Saya mengajak pembaca untuk berpikir dan bertindak untuk memaafkan masa lalu yang mengecewakan terutama krisis ekonomi 1998 hingga inflasi pada saat itu mencapai 600% sehingga pada tanggal 13 Desember 1965.Â
Pada era reformasi semua memiliki masa lalu kelam akan terulang. Apakah kita akan melakukan kekerasan seperti orangtua dahulu atau kita menyetop warisan kekerasan selama krisis.
Keberatan lain yang terkenal sekarang ini pada tahun 2021 dalam analis riset pasar dan konsultan kebijakan publik Abdurrofi Abdullah Azzam mengajak para anak yang membaca tulisan ini.
Sebuah konsekuensi dari pekerja, pegawai, buruh dan proletar lainnya sebagai antisipasi badai resesi yang sedang melanda berpotensi depresi ekonomi.
Pemikiran inilah yang kemudian dijadikan dasar penalaran usaha mikro kecil menengah (UMKM). Pemikiran ini mentransformasikan fenomena sosial berorientasi menjadi buruh (proletar) dibahas dalam UU tersebut.
Untuk memastikan segala regulasi yang menghambat ditiadakan masyarakat menjadi kaum borjuis. Saya menyatakan ingin agar kedua entitas tersebut mendapatkan keadilan dan perlindungan kemudahan berusaha.
Menyelami fenomena kekecewaan anak tahun 2021 terjadi pada masyarakat kota yang tergantung pada industri. Coba pembaca bayangkan bila Industri tutup karena lockdown total.Â
Orangtua mengalami pemutusan hubungan kerja anak-anak menjadi korban kekerasan rumah tangga hingga mereka kecewa tidak mendapatkan masa anak-anak yang ideal.
Fenomena sosial ini tidak terjadi di desa-desa karena mereka tidak bergantung pada industri. Mereka bergantung pada pertanian, peternakan, dan perkebunan. Masyarakat desa tetap bahagia karena mereka bisa bekerja mengelola kebutuhan desa.
Hasil kajian sosiologi ini menandakan bahwa sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan merupakan sektor yang tangguh selama krisis. Apalagi saat ini bisa dikombinasikan dengan sistem digital dan UMKM.Â
Kita akan balik haluan dari pembangunan fokus ke kota kembali lagi ke desa digital dengan zaman society 5.0. Ini masa depan Indonesia.