Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Trip

Melebur di YogYakarta (Part 6)

26 November 2019   09:44 Diperbarui: 26 November 2019   10:42 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Twitter Rachmat Riyanto (@punx_orange) | Gua Pindul Gunungkidul

Pemandu susur kali ini adalah seorang perempuan dan dua laki-laki. Ia menyuruh saya untuk lebih dulu agar bisa menikmati air terjun. Saya melakukannya sambil menunggu rombongan lain di air terjun itu. Bang Indra yang ditemani dede Yasmin telah lebih menuju titik akhir dari susur kali.

Saya yang membasahi diri dari serangan air terjun membuat tubuh saya ibarat dipukul oleh ribuan tangan yang terkepal. Tapi entah kenapa saya sangat menikmatinya. Tidak lama kemudian, bang Oki meminta saya untuk mengajak dede Reno ke air terjun. Reno sempat menangis dan ingin menikmati air terjun itu lagi. Saya mengambilnya dan menaruhnya diatas batu. Ia mengalami hal serupa seperti saya tadi, tapi ekspresinya tertawa.

Ok de, uda ya? Kita harus pergi," ucap saya kepadanya.

Saya dan dede Reno meninggalkan air terjun dengan senang sekali.

"Ayo..dayung airnya dede Reno. Kita harus melewati yang lain. Jangan sampai kita kalah".

Semacam ada egoisme untuk merebut kemenangan. Benar, kami melewati mereka dan tiba dilokasi akhir dengan gembira. Tidak pake istrahat, Reno mengajak saya untuk segera naik melewati tangga. Ada 14 tangga yang saya hitung. Ternyata diatasnya sudah ada mobil pick up yang sedang menunggu. Bukan dua pick up lagi tapi hanya satu. Sekitar 20 orang lebih memadati bak mobil itu. Inilah keseruaannya.

Kembali ke lokasi awal di tempat pengembalian bang dalam dan tempat ganti baju. Kami tiba, semuanya memesan makan dan minum karena lapar mencekam perut. Haus pun menikam tenggorokan.

"Semuanya makan dulu, sehabis makan baru kita balik ke pusat ole-oleh," kata mba Diah.

Melanjutkan makan malam di Resto Sate Pak Pong. Sebuah Restoran Sate yang sangat terkenal di Jogjakarta. Kerennya dari Resto Sate Pak Pong adalah, tusuk satenya memakai jari-jari sepeda. Sehingga bisa awet dan mengurangi pencemaran lingkungan. Andaikan setiap warung sate di Indonesia memakai konsep seperti ini pasti kecenderungan membuang sampah dan menebang pohon sangatlah minim. Kami menikmati Sate Pak Pong dengan canda tawa bersuka riah.

Setelah itu menuju pusat ole-ole. Kami mampir di sebuah tokoh batik. Sesuai dengan informasi yang kami dengar di Gua Pindul ketika disampaikan oleh mba Diah.

Variatif sekali baju batik yang tersedia. Ada sarung, celana, busana perempuan, syal dan bereneka pernak-pernik yang bercover batik. Saya sejujurnya adalah orang yang tidak tertarik memaki batik. Dilemari baju saya tak ada satupun batik yang tersimpan. Bukan tidak mencintai produk dalam negeri namun dari kecil saya sudah tidak terbiasa terhadap kemeja atau batik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun