2. Â Kesulitan Mengelola Reaksi: Saat menerima kegagalan, seperti nilai buruk atau kritik dosen, reaksi mereka bisa menjadi ledakan emosi yang tidak terkontrol atau justru menarik diri sepenuhnya. Mereka terlarut dalam perasaan negatif, terjebak dalam pikiran "saya adalah kegagalan," alih-alih melihatnya sebagai sebuah kejadian yang bisa diperbaiki.
3. Â Gagal Meminta Pertolongan: EQ juga mencakup kesadaran sosial dan kemampuan berkomunikasi. Mahasiswa yang stres sering kali tidak tahu bagaimana cara mengartikulasikan penderitaan mereka kepada teman, keluarga, atau konselor. Mereka merasa akan menjadi beban, sehingga memilih memendamnya sendirian.
Secara esensial, kita mengirim para mahasiswa ke "medan perang" yang penuh tekanan tanpa membekali mereka dengan "perisai" emosional yang memadai. Inilah kaitan langsungnya: tekanan setinggi apa pun bisa dihadapi jika seseorang memiliki ketahanan dan kecerdasan emosional yang kuat. Tanpa itu, tekanan sekecil apa pun bisa terasa menghancurkan.
---
 Kegagalan Sistemik dan Panggilan untuk Bertindak
Tragisnya, ketika mereka berada di titik terendah, jaring pengaman institusional kita rapuh. Layanan konseling sering kali hanya formalitas dan terhalang oleh dinding stigma yang tebal.
Ini adalah panggilan darurat bagi kita semua.
* Institusi Pendidikan: Wajib melakukan revolusi mental di kampus. Selain memperkuat layanan konseling, kampus harus *secara proaktif mengintegrasikan program pengembangan Kecerdasan Emosional (EQ) ke dalam kurikulum atau kegiatan kemahasiswaan.* Adakan lokakarya tentang manajemen stres, resiliensi, dan regulasi emosi. Latih para pendidik untuk memiliki empati dan kepekaan.
* Pemerintah: Perlu merumuskan kebijakan yang mengintegrasikan literasi kesehatan mental dan EQ ke dalam kerangka pendidikan nasional. Jangan lagi menganggapnya sebagai isu sekunder.
* Masyarakat dan Keluarga: Ciptakan ruang yang aman untuk berbicara tentang perasaan. Ajarkan anak-anak kita sejak dini cara mengenali dan mengelola emosi mereka, dan ubah narasi bahwa menunjukkan kerapuhan adalah sebuah kelemahan.
Setiap satu nyawa mahasiswa yang hilang adalah teguran keras bagi nurani bangsa. Membekali mereka dengan ilmu pengetahuan (IQ) itu penting, tetapi membekali mereka dengan kekuatan untuk mengelola batin (EQ) adalah syarat mutlak untuk bertahan hidup.