Sejarah sedang diukir, gaes! Bank Indonesia (BI) sudah mengumumkan bahwa Central Bank Digital Currency (CBDC) alias Digital Rupiah akan segera diterbitkan. White paper-nya sudah ada. Rangkaian eksplorasinya juga sudah dimulai, dengan nama 'Proyek Garuda'.
Sudah banyak referensi yang bisa kita temui ihwal CBDC, bahkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya saya sempat menyinggung soal digital rupiah ini. Yang pasti ini adalah inisiatif cerdas dalam menghadapi maraknya private digital currency, atau sering disebut kripto (cryptoassets dan stablecoins) -- yang bisa mendisrupsi sistem perbankan, mata uang resmi dan kebanksentralan.
Intinya, kita bakal punya mata uang digital resmi, yang memanfaatkan kehadiran teknologi web 3.0 (blockchain).
Lantas apa bedanya dengan kripto seperti ethereum, bitcoin, dan lain sebagainya? Perbedaannya, digital rupiah bisa dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah. Keberadaannya legal, bisa menggantikan uang kertas dan logam yang beredar di masyarakat.
CBDC sendiri dikelola langsung oleh otoritas moneter negara, yakni BI. Jadi, volatilitas nilai digital rupiah ini bisa lebih stabil.
Ketahanan Perbankan
Menjaga kedaulatan rupiah adalah hal terpenting yang wajib dilakoni di era digital ini. Pula, melalui penerbitan digital rupiah ini, BI sebagai bank sentral bisa memperkokoh perannya dalam kancah internasional.
Bukan cuma itu. BI pun bisa mengakselerasi integrasi ekonomi keuangan digital nasional, dengan menyematkan CBDC ini dalam cetak biru atau Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI).
Nah, dengan masuknya rupiah digital dalam ekosistem keuangan atau BSPI, transaksi uang elektronik bisa semakin meningkat. Seperti yang sudah pernah kita bahas, peningkatan transaksi digital memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi, lho. Bisa merangsang geliat UMKM.
Apalagi, sebagai fondasi desentralisasi keuangan, CBDC atau digital rupiah diyakini bisa meningkatkan inklusi dan efisiensi sistem keuangan. Termasuk pembayaran lintas-negara.
Pada sisi lain, industri perbankan sendiri berharap CBDC bisa segera menggantikan uang fisik. Pertimbangannya adalah efisiensi pembayaran, inklusi keuangan, dan keamanan pembayaran, demi menjaga ketahanan perbankan.
Jelas sudah, dengan terintegrasinya konsep CBDC atau digital rupiah melalui BPSI, perekonomian digital bisa semakin tumbuh dan berpengaruh positif terhadap keutuhan ketahanan perbankan.
Visi 2045
Bukan sekali-dua kali Pak Jokowi menekankan soal pentingnya percepatan pembangunan SDM dan teknologi. Nah, di sektor keuangan, CBDC salah satu titik tolaknya.
Selain bisa memperluas dan mempercepat inklusi keuangan, eksplorasi penerbitan digital rupiah ini bak pembuktian. Seolah mempertegas bahwa bangsa Indonesia menolak menjadi 'katak dalam tempurung'.
Sebaliknya, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi ini, Indonesia justru memasang target menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045, dan mampu masuk sebagai lima besar negara kekuatan ekonomi dunia.
Dari sinilah CBDC diharapkan bisa memenuhi kriterianya sebagai pengganti uang fisik. Bisa menjadi aset digital yang praktis, dan sudah tentu bisa diakses oleh masyarakat luas. Penerbitannya pun harus dipastikan tidak mengganggu stabilitas moneter maupun sistem keuangan. Sebab itulah Proyek Garuda ini perlu dikaji dan diuji secara seksama serta berkesinambungan.
Ya, perkembangan teknologi adalah keniscayaan. Jika tidak beradaptasi, siap-siap digerus zaman.Â
Begitupula hubungan sepasang kekasih, jangan sampai ketinggalan zaman, eaaa...