajar sesuatu, jangan minder. Itu artinya kalian sedang berada di jalan yang benar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun