Mohon tunggu...
Abdussalam Bonde
Abdussalam Bonde Mohon Tunggu... Sekretaris - Pelayan Publik, Orang Doloduo Bolaang Mongondow-Sulut

Orang biasa, bukan sispa-siapa, juga bukan apa-apa. Tapi selalu ingin belajar dan berusaha menjadi yang berguna untuk alam dan manusia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keledai, Lambang Ketidak-tawadhu-an dan Pragmatisme

25 Januari 2021   23:39 Diperbarui: 9 Maret 2021   14:27 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semua mahluk ciptaan Tuhan sudah pasti punya ciri khas suara yang berbeda-beda. Disamping berbeda-ada maksud dan pesan yang tersirat dibalik keunikan suara yang dikeluarkan. 

Diantara hewan yang punya maksud dan pesan setiap bersuara adalah Ayam, Anjing, Burung Gagak, dan Toke yang ketika tiba-tiba mereka bersuara diwaktu tertentu, dipercaya ada mahluk halus disekitarnya. 

Walau demikian, semua ciri khas suara hewan-hewan yang ada dapat kita tiru suarannya. Hanya ada satu hewan yang dilarang mengikuti suaraya yakni "keledai" yang diabadikan Allah dalam kitab-Nya. Padahal jika disimak suara keledai terkesan biasa-biasa saja. Lalu apa maksud Allah melarang manusia meniru suaranya keledei lewat berfirman:

"dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai". (Qs. Luqman: 19).

Ternyata suara keledai punya ciri khusus dan sebagai pelajaran bagi manusia untuk tidak meniru suaranya. Sebab suara keledai adalah contoh ketidak-tawadhu-an. Suara Keledai adalah lambang ke-takabbur-an dan pragmatisme.

Keledai tidak sering mengangkat suaranya, kecuali ketika hendak mengekspresikan "rasa lapar" dan ingin "melampiaskan nafsu birahinya". Ketika perutnya keroncongan, ia langsung angkat suara. Dan ketika nafsunya bergejolak, ia akan berteriak sekuat-kuatnya.

Sungguh pragmatis memang suara mahluk Tuhan yang satu ini. Dimana suaranya ternyata hanya terbatas pada urusan perut dan birahinya. Ini yang kemudian Imam Ali Bin Abu Thalib berkomentar: 

"Siapa yang hanya memikirkan masalah perut, maka ia tidak lebih dari apa yang keluar dari perutnya". 

Jika demikian, suara-suara yang skali-skali muncul dalam proses pembangunan adalah "suara keledai" yang pura-pura menyuarakan aspirasi rakyat. 

Karena ia tahu benar bahwa suara rakyat itu adalah "suara Tuhan": besar manfaatnya dalam mengeruk keuntungan. Namun, ketika urusan perutnya selesai, rakyat pun dilupakan. Ketika urusan birahinya terlampiaskan, rakyat pun lepas dari memorinya.

Jika demikian memang, suara keledai benar-benar seburuk-buruk suara dari semua mahluk ciptaan Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun