Aku putra Anjani. Lahir dari selembar daun asam di tengah telaga. Namaku harum di tengah bara api.
Aku Anoman, tercipta dari air mani Bathara Guru yang melintasi telaga. Akulah putra Bhthara Bayu, yang besar di goa Kiskenda. Junjunganku adalah Sugriwa. Tapi, pada Rama aku mengabdi untuk menemukan belahan jiwanya.
Maka detik itu, aku memimpin para Wanara untuk menyisir seluruh belahan dunia. Menemukan Shinta adalah keniscayaan, bagiku tak ada jalan pulang sebelum Shinta ditemukan.
Takdirku bertemu Shinta di taman Asoka, di kedalaman taman-taman diseluruh Alengka.
Seorang perempuan, yang menjauh dari riuh bahagia beribu perempuan cantik yang tinggal di dalamnya. Satu-satunya perempuan yang bermuram durja di relung istana yang memuliakannya.
Aku melihat kesedihan yang mendalam dari raut mukanya, kesedihan yang mampu menggelapkan sekitarnya. Matanya sayu dengan mendung menggantung, seakan badai siap membuncah melantakkan dunia.
Harinya kelam tanpa cahaya, kegelapan yang membuatnya kian waspada dan enggan memejamkan mata.
"Cahaya seluruh dunia berada dalam genggamanmu Dewi, dan jangan padamkan duniamu.
Kamulah muara cinta terbaik bagi para kesatria di jagad raya ini. Meski bagimu, hanya Sang Rama yang menguasai seluruh bilik hatimu."
Aku melihatnya mendongak ke arahku. Matanya menyimpan telaga yang siap menumpahkan air di dalamnya.
"Apa yang kau inginkan dariku?"
Dalam suaranya yang bergetar, tak kutangkap sedikitpun gentar di sana. Sang Dewi tetap tangguh dalam kesunyiannya.