Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Goyang Kaka Enda dan Penghancuran Kebudayaan di Maluku

3 September 2019   16:48 Diperbarui: 3 September 2019   17:07 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: youtube kebongsirih

Disaat goyangan Kaka Enda menjadi primadona generasi jaman now di Maluku khususnya kota Ambon, para pejabatnya turut terlihat histeris membungkusnya sebagai bentuk kebudayaan baru yang tinggi derajatnya.

Sepertinya Goyang Kaka Enda ini ingin mendegradasikan Tari Lenso, Tari Cakalele, Tari Sawat yang berbunyi tradisional. Bahasa kerennya "sudah tidak gaoel dengan perkembangan jaman lagi".

"Ah sudahlah tinggalkan saja. Menari itu tidak usah pakai parang kayu, coret-coret badan pakai arang tampurung, atau lenso atau lagi musiknya dari gong, suling dan tifa. Lebih baik buang saja ke laut. Sudah terlihat norak dan kampungan".

Berbeda dengan Kaka Enda yang memakai gendre music remix, bernada modern, pokonya jaman now bangetlah. Bahkan style goyangnya pun sungguh membuat tubuh indah ini terlihat aduhai sexy-nya.

Cukardelen sudah e, struk otak kini telah menyerang kepala anak muda dan para pejabatnya. Sehingga identitas terhenti atas kehendak  minimnya ilmu pengetahuan dan bacarita sejarah.

Kata pejabat tinggin Ambon itu, Goyang Kaka Enda harus dilihat sebagai wadah guna membangun harmonisasi warga. Pertanyaannya, kenapa harus Kaka Enda, kenapa tidak tarian cakalele massa atau Sawat Massa atau tari lenso massa?

Handeke, pakai otakmu. Pergunakan dengan sebaik-baiknya. Karena saya yakin sebaik-baiknya manusia adalah bagaimana dia bisa berfikir. Mencintai identitas kebudayaan adalah buah dari pikiran orang baik. Sementara merubah kebudayaan sepertinya anda sedang mengalami kecelakaan berfikir.

Jurus Tradisional Sangat Ampuh

Ironisasi kebudayaan yang perlahan mulai terkikis. Siapa sangka, sadar atau tidak sadar goyang Kaka Enda tidak akan bertahan lama. Sifat natural tarian tradisional Maluku sudah sangat mengakar pada sel-sel tubuh orang Maluku sejak kecil.

Iyadong, bandingkan dengan goyang Asters, Tobelo, Poco-poco, Pela Tumpa Darah dan seterusnya. bagaimana kabarnya sekarang? Sudah jarang tuh dipakai sebagai goyangan yang viral hingga detik ini.

Eksistensi kebudayaan tari Cakalele masih menguat dipermukaan. Bandingkan lagi dengan Papua pada Minggu kemarin di Cafreeday Jakarta, Orang Papua mampu membuat ribuan orang di Cafreeday agar terlibat menari Sajojo bersama.

Karena apa, hanya dengan kebudayaan hubungan persuasif itu dapat terlaksana tanpa memandang ras, suku, dan agama. Sementara pejabat kota Ambon menggap goyang Kaka Enda sebagai ruang membangun harmonisasi. Preet!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun