Setelah diskusi intens, lahirlah kesepakatan:
"Apoteker adalah tenaga kesehatan profesional di bidang kefarmasian yang telah lulus pendidikan profesi apoteker dan memiliki kewenangan menyelenggarakan praktik kefarmasian sesuai dengan kode etik dan ketentuan perundang undangan."
Definisi ini disepakati akan segera diharmonisasi kembali di bagian hukum Kementerian Kesehatan. Dengan demikian, ia tidak berhenti sebagai jargon, melainkan berpotensi menjadi norma hukum yang mengikat.
Seorang peserta rapat menyebut, "Definisi ini lahir dari aspirasi akar rumput yang akhirnya sampai ke ruang negara. Dari diskusi di komunitas, naik ke surat Presiden, dan hari ini dibicarakan di KKI. Ini contoh ideal bagaimana profesi membangun dirinya sendiri."
Harapan dan Skeptisisme
Optimisme langsung merebak. Para apoteker muda merasa ini seperti lembaran baru. "Akhirnya kami punya arah. Tidak lagi bekerja dalam kabut," ujar seorang apoteker segera setelah mendapatkan kabar baik ini.
Namun, skeptisisme juga tetap ada. Beberapa pihak mengingatkan bahwa redefinisi hanyalah pintu gerbang. Pekerjaan berat justru ada di baliknya: revisi standar profesi, sinkronisasi kurikulum pendidikan, rekognisi lintas profesi, hingga perjuangan masuk ke skema pembiayaan JKN.
Marwah yang Kembali Diperjuangkan
Meski demikian, satu hal jelas: marwah profesi apoteker kini kembali diperjuangkan dari pondasi paling mendasar.Â
Dari definisi lahirlah arah. Dari arah lahirlah strategi. Dan dari strategi lahirlah pengakuan.
Dalam kacamata sejarah, redefinisi bukan hal baru. Dokter, perawat, dan bidan pernah mengalami fase serupa sebelum akhirnya memiliki otoritas yang solid. Kini giliran apoteker. Bedanya, redefinisi ini muncul dari inisiatif komunitas, bukan sekadar kebijakan dari atas.
Momentum ini juga terjadi di tengah era multi-bar organisasi profesi. Artinya, tidak ada lagi monopoli narasi. FIB, dengan segala inisiatifnya, telah membuktikan bahwa organisasi alternatif bisa memberi kontribusi nyata bagi profesi.
Dari Gudang Obat ke Klinik
Perjalanan apoteker memang panjang. Dari masa kolonial, profesi ini dikenal sebagai pengelola apotek dan gudang obat. Fungsi logistik begitu dominan, hingga menutupi peran klinis. Baru pada dekade terakhir muncul kesadaran akan pentingnya peran apoteker di sisi pasien.
Namun, regulasi kerap membuat langkah itu tersendat. Definisi kabur membuat apoteker sulit menegaskan otoritasnya di hadapan tenaga kesehatan lain. Tidak heran, banyak apoteker merasa frustrasi.