Mohon tunggu...
Abdul Latif
Abdul Latif Mohon Tunggu... An-Najm Travel Indonesia

FAT!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hijau Sawah, Adil Laporan: Islamic Accounting sebagai Pilar Kesejahteraan Petani

24 September 2025   11:03 Diperbarui: 24 September 2025   11:03 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Gambaran ekonomi makro juga memperkuat argumen ini. Pada triwulan-triwulan tertentu 2024--2025, subsektor pertanian menunjukkan pertumbuhan yang signifikan---menandakan bahwa potensi produksi ada---tetapi paradoksnya, petani di tingkat hulu tidak selalu menikmati kenaikan pendapatan yang sepadan. Ketidakseimbangan margin antara harga di tingkat petani (gabah) dan harga konsumen (beras) menyingkap adanya kebocoran nilai tambah di rantai distribusi. Dengan laporan produksi yang bisa dipercaya, pembuat kebijakan dapat menelusuri titik-titik kebocoran dan merancang intervensi yang lebih tepat---misalnya memperkuat pasar lokal, menyusun cadangan pangan berbasis data real-time, atau merancang skema pembelian pemerintah yang pro-petani.

Praktik pembiayaan syariah memberi peluang konkret jika dipadukan dengan pencatatan yang rapi. Seperti disebutkan, modal syariah di perbankan tumbuh dan tersedia untuk disalurkan; masalahnya adalah kelayakan administrasi di level petani. Produk-produk seperti musyarakah (bagi hasil modal dan pengelolaan) atau murabahah (pembelian barang dengan margin yang transparan) dapat dirancang khusus untuk kebutuhan modal tahun tanam dan panen. Namun agar produk ini bekerja adil, diperlukan basis data yang dapat diverifikasi: neraca sederhana, catatan pembayaran, laporan panen. Islamic Accounting menjadi syarat teknis sekaligus syarat moral agar pembiayaan syariah benar-benar menolong bukan memiskinkan.

Peran zakat produktif juga layak mendapat perhatian. Data BAZNAS 2024 menunjukkan pengumpulan dan penyaluran zakat yang meningkat; kalau dialihkan sebagian ke program produktif yang dilengkapi akuntansi syariah, potensi pengentasan kemiskinan pedesaan akan lebih terukur dan berkelanjutan. Zakat yang ditanam sebagai modal usaha dengan laporan yang benar bisa tumbuh, menambah kapasitas produksi, dan memberi efek berganda pada perekonomian lokal. Tanpa catatan yang robust, zakat tetap jadi kebaikan sesaat; dengan catatan, zakat menjadi investasi sosial yang bisa dipertanggungjawabkan.

Kita juga harus realistis mengenai kendala: resistensi budaya terhadap pencatatan, biaya implementasi pelatihan, dan kebutuhan adaptor teknis yang mengubah standar DSAS menjadi format lapangan yang ringan. Untuk mengatasi resistensi budaya, selain training teknis perlu pendekatan nilai---menunjukkan bahwa pencatatan bukan sekadar administrasi, melainkan wujud amanah dan bentuk ibadah sosial yang memuliakan petani. Untuk masalah biaya, skema berbagi biaya antara pemerintah, donor, dan lembaga zakat dapat dirancang; bukti awal dari koperasi yang berhasil dapat digunakan sebagai pilot agar investor dan bank yakin.

Contoh konkret pilot project dapat menjadi jalan cepat. Misalnya, sebuah koperasi tani di satu kabupaten dengan 1.200 anggota bisa dijadikan lokasi uji: penerapan buku kas syariah sederhana, pelatihan tiga bulan untuk bendahara, integrasi dengan aplikasi mobile untuk pencatatan panen, serta pengujian akses pembiayaan musyarakah dari bank syariah lokal. Dalam satu musim panen, koperasi tersebut akan menghasilkan laporan yang dapat diaudit secara internal; keberhasilan kecil seperti peningkatan pendapatan rata-rata anggota atau penurunan biaya pembiayaan dapat menjadi bukti empiris untuk skala besar.

Secara normatif, implementasi ini juga sejalan dengan ajaran Ilahi. Surah Al-Baqarah 282 menegaskan pentingnya pencatatan, dan Surah Al-Muthaffifin memperingatkan mereka yang curang dalam ukuran dan timbang. Islamic Accounting bukan sekadar teknik; ia adalah pengaplikasian prinsip-prinsip moral ini dalam kehidupan ekonomi sehari-hari, sehingga aktor paling rentan---petani kecil---mendapat perlindungan melalui transparansi. Ketika laporan menjadi jujur, hak akan didapat; ketika zakat dilaporkan, manfaat akan terukur; ketika pembiayaan berbasis syariah didasarkan pada data, modal akan sampai kepada yang benar-benar produktif.

Hari Tani 24 September 2025 harus menjadi momentum perubahan---bukan hanya seremonial, tetapi aksi sistemik. Pemerintah pusat dan daerah perlu membuat peta jalan implementasi Islamic Accounting untuk agraria: pembuatan modul pelatihan, pembiayaan untuk pilot project, insentif bagi koperasi yang patuh, serta integrasi dengan sistem statistik pertanian nasional. Lembaga profesi akuntan syariah dan universitas berkewajiban merancang kurikulum dan sertifikasi lapangan, sedangkan lembaga zakat harus menerapkan kebijakan penyaluran berbasis laporan yang dapat dipertanggungjawabkan. Semua pihak harus sepakat: data itu ibarat sawah kedua---tanpa data sehat, panen kebijakan akan gagal.

Akhirnya, gagasan besar ini sederhana namun mendasar: hijau sawah tidak cukup; hijau laporan juga mesti diwujudkan. Kesejahteraan petani tidak hanya soal menaikkan harga di pasar; itu juga soal memastikan setiap langkah produksi, setiap rupiah pembiayaan, dan setiap bantuan sosial tercatat, dianalisis, dan diperbaiki. Islamic Accounting menawarkan jembatan antara doa di sawah dan angka di laporan---antara etika agama dan realitas ekonomi. Jika kita serius menjadikan pertanian landasan ketahanan nasional, maka dimulainya transformasi akuntansi pertanian adalah kewajiban moral dan strategis.

Mari, pada Hari Tani ini, bukan hanya memberi pujian kepada mereka yang membajak dan menanam, tetapi juga memberi mereka alat dan hak untuk mencatat, menuntut, dan memperoleh bagian yang adil dari nilai yang mereka hasilkan. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya sekadar menambah tonase produksi, tetapi menumbuhkan kesejahteraan yang hakiki: adil, terdokumentasi, dan diberkahi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun