Mohon tunggu...
Abdul Muis Karim
Abdul Muis Karim Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir di Makassar. Tinggal di Bekasi. Suka baca buku dan travelling.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Di Tepi Sungai Chao Phraya, Aku Duduk dan Menangis

4 Desember 2017   00:19 Diperbarui: 5 Desember 2017   00:36 2985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (shutterstock)

Marco, pria Italia kelahiran Malta dengan hidung yang sangat bangir. Hanya itu yang kuingat jelas dari kisah hidupnya yang serampangan, selain mantan pecandu narkoba dan nyaris digorok di Sisilia. Dia mengajariku banyak hal untuk kepalaku yang masih kosong, khususnya Bahasa Inggris. Aku hanya lulusan SD. Mana tahu aku apa itu "I love you" jika bukan Marco yang mengajariku. Setiap kali kami bertemu, dia bercerita buku-buku, dan edisi terkini majalah pria. Dia bahkan membawakanku majalah itu. Ketika aku berkata,"Apa memang perempuan-perempuan di sana gemar telanjang?" Dia mengatakan,"Jika yang kau maksud di majalah itu, mereka melakukannya dengan sukacita. Tapi perempuan-perempuan di rumah sama beradabnya dengan dirimu."

Aku suka kehadiran Marco. Setidaknya sekali dalam empat bulan kapalnya merapat. Dia mengangkut cokelat dan cengkeh, mengirimnya ke Singapura dan disana dipindahkan ke kapal lebih besar. Aku yakin dia tidak berbohong, karena aku tidak menemukan sama sekali alasan kenapa dia harus berbohong. Lagipula, aku tidak peduli meskipun dia berbohong. Yang paling penting adalah dia ada disini, dikunjungannya yang mungkin sudah yang ke sepuluh kali atau dengan kata lain sudah lebih tiga tahun. Hari ketika dia mengutarakan isi hatinya, aku dibuat mabuk kepayang. Siapalah aku ini dibanding asuhan Benny yang bening-bening itu? Kau boleh mabuk Marco, tapi tidak untuk hal seperti ini, batinku.

"Basse, aku serius. Aku mencintaimu. Aku tidak memerlukan alasan untuk mencintaimu."

Sejak itu aku tahu bahwa seseorang tidak memerlukan alasan untuk jatuh cinta. Aku sama sekali tidak tahu bentuk cinta itu seperti apa. Di kampung, pernikahan tidak pernah sama sekali dihubung-hubungkan dengan pertanyaan apakah pasangan itu saling mencintai. Mereka hanya menikah hari itu, besoknya ke sawah, dan beberapa bulan kemudian melahirkan, lalu anaknya ikut pula ke sawah beberapa tahun kemudian. Aku tidak tahu apa itu cinta sebelum Marco membawa padaku dengan bungkusan yang sangat indah: wajah rupawan, pribadi yang lemah lembut dan uang yang melimpah. Aku biasanya menemukan hal itu di orang yang berbeda, namun dalam diri Marco, aku menemukan ketiga-tiganya.

Di tahun ke-empat aku bekerja di Heaven, utang ayahku di Haji Barani sudah lunas. Akupun sudah membelikan beberapa kuda untuk modal. Tapi ayahku sudah tidak kuat lagi. Ditambah kebiasaannya merokok, dadanya nyaris rontok. Sekali batuk, seolah-olah air dari lambungnya terkuras habis. Otomatis, ibuku yang mengambil alih peran ayah. Ibu hanya bisa menjual gorengan di sekolahan. Urusan adikku, menjadi tanggunganku. Di masa itulah, Marco membisikkan sesuatu di telingaku. Sesuatu yang rasanya melempar aku ke bulan.

"Kita akan menikah dan kau akan keluar dari Heaven."

Namun, di tengah ombak kebahagian itu, segera nada pupus menyergap, seiring dengan kewarasanku yang muncul.

"Marco, tapi agamamu Kristen atau aku bahkan tidak tahu apa agamamu. Itu bukan hal mudah."

Ayahku memang bukan orang alim, tapi dia tahu mana batas-batas penting. Marco tidak akan pernah diterima orang tuaku. Dan jika kami kawin lari, selamanya aku tidak akan bisa pulang. Bagaimana nasib adikku?

"Aku bisa memeluk Islam, Basse"

"Jangan bodoh, kau pikir pindah agama itu persoalan gampang?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun