Mohon tunggu...
Apoteker Ilham Hidayat
Apoteker Ilham Hidayat Mohon Tunggu... Apoteker/Founder Komunitas AI Farmasi - PharmaGrantha.AI/Rindukelana Senja

AI Enhanced Pharmacist

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Game Theory dan Antibiotik : Mengapa Resep Dokter Bukan Jaminan Bebas AMR

31 Juli 2025   15:04 Diperbarui: 31 Juli 2025   15:04 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan sebuah dunia di mana antibiotik sudah tak lagi ampuh. Luka kecil bisa mematikan, dan infeksi sederhana berubah jadi krisis kesehatan nasional. Ini bukan fiksi ilmiah. Ini adalah realitas yang perlahan mendekat karena resistensi antimikroba (AMR). Salah satu penyebab utamanya: penggunaan antibiotik yang tak bijak. Maka kampanye massif pun bergema: "antibiotik hanya boleh dengan resep dokter." Tapi benarkah itu satu-satunya solusi? Atau justru kita sedang terjebak pada logika yang terlalu sempit?

Dalam artikel ini, kita akan mencoba memahami krisis AMR dari perspektif yang jarang disentuh: teori permainan (game theory). Bagaimana perilaku para aktor---pasien, dokter, apoteker---menciptakan dinamika yang kompleks? Apakah sistem resep dokter benar-benar menjadi benteng terakhir, atau justru ada paradoks yang perlu diurai?

Mari kita telusuri bersama, dalam bahasa yang jernih, berbasis data, dan tak kehilangan akal sehat.

Latar Belakang: Antibiotik sebagai Sumber Daya Publik yang Terancam

Antibiotik adalah salah satu penemuan paling revolusioner dalam sejarah kedokteran. Namun, keampuhannya kini terancam oleh resistensi antimikroba (AMR), yaitu kemampuan mikroorganisme untuk bertahan terhadap obat yang seharusnya mematikannya. WHO bahkan menyebut AMR sebagai ancaman global yang bisa membawa dunia kembali ke era pra-antibiotik.

Masalahnya, resistensi ini tidak muncul secara tiba-tiba. Ia dibentuk oleh akumulasi praktik keliru dalam penggunaan antibiotik: terlalu sering, terlalu sembarangan, atau tidak sesuai indikasi. Di Indonesia dan banyak negara lain, masyarakat masih dengan mudah memperoleh antibiotik tanpa resep dokter. Ironisnya, di negara maju seperti Amerika Serikat yang sistem resepnya ketat, studi dari CDC tahun 2016 menemukan bahwa 30 persen dari resep antibiotik yang diberikan justru salah---baik dari segi jenis, dosis, maupun indikasi.

Pertanyaan kritis pun muncul: jika bahkan resep dokter bisa salah, apakah kampanye "harus pakai resep" masih relevan sebagai solusi utama? Ataukah kita perlu melihat persoalan ini dari sudut pandang yang lebih sistemik dan strategis?

Di sinilah teori permainan menawarkan lensa yang menarik. Ketika semua aktor bertindak rasional secara individual, hasil kolektif bisa justru irasional dan merugikan bersama.

Analisis Game Theory: Rasionalitas Individu, Kerugian Kolektif

Mari kita bayangkan AMR sebagai hasil dari permainan strategis antara tiga aktor utama: pasien, dokter, dan apoteker. Dalam kerangka teori permainan, masing-masing aktor membuat keputusan berdasarkan insentif dan konsekuensi yang mereka anggap paling rasional bagi diri mereka sendiri.

  • Pasien ingin sembuh cepat. Jika gejala menyerupai infeksi, mereka mencari antibiotik, dengan atau tanpa diagnosis pasti. Jika bisa dapat tanpa harus antre dokter, tentu itu jalan pintas yang menggoda.
  • Dokter ingin segera menyembuhkan pasien, sekaligus mencegah risiko komplain atau malpraktik. Kadang, antibiotik diresepkan just in case, walau belum tentu diperlukan. Studi menunjukkan praktik ini marak di layanan primer.
  • Apoteker, dalam tekanan antara kepatuhan regulasi dan kenyataan bisnis, terkadang menyerahkan antibiotik tanpa resep, apalagi jika tidak ada sistem pengawasan yang kuat.

Dalam logika teori permainan, semua aktor ini bertindak rasional secara individu. Namun secara kolektif, mereka menciptakan hasil yang tidak optimal---yakni mempercepat terjadinya resistensi antibiotik.

Fenomena ini dikenal sebagai tragedy of the commons. Antibiotik adalah sumber daya publik. Ketika setiap orang menggunakannya demi manfaat pribadi tanpa memperhitungkan dampak jangka panjang, maka keampuhannya pun musnah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun