Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penodaan Prinsip Hukum

7 Juni 2020   17:58 Diperbarui: 7 Juni 2020   17:51 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Abdul Wahid

Pengajar Fakultas Hukum UNiversitas Islam Malang

 "The principle is the law of nature that can not be contravened. We may not violate the law, we can only destroy ourselves if we violate that law", demikian ungkap Cecil de Mille, yang menunjukkan, bahwa kehancuran kita berelasi dengan kehancuran prinsip hukum. Ketika prinsip hukum kita hancurkan, kita ibarat mempersilahkan diri kita terjun bebas menuju kehancuran.

Ungkapan itu memerintahkan setiap elemen penegak hukum di muka bumi ini untuk tidak mempermainkan, mengebiri, dan menguliti prinsip hukum. Siapa saja diantara elemen strategis yuridis ini yang terlibat persengkongkolan atau menggalang sindikasi kriminalisasi sistemik untuk meminggirkan prinsip hukum, maka keberlanjutan hidup masyarakat dan negara, niscaya tercabik-cabik.dan menyuratkan beragam kotoran.

Prinsip hukum yang harus dijaga oleh elemen penegak hukum itu adalah kejujuran, kesamaan derajat di depan hukum (equality before the law), kebenaran, dan keadilan. 

Jika prinsip ini bisa dijaga dengan sebaik-baiknya, atmosfir kehidupan masyarakat yang damai, sejahtera, berkeadaban, atau tidak marak praktik homo homini lupus  (manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya), akan terwujud, membumi, dan menyejarah.

Tegak tidaknya prinsip hukum tersebut dapat terbaca dalam vonis yang dijatuhkan oleh hakim saat menangani perkara hukum. Ketika suatu perkara terbilang berat, merugikan masyarakat dan negara, atau bertipe kejahatan istimewa (exstra ordinary crime), ternyata di tangan apparat dipermainkan atau dibuat lebih nyaman karena "dipriorotaskan" (diistimewakan), misalnya di tangan  hakim justru mendapatkan vonis ringan, maka logis saja kalau mengundang gugatan (pertanyaan) keras what wrongs?

Kecurigaan publik terhadap vonis yang dijatuhkan oleh hakim-hakim di negeri ini sangat beralasan, pasalnya tidak sedikit vonis dalam perkara tertentu yang terbilang "mengerikan" seperti kasus korupsi yang dijatuhkan mengandung "kejanggalan" atau "keganjilan".

Dalma menyikapi itu, bagaimana tidak mengundang kecurigaan, perkara korupsi dengan nilai miliaran rupiah hanya divonis dengan hukuman percobaan? Tidak adakah sanksi hukuman berkadar pemberatan kepada koruptor yang terurumus dalam norma yuridis kita?

Tidak salah kalau kemudian ada sebagian pihak yang berasumsi, bahwa dunia peradilan ke depan terkena virus yang disebut oleh Alvin Toffler dengan istilah "future shock" atau masa depan gulita, beratmosfir kegelapan, atau jauh dari mencerahkan akibat sepak terjang elit penegak hukum yang terjerumus menghalalkan pembantaian bekerjanya sistem hukum yang egaliter, berkeadilan, dan berkejujuran. 

Hukum di tangan para penggede  hukum ini justru dikorbankan oleh atau demi target kepentingannya, sehingga norma yuridis yang obyektif gagal terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun