Mereka Panggil Saya Tukang Obat (Bab 3)
"Mas, tukang obat! Ini beli Paracetamol!"
Suara seorang bapak terdengar dari depan meja apotek. Arya menoleh, mendapati seorang pria setengah baya menyodorkan uang sambil mengunyah permen karet. Tidak ada "tolong", tidak ada "permisi", hanya instruksi tegas layaknya memesan nasi uduk di warteg.
Arya menarik napas, lalu dengan senyum profesional bertanya, "Untuk siapa, Pak? Ada keluhan lain selain demam?"
Si bapak mengangkat alis, seakan Arya baru saja menanyakan soal ekonomi makro di tengah transaksi belanja.
"Lah, buat apa nanya gitu? Kan tinggal kasih obatnya aja."
Arya mengerjapkan mata. Dalam kepalanya, ia mengingat ulang semua mata kuliah farmakologi, patofisiologi, hingga farmakokinetik yang ia pelajari selama bertahun-tahun. Semua teori itu seakan runtuh hanya dengan satu kalimat:
"Tinggal kasih obatnya aja."
Masyarakat suka mengeluh kalau dokter asal kasih antibiotik tanpa periksa dulu.
Tapi mereka juga gak mau direpotkan kalau apoteker bertanya lebih dari satu kalimat.
Masyarakat takut kalau apoteker salah meracik obat.