Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Raja Chulan dan Soedirman

20 Agustus 2010   02:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:52 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_232580" align="alignright" width="300" caption="Jenderal Soedirman dan Raja Chulan"][/caption] Raja Chulan adalah salah seorang tokoh kebanggaan Malaysia. Menurut situs sejarah Malaysia di internet, Raja Chulan termasuk tokoh founders. Demikian pula dengan Jenderal Soedirman, tokoh pejuang nasional yang tak kalah besarnya seperti Raja Chulan. Nama Raja Chulan dan Jenderal Soedirman diabadikan menjadi sebuah nama jalan di jantung kota Kuala Lumpur dan Jakarta. Apa yang menarik dari Jalan Raja Chulan ini bila dibandingkan dengan Jalan Jenderal Soedirman? Seperti halnya Jalan Soedirman di Jakarta, Jalan Raja Chulan termasuk pusat bisnis yang dipenuhi gedung-gedung perkantoran yang mencakar langit. Asyiknya, trotoar di bahu jalan tersebut dibuat untuk kenyamanan para pejalan kaki. Kalau berjalan tak perlu khawatir diseruduk mobil atau angkot dari belakang. Sepanjang jalan disediakan pula tempat-tempat sampah sehingga memungkinkan kita untuk membuang sampah pada tempatnya, dan tak perlu bersusah payah mencarinya. Selain tempat sampah, bagi yang tak punya hape, telepon umum pun siap sedia untuk menghubungkan kita dengan dunia luar. Cukup dengan koin lima ringgit Malaysia, saya bisa kirim kabar dengan kerabat di Medan dan Jakarta. Tarif teleponnya cukup hemat, bayangkan waktu itu saya cuma beli kartu telepon umum seharga 50 ringgit (setara dengan 125 ribu rupiah) dengan tambahan pulsa gratis 20 ringgit, saya bisa ngobrol dengan ibu saya di medan hampir 30 menit, ngobrol dengan teman di Jakarta untuk waktu yang sama. Sisa pulsa kartu saya masih bisa dipakai lagi untuk telepon ke beberapa tempat lainnya, baik lokal maupun sambungan langsung internasional. Murah, begitu pikir saya. Malam hari, di sekitar Jalan Raja Chulan, seperti Jalan Sultan Ismail dan daerah Bukit Bintang, saya merasakan malam hari yang romantis. Gerai-gerai makanan yang kelihatan sepi di siang hari terasa hidup di malam hari, terutama di daerah Bukit Bintang. Di sepanjang jalan daerah itu terdapat gerai-gerai makanan yang menawarkan begitu banyak jenis makanan, mulai khas Melayu, India, China, hingga Eropa, kita tinggal pilih sesuai selera. Herannya, mereka tak membuat jalan-jalan raya di daerah itu jadi macet. Turis-turis mancanegara dengan aman dan damai menikmati semua itu, termasuk saya. Masalah transportasi di negeri jiran itu tak perlu kita risaukan pula. Di Kuala Lumpur, kita bisa memilih sarana transportasi yang kita inginkan, mau bis, taxi, atau KL Monorail. Kalau pengen hemat dan bisa keliling-keliling kota, kita bisa memilih bis. Naik bis di kota itu tak perlu khawatir ada jambret atau copet, apalagi pengemis atau pengamen, kita bisa menikmati suasana kota dengan tenang. Kalau mau pilih yang lebih unik, kita tinggal pilih KL Monorail (monorel). Monorel di Kuala Lumpur menghubungkan berbagai titik wilayah yang sangat dekat dengan pusat bisnis/perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, dan tempat wisata, ongkosnya juga tidak terlalu mahal. Tiga hari di negeri itu rasanya masih belum cukup dan belum puas, ingin rasanya tinggal di negeri itu lebih lama lagi. Berbeda dengan Jalan Jenderal Soedirman, meski sama-sama sebagai pusat bisnis/perkantoran, kenyamanan hampir tak ditemukan di jalan kebanggaan itu. Jalan Jenderal Soedirman tak membuat hati nyaman dan tenteram seperti halnya Jalan Raja Chulan. Jangankan untuk refreshing, membuang sampah saja sangat sulit dilakukan. Untuk mendapatkan tempat sampah, saya harus mengantongi sampah terlebih dahulu untuk beberapa waktu lamanya, sampai menemukan tempat sampah. Andai saya tak bawa hape, mau telepon kerabat atau teman yang berada di luar kota pun saya harus mencari-cari wartel dulu, dan jangan harap telepon umum terdapat di Jalan Jenderal Soedirman. Andaipun ada tak bisa saya pakai untuk interlokal apalagi sambungan langsung internasional, dan kalaupun bisa, tarifnya bisa gila-gilaan, padahal katanya daerah itu sentral bisnis. Pernah saya dengar kabar, Jalan Jenderal Soedirman akan diperlebar untuk mengurangi kemacetan dan memperlancar arus lalu lintas, demikian alasannya. Saya bingung harus jalan di sebelah mana lagi nantinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun