Belum selesai kasus itu, publik pun kembali dibuat menjerit. Tentu saja, karena mahar yang sudah kerap dilakukan para koruptor di daerah kini dilakukan di level yang lebih tinggi, yaitu pencalonan cawapres Sandi. Apa yang dilakukan Sandi jelas merupakan sebuah ancaman bagi masa depan demokrasi di Indonesia saat ini.Â
Kalau di level tertinggi (pemimpin negara) saja sudah mencontohkan mahar, jangan heran kalau di level provinsi dan kabupaten praktik itu akan semakin dianggap lumrah nantinya. Kepentingan rakyat pun semakin tidak dijadikan pertimbangan para pemimpin. Karena bagi mereka yang penting "wani piro"? Partai saya dapat berapa? Untuk golongan saya dapat berapa? Elektabilitas sudah tidak diperhatikan, karena mereka percaya dengan uang, masyarakat bisa dibeli. Serendah itu mereka memandang kita, rakyat yang pagi-sore bekerja untuk menyambung hidup. Â
Sandi adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Melihat track record Partai Gerindra dari kasus mahar La Nyalla, apa yang dilakukan Sandi tidak mengejutkan memang. Bagi mereka, uang adalah nomor satu di dalam prestasi demokrasi saat ini. Masalahnya, Sandi itu saat memberikan mahar ke PKS dan PAN masih berstatus sebagai Wagub DKI alias pejabat negara.Â
Dalam UU No 31 Tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, apabila pejabat negara terlibat dalam praktik pemberian uang atau janji demi memperkaya/menguntungkan dirinya sendiri atau korporasi yang itu akan menimbulkan kerugian negara, maka pejabat itu dapat dipidana. Dari mana asal uang Sandi pun perlu ditelusuri karena jumlah Rp 500 miliar untuk PKS dan PAN adalah jumlah yang fantastis. Apakah itu ada deal terkait dengan proyek pembangunan yang termaktub dalam APBD di DKI?
Seharusnya, jika KPK tidak ingin dikatakan pilih kasih, KPK turun untuk menyelidiki kasus ini, apalagi semua prasyarat memenuhi. Sandi pejabat negara, jumlah uangnya pun lebih dari Rp 1 miliar.Â
Selain itu, dugaan para pengamat politik bahwa uang mahar Sandi berasal dari para konglomerat asing perlu juga dipertimbangkan. Seperti yang kita ketahui, tiba-tiba Sandi sebagai Wagub (menggunakan APBD DKI) melakukan kunjungan ke luar negeri ke Amerika (24-30 Juni 2018) dan Rusia (1-3 Agustus 2018). Di periode itu, lobby-lobby para parpol untuk menentukan capres dan cawapres tengah berada di masa-masa puncaknya (mendekati masa akhir pendaftaran tanggal 10 Agustus 2018).Â
Sandi diduga berkeliling melakukan deal-deal politik dengan investor di Amerika dan Rusia, khususnya terkait bisnisnya karena ia memiliki kewenangan sebagai wagub dan itu akan menjadi lebih kuat ketika ia terpilih menjadi wapres. Sebagai pebisnis, Sandi paham betul bagaimana cara menjual aset agar keuntungan pribadi didapat, termasuk aset negara yang kini mulai ia deal kan. Pemberian janji ini harus bisa KPK usut, walaupun harus berhadapan dengan para taipan kelas dunia.
Lantas, bagaimana dengan PAN dan PKS? Partai yang mendeklarasikan sebagai partai umat Islam dan membawa nafas Islami dalam setiap langkah politiknya. Mungkinkah mereka berani mengingkari ayat Qur'an dengan berbohong atau mencuri uang rakyat? Apakah mereka berani menggadai aspirasi umat dengan mahar senilai Rp 500 miliar. Bagi saya, tidak sulit untuk menjawab itu. Ketua Umum PAN adalah Zulkifli Hasan yang kini menjabat sebagai Ketua MPR. Di dunia Internasional, Zulkifli yang pernah menjabat sebagai Menteri Kehutanan di era SBY pada tahun 2009-2014 dikenal sebagai pejabat "penjual" lahan.
Greenomics Indonesia mengatakan, Zulkifli menjadi menteri pemberi izin pembukaan kebun terluas kepada kalangan pebisnis dengan 1,64 juta hektare, atau 25 kali lipat luas DKI Jakarta. Pembukaan lahan yang dilakukan jor-joran diduga menjadi penyebab utama maraknya terjadi bencana longsor atau kebakaran hutan. Di kalangan aktivis, sudah jadi rahasia umum, kalau dalam proses pemberian izin peggunaan lahan, selalu ada uang pelicin bagi menteri. Zulkifli patut ditelusuri KPK dalam hal ini.Â
Kalau lingkungan hidup saja berani digadai, sangat logis jika PAN yang diketuainya mau menerima mahar Rp 500 miliar untuk pencalonan Sandi. Apalagi, baru-baru ini Zumi Zola, Gubernur Jambi non aktif yang merupakan kader PAN yang ditangkap KPK mengaku, dana gratifikasi yang diperolehnya juga digunakan untuk setor ke pengurus PAN di Jambi dan Jakarta.Â
Tidak hanya itu, semua keluarga Zulkifli Hasan yang semuanya kader PAN dan menjabat sebagai pejabat negara pun tersangkut kasus korupsi. Zainuddin Hasan, Bupati Lampung Selatan yang merupakan adik kandung Zulkifli baru-baru ini di OTT KPK terkait dugaan korupsi proyek infrastruktur. Dua adik Zulkifli, yaitu M Hazizi (DPRD PAN Lampung 2014-2019) dan Helmi Hasan (Walikota Bengkulu) tidak luput atas kasus korupsi.