Mohon tunggu...
Abdu Rozaqi
Abdu Rozaqi Mohon Tunggu... - -

Stay Foolish, Stay Hungry

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Bilang Tentara Tidak Boleh Berpolitik?

27 September 2017   16:26 Diperbarui: 27 September 2017   16:35 2704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Panglima TNI Gatot Nurmantyo sebenarnya telah lama berambisi membuat institusi TNI agar diberikan haknya berpolitik dan terjun langsung ke dalam panggung perpolitikan tanah air. Panglima TNI Gatot Nurmantyo juga berharap bahwa suatu saat nanti anggota TNI diberikan haknya secara sah untuk berpolitik. Pernyataan itu keluar sendiri dari Panglima TNI Gatot Nurmantyo saat hadir dalam acara "Satu Meja" di Kompas TV pada Awal Oktober 2016 silam. Mengapa Panglima TNI sangat ingin membuat institusi TNI untuk terlibat langsung dalam politik praktis? Menurutnya, saat ini prajurit TNI seperti warga negara asing karena walaupun prajurit TNI adalah Warga Negara Indonesia, namun mereka tidak memiliki hak politik sama sekali untuk memberikan suaranya dalam pemilu. Inilah yang menjadi landasan awal pemikiran Panglima TNI untuk secara pelan-pelan membuat TNI lebih dekat ke dalam politik.

Panglima TNI Gatot Nurmantyo memiliki pandangan bahwa sebenarnya sudah saatnya Tentara Nasional Indonesia berpolitik, walaupun masyarakat sipil dari dulu sangat mengkhawatirkan hal tersebut. Menurut pandangan sipil dan masyarakat awam, bahwa jika TNI berpolitik, maka nantinya dikhawatirkan institusi tersebut akan menjadi terpecah belah, dan konflik internal semakin tidak bisa dihindarkan akibat perpecahan internal TNI akibat tarik-menarik kekuasaan politik. Jika hal itu terjadi, maka TNI sebagai kekuatan terakhir pertahanan kedaulatan negara akan mengalami goncangan internal dan fokus mereka tidak lagi menjaga kedaulatan negara melainkan berfokus merebut kekuasaan politik. 

Nah, di negara maju seperti Amerika Serikat, seorang tentara aktif nyatanya dapat berperan besar dalam memajukan iklim demokrasi dengan lebih berperan aktif di panggung politik. Dengan melakukan hal itu, ibaratnya tentara AS tidak lagi merasa terasingkan dari dunia politik, tidak dianaktirikan oleh negara sendiri, serta membuat mereka tetap dapat berperan memajukan bangsa dan negara tanpa dengan cara-cara sipil (politik). 

Tentara Amerika bahkan dapat secara resmi mendaftarkan diri, melakukan haknya mencoblos dalam pemilu, serta dapat menyampaikan pendapat pribadinya terhadap calon pasangan tertentu yang tentu saja tidak mewakili pendapat resmi institusi militernya. Itu diperbolehkan dan tidak ada larangan bahwa tentara tidak boleh berpolitik. Jika ada yang mengkhawatirkan bahwa nantinya tentara tidak lagi berfokus menjaga kedaulatan, buktinya, Tentara AS sangat fokus malahan menjaga tiap jengkal kedaulatan negaranya dan selalu siap tempur setiap saat. Tidak ada masalah yang berarti, jika ada pun, itu hanyalah masalah-masalah teknis yang tentu saja bisa dicari jalan keluarnya. Dengan terlibatnya militer dalam panggung politik, berarti negara mengakui haknya bukan hanya sebagai warga negara, dan tentara aktif, tetapi juga mengakui haknya untuk memberikan suara dalam politik. 

Di Amerika Serikat, baik National Guard (Tentara Garda Nasional), Army (Angkatan Darat), Navy (Angkatan Laut), Airforce (Angkatan Udara), US Sheriff, US State Trooper, US Police, SWAT Police, Pejabat intelijen, dan aparat negara lainnya berhak memberikan suara mereka dalam panggung politik. Ketika hari pencoblosan mereka dapat mencoblos tanpa mengenakan seragam resmi militer. Mereka harus ke tempat pencoblosan memakai pakaian sipil dan menggunakan identitas sipil, bukan Kartu Tanda Anggota. Selama ini baik-baik saja, tidak ada masalah. Tidak ada kontroversi dan sebagainya. Jika ada tentara yang melanggar, silahkan ditindak melalui peradilan militer. Tentunya harus dibuat dulu UU militer baru tentang penyalahgunaan berpolitik tentara. 

Jika UU nya saja tidak ada, nantinya jika TNI menyalahgunakan wewenangnya, tidak ada dasar hukum yang jelas untuk menghukum mereka. Jika di Amerika tentara aktif bahkan dapat berkampanye, menurut saya TNI dapat mencoblos tapi tidak diberikan haknya untuk berkampanye politik. Karena budaya sosial masyarakat Indonesia sangat berbeda dengan Amerika Serikat yang masyarakatnya dari segi SDM sudah maju dan dewasa. TNI dapat mencoblos saat pemilu dan menggunakan haknya, namun mereka dilarang berkampanye secara terbuka di ruang publik. Tapi masih dapat berkampanye di dalam internal institusi mereka.

Jika kita berbicara tentang Indonesia, Indonesia merupakan negara yang sangat tertinggal jauh dalam hal ini. Indonesia yang katanya merupakan negara hukum dan demokrasi faktanya telah gagal dalam menjalankan iklim demokrasi yang sejuk dan adil. Sejak era Orde Baru, era Presiden SBY dua periode, dan hingga kini era pemerintahan Jokowi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tentara seperti dianak-tirikan dan dilarang untuk berpolitik padahal TNI juga merupakan Warga Negara Indonesia yang sah dan harus terlibat dalam politik untuk memajukan kemajuan demokrasi. 

Jika TNI terus-terusan diasingkan dan tidak diberikan haknya berpolitik, wajar saja jika Panglima TNI Gatot Nurmantyo sering mengutarakan kegeramannya terhadap sikap paranoid masyarakat dan pejabat pemerintahan sipil terhadap peran serta aktif TNI dalam politik. Seolah-olah ada yang salah dengan hal itu. Ingat, politik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem negara demokrasi. Semua aparat negara wajib memberikan hak suara mereka untuk berpolitik dan bahkan dapat mengutarakan opini mereka terhadap kandidat tertentu, tentunya opininya tersebut tidak mewakili pendapat resmi institusinya. 

Jika anda mengatakan bahwa nantinya tentara tidak akan fokus menjaga keutuhan NKRI dan TNI akan terpecah belah, itu sebenarnya hanya ketakutan saja, sikap paranoid masyarakat yang belum berkembang. Buktinya Amerika bisa kok menerapkan hal itu? Masyarakat disana sudah sangat dewasa menyikapinya. Apakah ada riset kalau tentara yang berpolitik nantinya tidak akan fokus menjaga keutuhan NKRI? Apa ada kajiannya terkait masalah itu? Ataukah hanya ketakutan dan asumsi semata? 

Yang jelas masyarakat Indonesia sama sekali tidak dewasa terhadap masalah-masalah seperti ini. Yang ditaati hanyalah UU dan peraturan yang lama, yang sama sekali tidak mengikuti perkembangan global, jadinya negara Indonesia jadi terasingkan dengan UU yang kaku dan lama, yang tidak selaras dengan iklim demokrasi yang maju di kancah internasional. Jika ada yang menyebut bahwa UU nya sudah ada dan harus dipatuhi, so, mengapa UU nya tidak dirubah jika benar-benar Indonesia menerapkan sistem demokrasi? Mengapa masih tetap berpegang teguh sama aturan lama yang kaku? 

Ini yang membingungkan, ketidakdewasaan masyarakat, masyarakat memiliki wawasan dan ilmu yang kurang terbuka, masyarakat yang tidak mengikuti perkembangan global, serta ironisnya, hampir semua komponen pemerintahan kok mau patuh saja terhadap UU padahal ada banyak sekali UU di Indonesia yang amburadul, saling tumpang tindih, dan ada banyak juga yang harus direvisi. Kemana DPR? Bahkan revisi UU anti-terorisme yang selalu didesak Presiden Jokowi dalam dua tahun terakhir ini untuk segera dirampungkan hingga sekarang belum dikerjakan DPR lantaran mereka sibuk membela pemimpin DPR yang terlibat korupsi. Ironis memang negeri ini. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun