Ketika ditanya oleh seorang teman guru, "Mengapa berwudlu lagi, Pak Guru?" Sambil tersenyum, Pak Guru menjawab, "Aku ingin seperti Bilal yang hidupnya masih di dunia, tetapi suara terompahnya/sandalnya telah terdengar di Surga. Dan, aku ingin bertemu para siswa dalam keadaan suci!" Pak Guru yang bertanya itu, diam termangu.
Bilal bin Rabah adalah salah satu sahabat Rasulullah yang namanya abadi dalam sejarah Islam. Ia dikenal sebagai muazin pertama dalam Islam, seorang budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar, dan sosok yang teguh mempertahankan keimanannya meski disiksa dengan kejam. Keistimewaannya tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Rasulullah pernah bersabda bahwa beliau mendengar suara terompah Bilal di surga, sebuah pertanda kemuliaan yang luar biasa. Apa yang membuat Bilal mendapatkan kehormatan sebesar itu?
1. Bilal, Simbol Keteguhan Iman
Bilal bin Rabah adalah salah satu sahabat yang pertama kali memeluk Islam di tengah masyarakat Quraisy yang masih menyembah berhala. Keputusannya untuk beriman kepada Allah membuatnya mengalami siksaan berat dari tuannya, Umayyah bin Khalaf. Ia dicambuk, diseret di atas pasir panas, dan ditindih dengan batu besar di dadanya agar ia mau meninggalkan Islam. Namun, Bilal tetap teguh dan hanya mengucapkan satu kata: "Ahad, Ahad" (Allah Maha Esa).
Keimanan Bilal tidak goyah meskipun nyawanya hampir melayang karena siksaan. Ia lebih memilih penderitaan fisik daripada harus kembali kepada kekafiran. Keteguhannya menginspirasi banyak orang, termasuk sahabat-sahabat lain yang mengalami penyiksaan serupa. Kesabarannya dalam menghadapi ujian menjadi bukti bahwa keyakinan yang kuat akan membimbing seseorang menuju kemuliaan.
Akhirnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq membebaskan Bilal dengan menebusnya dari tuannya. Setelah merdeka, Bilal tidak hanya menjadi sahabat setia Rasulullah, tetapi juga dipercaya sebagai muazin pertama Islam. Setiap kali mengumandangkan azan, suaranya menggema dan menggetarkan hati kaum Muslimin. Peran ini menjadikan Bilal sebagai bagian penting dalam perkembangan Islam.
2. Keistimewaan Bilal di Sisi Rasulullah
Bilal tidak hanya sekadar seorang muazin, tetapi juga seorang sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah. Ia selalu menemani Nabi dalam berbagai peperangan dan perjalanan. Bilal dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, penuh ketakwaan, dan selalu siap melaksanakan perintah Rasulullah. Bahkan, setelah hijrah ke Madinah, ia tetap menjalankan tugasnya sebagai muazin dengan penuh tanggung jawab.
Suatu hari, Rasulullah bertanya kepada Bilal tentang amalan apa yang ia lakukan hingga beliau mendengar suara terompahnya di surga. Bilal menjawab bahwa setiap kali ia berwudu, ia selalu melaksanakan salat sunah dua rakaat. Kebiasaannya menjaga wudu dan memperbanyak ibadah itulah yang membuatnya mendapatkan kemuliaan di sisi Allah. Ini menunjukkan bahwa amalan kecil yang dilakukan secara konsisten bisa mendatangkan ganjaran besar.
Setelah Rasulullah wafat, Bilal merasa sangat kehilangan. Ia tidak lagi mengumandangkan azan karena suaranya mengingatkan orang-orang pada Nabi. Ia kemudian pergi ke Syam dan berjuang dalam jihad hingga akhir hayatnya. Kesetiaannya kepada Islam dan Rasulullah tetap terjaga sampai akhir hidupnya.