Dalam buku Optimisme is Power, saya menulis:
"Kegaduhan adalah tanda energi. Tapi energi tanpa arah hanya menimbulkan kelelahan kolektif."
Hal yang sama berlaku bagi pemerintahan ini: stabilitas saja tidak cukup.
Kita butuh arah inovasi yang jelas dan berkelanjutan.
Popularitas tidak bisa menggantikan produktivitas.
Kebijakan publik harus kembali berpijak pada data, bukan drama.
Dan komunikasi pemerintah perlu menghidupkan optimisme rasional,
bukan sekadar euforia sesaat.
Tantangan Setahun ke Depan
Tahun pertama adalah masa adaptasi,
tapi tahun kedua harus jadi masa percepatan dan konsolidasi.
Ekonomi butuh kejelasan arah, sosial butuh rasa percaya,
dan rakyat butuh bukti bahwa negara hadir dengan pikiran jernih, bukan reaksi impulsif.
Untuk itu, pemerintah perlu berani melawan logika tren dan kembali ke rule of thought ---
kebijakan yang disusun dengan riset, bukan retorika.
Optimisme sebagai Daya Bangsa
Kita hidup di era di mana yang viral lebih cepat dari yang vital.
Namun bangsa ini tidak boleh kehilangan fokusnya.
Optimisme harus dijaga, tapi dengan kesadaran, bukan kepolosan.
Satu tahun pemerintahan Prabowo--Gibran memberi pelajaran penting:
bahwa pembangunan tak bisa diserahkan pada algoritma,
dan kepercayaan publik tak bisa dibangun dengan trending topic.
"Optimisme adalah daya, bukan sekadar doa.
Karena yang viral akan lewat,
tapi arah yang benar akan tetap abadi."