Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sego Golong dan Food Estate, Dari Kearifan Lokal Menuju Kedaulatan Pangan Nasional

3 April 2025   21:07 Diperbarui: 3 April 2025   21:15 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam budaya Jawa, makanan tidak sekadar pengisi perut. Ia hadir sebagai ekspresi kearifan lokal dan menjadi penghubung antara manusia, alam, dan nilai spiritual. 

Aneka hidangan tradisional seperti nasi, bubur, ketupat, hingga umbi-umbian seperti singkong dan talas (polo pendem) menyiratkan filosofi kehidupan yang sederhana namun dalam. 

Mereka mencerminkan keselarasan antara manusia dengan tanah tempat berpijak, serta mengajarkan makna kesederhanaan, adaptasi, dan hidup lurus.

Salah satu sajian yang kaya makna adalah Sego Golong---nasi putih yang dibentuk bulat. Kata "golong" berarti tekad bulat atau kebersamaan dalam satu golongan. 

Hidangan ini menyimbolkan kebulatan niat, persatuan, dan kesetaraan. Dalam masyarakat Jawa, bentuk bulat mengandung pesan tentang keutuhan hati, keselarasan antara raga dan jiwa, serta tekad yang mantap dalam menempuh tujuan hidup.

Dalam Serat Centhini, Sego Golong tercatat sebagai bagian dari berbagai ritus kehidupan seperti slametan, doa untuk arwah, dan syukuran. 

Biasanya disajikan bersama lauk dan sayur, hidangan ini memperkuat makna keseimbangan dan harapan akan keberkahan hidup. Menariknya, makna ini tetap relevan dalam konteks pembangunan nasional, terutama dalam kebijakan pangan seperti program Food Estate.

Sego Golong bisa menjadi cermin filosofis bagi keberhasilan Food Estate. Program ini tidak seharusnya hanya berorientasi pada produksi massal, tetapi juga perlu berlandaskan pada kebulatan tekad untuk menyejahterakan rakyat secara berkelanjutan. 

Kebijakan pangan perlu berakar pada nilai-nilai lokal yang menghargai harmoni antara manusia dan alam.

Ketahanan pangan sejati hanya bisa tercapai bila program Food Estate mengintegrasikan pertanian, peternakan, dan perikanan sebagai sistem yang saling mendukung secara alami. 

Konsep ini mencerminkan simbiosis mutualisme, di mana tidak ada satu unsur yang mendominasi, melainkan semuanya bekerja bersama menciptakan keseimbangan. Inilah esensi dari pertanian masa depan yang modern namun tetap selaras dengan alam dan spiritualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun