Mohon tunggu...
Abd Rahman Hamid
Abd Rahman Hamid Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat Ilmu

Sejarawan

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Satu Dekade Menjadi Korwil PKH

1 Juni 2020   14:21 Diperbarui: 2 Juni 2020   07:54 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah itu, saya juga tidak tau apa korelasinya dengan tes hari itu, seorang penguji melanjutkan pertanyaan. Kali ini mengenai sebuah buku yang (sengaja) saya selipkan dalam berkas lamaran, atas saran ketua panitia yang tak lain ialah Kepala Bidang Linjamsos Dinsos Provinsi Sulsel, Syakhruddin DN, tiga hari sebelum ujian (29 Maret 2010). Judulnya, Qahhar Mudzakkar di Persimpangan Jalan? Dia bertanya mengenai isi buku itu. Tentu saya itu tidak sulit menjawabnya, karena buku itu berasal dari tugas akhir pertama (skripsi) saya. Suasana tempat wawancara seperti ujian skripsi. Bagaimana penilaian Anda mengenai Qahhar Mudzakkar? Begitu kira-kira satu pertanyannya. Saya menjawab dengan penuh semangat, diesertai keterangan sumber sejarah yang saya gunakan.  Pada bagian akhir, saya sendiri bingung, dan mulai menduga bahwa mungkin saya tidak pantas untuk pekerjaan ini, sehingga ditanya mengenai issu di luar alur tugas yang akan saya emban bila kelak lulus. Dalam hatiku, sudahlah, yang penting saya sudah menjawab. Soal relevasinya, biarlah penguji yang memutuskan.

Di antara pertanyaan yang sangat sulit dijawab adalah jumlah honor. Berbeda dengan peserta lain yang sudah banyak pengalaman dan memiliki standar honor yang lumayan, dibandingkan honor saya sebagai dosen LB di kampus yang diterima setelah berakhir semester. Maaf, tak perlu saya sebutkan di sini. Para peserta menyampaikan nominal, antara dua sampai sepuluh juta rupiah.  Saya sendiri, selama bekerja, belum pernah mendapat honor sampai pada nilai terendah dari tawaran peserta lain itu. Lalu, bagaimana saya menjawabnya? Untunglah, ada tiga atau empat orang menjawab sebelumnya, sehingga saya punya ancang-ancang memberikan ajuan nilai di antara nilai yang mereka sampaikan. Yang membuat saya pusing, mungkin juga yang lain, setiap nilai yang diajukan harus disertasi penjelasan yang logis dan terukur dalam pandangan penguji. Saya coba mengajukan nilai, tak perlu saya sebutkan, dengan tambahan kalimat berikut: “saya akan berupaya bekerja lebih dari nilai itu”.  

Selamat, Anda Lulus! 

Kurang dari sebulan, persisnya saya tidak ingat, ketika dalam perjalanan dengan Kereta Api dari Surabaya ke Yogyakarta, saya mendapat pesan singkat (sms) dari pengirim yang tidak saya kenal, jelasnya panitia seleksi, bahwa “selamat, Anda terpilih sebagai peserta terbaik dan dinyatakan lulus menjadi koordinator wilayah PKH. Lengkapi berkas Anda dan segera melapor ke Jakarta [Depsos]”. 

Setelah membaca pesan itu, saya menghubungi seorang rekan di kampus (Unhas) untuk mempercepat jadwal penerbangan saya dari Yogyakarta ke Makassar. Pada saat itu, saya baru selesai mengikuti pelatihan pengelolan jurnal terakreditasi di Surabaya yang diselenggakan oleh DIKTI, kemudian menambah waktu traveling ke Yogyakarta. Di kota yang disebut terakhir, saya menginap di kediaman Bung M. Nursam (nakhoda penerbit Ombak) yang saya kenal melalui sejumlah diskusi buku terbitan Ombak. Hanya semalam saya di sana, lalu kembali ke Makassar. Esok harinya (pagi), saya ke kampus melaporkan hasil pelatihan dan melengkapi dokumen akreditasi jurnal Lensa Budaya Fakultas Sastra Unhas untuk dikirim ke DIKTI. Kemudian, esok pagi lagi, saya ke Jakarta dengan pesawat.

Dari bandara Soekarno-Hatta, saya langsung menuju kantor Departemen Sosial RI di Jl. Salemba Raya, Jakarta Pusat. Saya menuju ke Gedung D lantai II atau III, persisnya saya tidak ingat lagi, untuk melapor. Sebelum masuk ke ruangan, saya bertemu dengan 2 peserta lain yang lulus dari Kalimantan, yakni Abd. Malik (Kalbar) dan Yuda (Kalteng). Kami sempat bercakap seadanya. Pak Malik kemudian menjadi sahabat sejatiku selama menjadi korwil. Pada setiap acara, kami selalu janjian tiba di bandara dalam waktu yang tidak berbeda lama dan saling menunggu menuju lokasi kegiatan, dan juga memilih satu kamar untuk bersama selama acara. 

Kami diterima oeh dua orang pegawai, Pak Sudarsono dan Ibu Risna Kusumaningrum, di ruang rapat. Di situ kami menyampaikan berkas dan bernegosiasi mengenai honor. Ternyata, soal yang sulit saya jawab saat seleksi kembali terulang. Sebagai pendatang baru, saya diam (belum menjawab), sambil menunggu jawaban dari dua kawan lain. Mereka menyapaikan honor terakhir yang disertai bukti pendukung. Saya sendiri ragu menyampaikan jumlah nominal, karena bukti pendukungnya jauh dari nilai minimum yang ditawarkan oleh pemberi kerja. Akhirnya, saya menerima standar yang ditawarkan. Dalam hati, Alhamdulillah, ini adalah honor pertama terbesar yang akan saya terima sejak bekerja pasca studi (sarjana & magister).   

Dua dokumen penting telah saya tanda tangani, yang akan dikirimkan ke Makassar setelah tanda tangani oleh Direktur Jaminan Kesejahteraan Sosial, selaku pejabat Pembuat Komitmen, Akifah Elansari. Dokumen yang dimaksud adalah Surat Perjanjian Kontrak Kerja (SPKK) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), tanggal 1 Juni 2010, sebagai Tenaga Ahli Bidang Koordinator Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Tiga wilayah lokasi PKH di Sulsel: Kota Makassar, Kabupaten Bone, Kabupaten Gowa, dan dua kabupaten di Sulteng yaitu Sigi dan Parigi Moutong.  

Setelah itu kami kembali ke daerah masing-masing. Saya menambah waktu satu atau dua hari ke rumah kerabat saya, Jais Salisu, di Kota Depok, kemudian pulang ke Makassar. Beberapa minggu kemudian, saya belum ke kantor dinas atau bertugas di lapangan, kerena masih menunggu Surat Keputusan (SK) dari Jakarta.

Beberapa kali saya dikontak oleh seorang pendamping dari Kota Makassar, atas nama Syarifuddin Akbar alais Rimba, meminta untuk bertemu dengan para pendamping. Karena belum mendapat SK, saya jawab nanti setelah ada SK baru kita bertemu. Dia berupaya ‘memaksakan’ pertemuan, namun saya tetap pada sikap pertama. Begitu saat dihubungi Pak Aswad, jawaban saya juga sama. Penanya terakhir ini, dari perbincangan singkat tersebut, tampak punya banyak pengalaman hidup dan bijaksana.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun