Mohon tunggu...
A.R Moes
A.R Moes Mohon Tunggu... -

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sapiens: Revolusi Kognitif

27 Januari 2019   08:34 Diperbarui: 6 Juli 2021   08:20 1645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sapiens: Revolusi Kognitif (unsplash/alex block)

Karena manusia akan sangat sulit bekerjasama dalam jumlah besar dengan orang yang baginya satu sama lain asing, tanpa adanya kepercayaan yang menyatukan mereka. Itulah kenapa negara pasti memiliki dasar pemersatu, entah itu agama, nasionalisme, demokrasi, pancasila, dan lainnya. Jadi, realitas imajinasi eksis karena fungsi kegunaanya, yakni untuk efisiensi kerja masyarakat. 

Baca juga : Pengoptimalan Aspek Kognitif Anak Usia Dini Melalui Alat Permainan Edukatif (APE) Sederhana

Karena kegunaannya yang penting. Realitas imajinasi tersebut dicitrakan pada alam objektif. Saat ini realitas imajinasi tersebut dapat kita lihat dalam undang-undang, buku cerita, drama, sajak, puisi, lukisan, patung, dan lainnya. Kemudia diceritakan secara terus menerus dari generasi ke generasi dari mulai lahir sampai dewasa. Tercitrakan juga dalam bentuk arsitektur masyarakat modern. 

Dimana rumah-rumah modern saat ini, terbagi atas kamar-kamar pribadi akibat masuknya pandangan realitas imanjinasi bernama privasi. Bandingkan dengan masyarakat tradisional dulu, dimana satu rumah dihuni oleh beberapa KK dan tidak memiliki bilik-bilik kamar pribadi. Hal ini akibat kuatnya imajinasi Komunal dalam masyarakat tersebut. Masjid, gereja, candi, juga adalah perwujudan dalam alam objektif. 

Kemampuan manusia untuk menciptakan tatanan masyarakat, yang berdasar pada realitas imajinasi, diawali dari kemampuannya untuk menciptakan fiksi-fiksi yang disebarkan dengan cara bergosip dengan kerabat sehingga kemampuan untuk menyampaikan informasi menjadi lebih kompleks. 

Kemampuan menciptakan fiksi-fiksi melahirkan kepercayaan pada roh leluhur, arwah, dan tahap yang lebih kompleks dewa-dewa. Kemampuan bergosip menciptakan kepercayaan yang erat dalam kelompok, siapa musuh, siapa kawan, siapa yang dapat dipercaya, dan siapa yang tidak. Kemampuan menyampaikan informasi yang lebih kompleks ini bisa kita contohkan demikian. seekor babon hanya dapat memberi isyarat "Awas ada singa" kepada kawanannya.

Tetapi manusia pada zaman pemburu-penjelajah (setelah revolusi kognitif) mampu memberikan informasi yang lebih kompleks. Contoh, "Di tepi sungai ada kawanan singa yang sedang mengejar seekor bison." Dengan kemampuan seperti itu, manusia menjadi lebih terlindungi dari predator dan tahu dimana lokasi untuk berburu. 

Perkembangan kemampuan berfikir seperti itu yang disebut sebagai Revolusi Kognitif, yang terjadi 70.000 tahun yang lalu, yang hanya dialami oleh spesies Homo Sapiens. Inilah mengapa Homo Sapiens bisa bertahan dan terus berevolusi menciptakan kehidupan yang terus berkembang hingga saat ini. 

Sedangkan kerabat satu genus-nya, Homo Neandertal, Homo Erectus, Homo Soloensis, dan Homo Florensis musnah karena dibasmi oleh nenek moyang kita. Karena tak mampu bersaing melawan Homo Sapiens yang lebih super power. 

Karena kegunaan realitas imajinasi yang tidak bisa dikesampingkan, maka hal ini adalah sebuah keniscayaan. Sayangnya, hari ini manusia sedikit lupa bahwa tatanan kehidupan hanyalah karangan yang dibuat manusia. Seperti manusia yang memahat kayu kemudian mempercayainya sebagai Tuhan pemberi kehidupan. Alih-alih berusaha meningkatkan potensi yang ada dalam dirinya, manusia justru menghamba pada hasil ciptaannya.

Kita bisa saja saat ini menolak untuk mempercayai "Dollar", tapi hal itu sia-sia karena ada milyaran orang di dunia ini yang masih percaya Dollar. Jika ingin meruntuhkan suatu sistem, hal itu tidak bisa dilakukan dengan menggunakan kekuatan satu orang. Perlu adanya organisasi massa, politik, dan bersifat revolusioner yang menjadi penekan masal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun