Mohon tunggu...
abednego agung prasetiawan
abednego agung prasetiawan Mohon Tunggu... Freelancer

Trader

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Pintu yang terkunci-bab 2

11 Agustus 2025   16:51 Diperbarui: 11 Agustus 2025   16:51 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

_~ dongenge eyang kakung ~_

*PINTU YANG TERKUNCI*

*BAB 2*
*MALAM PERTAMA*

Malam itu, Rara berbaring di tempat tidurnya, memandangi langit-langit kamar yang remang-remang diterangi sinar bulan yang masuk melalui jendela. Ia ingin tidur, tapi pikirannya melayang jauh, terombang-ambing dalam lautan kenangan yang menyakitkan.

Ia teringat hari itu, hari ketika dunia yang dikenalnya hancur. Perceraian orang tuanya datang seperti badai yang tak terduga. Ia tidak setuju. Baginya, pernikahan adalah sesuatu yang sakral, janji yang diucapkan di hadapan Tuhan seharusnya tak bisa dipatahkan. Namun, sekuat apa pun ia berusaha menahan mereka agar tetap bersama, ia hanya seorang anak yang tak berdaya menghadapi keputusan orang dewasa.

Dalam pemahamannya, perceraian bukanlah sesuatu yang direstui dengan mudah. Tuhan menciptakan pernikahan sebagai persekutuan suci antara dua insan, mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia. Namun, dunia ini telah tercemar dosa, dan dalam beberapa keadaan, perceraian tak terhindarkan. Meski demikian, kehendak Tuhan selalu mengarah pada pemulihan, bukan perpisahan.

Air mata menggenang di pelupuk mata Rara. Ia bertanya-tanya, apakah Tuhan benar-benar mengizinkan ini terjadi? Apakah keluarganya sudah benar-benar hancur? Rasa sedihnya semakin dalam, membuat hatinya terasa kosong dan sunyi.

Namun, kesunyian malam itu tidak hanya berasal dari perasaan hatinya. Ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang mengintai dalam bayang-bayang.

Matanya melirik jam di meja kecil di samping tempat tidur. Pukul 01:47 malam.

Ia menarik selimutnya lebih erat, berharap kantuk segera datang. Namun, tiba-tiba....

Tuk... tuk... tuk...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun