Mohon tunggu...
Abid Yafii
Abid Yafii Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Alarm Merah di Menara Gading: Krisis Mental dan Bekal Emotional Quotient (EQ) yang Hilang

26 September 2025   10:57 Diperbarui: 26 September 2025   10:57 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

2.  Kesulitan Mengelola Reaksi: Saat menerima kegagalan, seperti nilai buruk atau kritik dosen, reaksi mereka bisa menjadi ledakan emosi yang tidak terkontrol atau justru menarik diri sepenuhnya. Mereka terlarut dalam perasaan negatif, terjebak dalam pikiran "saya adalah kegagalan," alih-alih melihatnya sebagai sebuah kejadian yang bisa diperbaiki.

3.  Gagal Meminta Pertolongan: EQ juga mencakup kesadaran sosial dan kemampuan berkomunikasi. Mahasiswa yang stres sering kali tidak tahu bagaimana cara mengartikulasikan penderitaan mereka kepada teman, keluarga, atau konselor. Mereka merasa akan menjadi beban, sehingga memilih memendamnya sendirian.

Secara esensial, kita mengirim para mahasiswa ke "medan perang" yang penuh tekanan tanpa membekali mereka dengan "perisai" emosional yang memadai. Inilah kaitan langsungnya: tekanan setinggi apa pun bisa dihadapi jika seseorang memiliki ketahanan dan kecerdasan emosional yang kuat. Tanpa itu, tekanan sekecil apa pun bisa terasa menghancurkan.

---

 Kegagalan Sistemik dan Panggilan untuk Bertindak

Tragisnya, ketika mereka berada di titik terendah, jaring pengaman institusional kita rapuh. Layanan konseling sering kali hanya formalitas dan terhalang oleh dinding stigma yang tebal.

Ini adalah panggilan darurat bagi kita semua.

* Institusi Pendidikan: Wajib melakukan revolusi mental di kampus. Selain memperkuat layanan konseling, kampus harus *secara proaktif mengintegrasikan program pengembangan Kecerdasan Emosional (EQ) ke dalam kurikulum atau kegiatan kemahasiswaan.* Adakan lokakarya tentang manajemen stres, resiliensi, dan regulasi emosi. Latih para pendidik untuk memiliki empati dan kepekaan.

* Pemerintah: Perlu merumuskan kebijakan yang mengintegrasikan literasi kesehatan mental dan EQ ke dalam kerangka pendidikan nasional. Jangan lagi menganggapnya sebagai isu sekunder.

* Masyarakat dan Keluarga: Ciptakan ruang yang aman untuk berbicara tentang perasaan. Ajarkan anak-anak kita sejak dini cara mengenali dan mengelola emosi mereka, dan ubah narasi bahwa menunjukkan kerapuhan adalah sebuah kelemahan.

Setiap satu nyawa mahasiswa yang hilang adalah teguran keras bagi nurani bangsa. Membekali mereka dengan ilmu pengetahuan (IQ) itu penting, tetapi membekali mereka dengan kekuatan untuk mengelola batin (EQ) adalah syarat mutlak untuk bertahan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun