Mohon tunggu...
ABDURROFI ABDULLAH AZZAM
ABDURROFI ABDULLAH AZZAM Mohon Tunggu... Ilmuwan - Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, Dan Cinta Indonesia
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan pernah lelah mencintai Indonesia dan mendukung Indonesia bersama Abdurrofi menjadikan indonesia negara superior di dunia. Email Admin : axelmanajemen@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Cara Beragama ala Milenial Untuk Jodoh Ideal?

18 Juli 2020   02:34 Diperbarui: 18 Juli 2020   06:58 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Konsep Masker Untuk Fashion Pernikahan  Saat Ini (kapanlagi.com)

Indonesia dalam keseimbangan terdiri dari tiga jenis orang pertama orang radikal kiri yang dibangun oleh komunis, kedua radikal kanan oleh kelompok ekstremis berbasis agama dijadikan teror dan ketiga generasi netral sampai generasi milenial yang cinta Indonesia sebut saja Abdurrofi.

Keseimbangan mulai hilang setelah komunis kelompok sebagai radikal sayap kiri dimusnahkan dengan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme sehingga radikal kanan tumbuh pesat. Generasi milenial adalah sumber penting membunuh parasit (anti-parasit)  di Indonesia baik paham kelompok radikal sayap kanan dan radikal sayap kiri.

Letkol Inf Faisal Amri, S.E., terus mengingatkan kepada anggotanya agar tetap dan terus bersatu dengan komponen Bangsa lainnya untuk menjaga NKRI dari ancaman gerakan radikal kiri maupun kanan. Hal ini disampaikannya dalam Sosialisasi Antisipasi Balatkom (Laten Komunis) dan Paham Radikal. [1]

Radikalisme Kanan (Raka) dan Radikalisme Kiri (Raki) adalah istilah dalam teori radikalisme modern di Indonesia. Untuk radikalisme kanan adalah berlatar belakang agama sehingga lebih spesifik lagi dijuluki terorisme agama. Radikalisme ini ada dalam semua oknum ajaran agama baik Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghuchu maupun Yahudi. Militansi ektremis sayap kanan cenderung dibangun berdasar pemahaman yang keliru terhadap ajaran agamanya untuk kepentingan pribadi ataupun golongan.

Islam merupakan konsep agama yang membawa kesejukan dan kedamaian namun faktanya Islam justru sering disalahgunakan kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan kejahatan dan teror oleh radikal kanan. Hal ini melatarbelakangi Abdurrofi cara beragama ala milenial untuk jodoh ideal. Berikut 7 sinergi sebelum menikah dalam cara beragama ala milenial untuk jodoh ideal :

1. Sinergi Agama dan Nasionalisme

Sejarah mencatat bahwa kebangkitan santri dan umat islam untuk kepentingan nasional dalam resolusi jihad. Sebuah bentuk sosial politik para pemuda dalam menggerakkan semangat nasionalisme untuk mencegah penjajahan hingga tonggak terpenting dengan sumpah pemuda. Sinergi agama dan nasionalisme dibangun oleh generasi muda dalam bingkai Indonesia.

Sumpah pemuda memikirkan negara untuk merdeka dari penjajahan. Generasi milenial secara politis harus memikirkan kebijakan negeri yang pro asing dan tidak. Bagi milenial saat ini memerdekakan dari pengaruh luar negeri agar berdiri diatas kaki sendiri (BERDIKARI). Jangan sampai Indonesia menjadi tools  bagi kepentingan asing atau disebut foreign interest.[2]

Kepentingan nasional untuk BERDIKARI tersebut diikrarkan dengan sebuah sumpah milenial saat ini. Semangat nasionalisme tersebut mengkristal untuk menolak segala bentuk intervensi luar negeri hingga menemukan momentumnya yang tentu saja di prakarsai oleh golongan muda.

Begitu luar biasa Abdurrofi mengangkat sinergi agama dalam kepentingan nasional sebagai moderasi Islam yang terjadi di era masa kini. Teror yang digunakan oknum untuk menyerang negara dan mengubah ideologi Pancasila. Generasi milenial dianggap Abdurrofi sebagai ujung tombak  keutuhan NKRI. Dua genarasi yang menjadi jodohmu pertama generasi yang milenial  cerdas untuk kepentingan nasional sedangkan berbeda dari generasi keras dalam kelompok radikal jadi kelompok kedua.

2. Sinergi Agama dan Kebhinekaan

Milenial mulai menjadi objek propaganda informasi tentang Islam hingga tahun 2020. Propaganda berada dipuncak keemasan teror dan bom bunuh diri. Tidak sedikit akibat propaganda adalah pemikiran menolak perbedaan. Perbedaan dianggap sebuah masalah sehingga harus dimusnahkan dengan jihadisme. Banyak pemahaman keliru dari makna jihad sendiri. Ruang kebhinekaan harus dibuka menurut Abdurrofi.

Jihad itu bukan diartikan memusnahkan perbedaan tapi jihad itu memusnahkan ego diri dalam perbedaan dalam Indonesia. Sebuah kebijaksanaan timbul bagi orang yang jihad memusnahkan ego diri untuk membuka ruang perbedaan "kebhinekaan".[3]

Sinergitas Agama dengan kebhinekaan menuntut seorang Abdurrofi yakni milenial mampu menyikapi sebuah perbedaan dengan pikiran sejuk. Seorang milenial agar mampu menahan ego dalam artian bahwa apa yang menjadi perbedaan dari tiap-tiap agama maupun aliran tidaklah perlu disama-samakan, dan apa yang menjadi persamaan diantara masing-masing bukan kebetulan. Meskipun ini berbeda adalah filter dari propaganda kelompok radikal agar tidak terjadi perang berdasarkan agama.

3. Sinergi Agama dan Kemanusiaan

Sinergi Agama dalam peraturan dan keserasian hidup untuk kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Generasi milenial mengembangkan empati kepada sesama manusia apapun latar belakangnya. Hati yang penuh kasih dan sayang merefleksikan generasi milenial yang penuh pengertian. Berbeda dengan kasus bom meledak di tiga gereja menurut Abdurrofi tidak sinergi dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Pada tahun 2018 Bom meledak di tiga gereja, kantor polisi, dan rumah susun di Surabaya dan Sidoarjo Jawa Timur dalam rentang waktu yang berdekatan. Rentetan ledakan bom di Surabaya pada Mei 2018 lalu mengungkap modus baru terorisme, yakni menyertakan istri dan anak-anak kandung pelaku. Kekejian ini menyentak publik Indonesia dan dunia.[4]

Banyak kasus bom dan tindakan teror tidak berdasarkan konsep martabat manusia dan konsep Islam adalah Rahmatan lil ‘Alamin sebagai agama kasih. Islam mencintai perdamaian dan keadilan telah ternodai oleh oknum agamawan takfiri. Agamawan takfiri adalah sebutan bagi seorang beragama Islam yang menuduh orang-orang Islam lainya sebagai kafir dan murtad sehingga menjadi dasar untuk perang dan pembunuhan.

Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan dan teror di dunia. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan global, pemahaman tentang ego iman dibangun radikalisme oleh kelompok agamawa takfiri. Sesama Islam aja dibunuh apalagi mereka yang tidak beragama Islam, pemahaman takfiri yang lahir dari kedangkalan ilmu agama, sempit berpikir dan fanatisme golongan sampai lupa nilai-nilai kemanusiaan.

4. Sinergi Agama dan Demokrasi

Sinergi agama dan demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas tugasnya. Konsep demokrasi yang tercermin ditegakkan amar ma’ruf nahi munkar bagi semua dan konsep perwakilan manusia di bumi menjadi pemimpin.

Ketika Tuhan memutuskan untuk menjadikan seorang manusia sebagai pemimpin di muka bumi. Maka, para malaikat bertanya, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan manusia itu pemimpin di bumi. Apakah Engkau hendak hendak menjadikan itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?''

Tuhan berfirman, ''Sesungguhnya Saya maha mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.''[5]

Malaikat tidak mengetahui bahwa manusia tidak hanya bersifat destruktif tapi juga konstruktif. Demokrasi yang bersinergi dengan agama dalam bingkai nilai ketuhanan yang maha esa di Indonesia menunjukkan komitmen moral yang konstruktif. Menurut (Abdurrofi:2020) Seseorang pemimpin Indonesia untuk masyarakat yang plural dan pro terhadap kebijakan baik. Maka benar bahwa Tuhan Maha mengetahui dibandingkan malaikat.

Generasi milenial melihat realitas empiris masyarakat Islam di Indonesia tidak hanya kompatibel dengan demokrasi tapi kompatibel menolak segala bentuk tindakan kejahatan termasuk teror dan paham teroris. Ini konstruktif untuk bersinergi antara agama dan demokrasi. Generasi milenial cerdas dalam memahami sinergi agama dan demokrasi.

5. Sinergi Agama dan Komedi

Sayangnya, Islam yang kaku menolak premis awal yang menjanjikan itu kebahagiaan dalam komedi karena kehilangan fokus di tengah adukan plot radikalisme dan terorisme. Di akhir hayatnya, komedian tidak harus menyinggung agama ini justru alami menyinggung realitas sosial memilukan membuat tawa.

Generasi milenial bisa tertawa dalam kondisi seperti tak ada seorang pun mengelola derita menjadi tawa kecuali dalam komedi. Komedi adalah cara terbaik meringankan beban hidup seseorang ketika tidak memiliki materil untuk berbagi kebahagiaan. Abdurrofi menjelaskan penting menjadi bertakwa dan membuat mereka yang sedih menjadi tertawa. Komedi itu baik berdasarkan niat tulus untuk membuat orang-orang bahagia.

Orang yang bertakwa bisa membuat saudara sebangsamu tertawa, itu baik. Bila tak mampu dengan komedi berikan bantuan materil. Bila tidak mampu keduanya diam dan jangan berikan teror dan bom bunuh diri.[6]

Pesan Abdurrofi sesuai pesan Dari Rasulullah bersabda: "Barang siapa yang membantu seorang Muslim dalam suatu kesusahan di dunia, maka Allah akan menolongnya dalam kesusahan pada Hari Kiamat. Dan barang siapa yang meringankan beban seorang Muslim yang sedang kesulitan, maka Allah akan meringankan bebannya di dunia dan akhirat"[7].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun