Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Presiden Jokowi Mengkebiri KPK

7 Maret 2015   15:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:01 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14257151931265008414

[caption id="attachment_371864" align="aligncenter" width="524" caption="Presiden Jokowi dituduh memperlemah KPK (foto; tempo)"][/caption]

Sudah jatuh, tertimpa tangga. Mungkin itu ungkapan yang pas untuk presiden kita, Bapak Joko Widodo alias Jokowi. Bagaimana tidak, pamor orang nomor satu di republik ini sempat anjlok saat yang bersangkutan membuat “Blunder Jokowi Jilid I” dengan mencakapolrikan Komjen Budi Gunawan (BG) yang notabene adalah seorang tersangka rekening gendut versi KPK. Masyarakat bereaksi keras, terlebih langkah mantan walikota Solo ini terbilang lamban, dengan alasan menunggu proses hukum (sidang praperadilan) dan akan menghormati hukum, membuat banyak pihak kian ketar-ketir dalam suasana harap-harap cemas.

Terlebih saat gugatan praperadilan BG dimenangkan oleh pengadilan, pesimisme masyarakat kian meningkat. Jokowi pernah menyatakan akan mengormati hukum, maka logika awamnya Jokowi tetap akan melantik BG sebagai Kapolri. Dan jika ini terjadi, itu berarti Gugatan BG Sukses Menuju Pelemahan KPK Secara Sistemik. Tapi sungguh luar biasa, di tengah-tengah tekanan berbagai kepentingan yang terus mendera, Jokowi bisa mengurai blunder yang ia ciptakan sendiri dengan Membatalkan Pelantikan BG. Luar biasa! Politik “alon-alon asal slamet” yang dimainkan Jokowi membuahkan hasil yang bisa menghibur masyarakat dan kembali memulihkan kepercayaan masayarakat kepadanya.

Tapi teranyata membatalkan BG sebagai Kapolri bukan akhir dari segalanya,bukan “real happy ending” yang terajdi, pasalnya ada beberapa keputusan yang mengiringi keputusan tersebut, selain pengusulan Komjen Badrodin Haiti sebagai Cakapolri, penonaktifan duo Abraham Samad - Bambang Widjoyanto, presiden juga menunjuk pimpinan sementara KPK, dengan Taufiequrrachman Ruki sebagai Plt Ketua KPK, seorang purnawirawan bintang dua yang juga pernah menjadi pimpinan KPK edisi pertama.

Penunjukkan Ruki yang sudah berusia 69 tahun dengan perppu yang di dalamnya sekaligus berisi pencabutan batasan usia pimpinan KPK pun terkesan dipaksakan. Sebab pada Oktober tahun 2010, di Era Mahfud MD, Makhkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan pengujian UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait syarat usia calon pimpinan KPK yang dimohonkan Farhat Abbas dan OC Kaligis. Dengan demikian pasal yang mengatur syarat usia calon pimpinan KPK yang diatur dalam Pasal 29 angka 4 dan 5 UU KPK tetap berlaku, usia calon pimpinan KPK yakni minimal 40 tahun dan maksimal 65 tahun.

Alhasil, penunjukkan Ruki menjadi Plt Ketua KPK ternyata tidak membawa angin segar bagi usaha pemberantas korupis, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, pimpinan KPK justru “melepas” BG begitu saja, melimpahkan ke Kejaksaan Agung sebelum dilakukan gelar perkara terlebih dahulu. Kebanyakan orang sudah mafhum, bahwa pelimpahan ini merupakan jalan pintas pembebasan BG melalui SP3 yang nantinya dikeluarkan oleh Mabes Polri. Celaka dua belas, masyarakat “marah besar” dan penunjukkan Ruki ini menjadi “Blunder Jokowi Jilid II”.


Masyarakat kemudian berspekulasi bahwa penunjukkan Ruki memang sudah disetting sejak praperadilan BG dikabulkan. Tiap-tiap proses dan keputusan politik pasti ada tujuan yang direncanakan. Ada desain yang sudah diset, baik itu desain kecil, sedang maupun besar yang kita kenal dengan istilah “grand design”. Desain-desain ini juga ada yang bertujuan baik, ada pula yang bertujuan buruk. “grand design” pencakapolrian BG dan penunjukkan Ruki sebagai Plt Ketua KPK tentu bukan serta-merta kehendak Jokowi. Sebagai “petugas partai” wajar jika ia selalu dibisiki, dipengarui bahkan ditekan oleh orang-orang yang ada di sekelilingnya, terutama yang berasal dari partai pengusung, yakni PDIP dan kawan-kawan. Namun demikian, perlu digaris bawahi bahwa “finishing touch” nya tetaplah Jokowi dan ia sendiri yang harus bertanggung jawab atas carut marut yang terjadi.

Alhamdulillah, “Blunder Jokowi Jilid I” telah teratasi, walaupun berimbas pada munculnya Blunder Jokowi Jilid II”. Di tengah-tengah tidak kepastian ini, masyarakat masih sangat berharap, bahwa Jokowi bisa memberikan way out terbaik yang bisa melegakan, membuat plong dada masyarakat yang tiap hari berdegup kencang, harap-harap cemas! Bagaimana pun masyarakat sudah terlanjut sayang sama lembaga antirasuah bernama KPK, yang menjadi harapan bisa menjadi algojo bagi para koruptor.

Dua hari yang lalu terbersit kabar berita bahwa Jokowi justru berencana akan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Pemberantasan Korupsi. Salah satu isinya adalah membatasi wewenang KPK, yakni hanya fokus pada upaya pencegahan. Alamaak...! Tadinya “pemberantasan” kemudian dibatasi menjadi hanya “pencegahan”, apa ini tidak sama artinya dengan Jokowi ingin mengkebiri KPK? waduh-waduh... ide gila siapa ini? Semoga bukan ide murni Jokowi!

Berbagai pihak mulai melakukan perlawanan. Inpres tersebut dinilai kian memperlemah KPK. Mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas mengatakan, inpres itu menabrak UU KPK. Karena itu, Busyro menyarankan agar Jokowi membatalkan rencana penerbitan inpres tersebut. Jokowi seharusnya melihat lebih teliti bahwa masih banyak koruptor yang merajalela. Meskipun selama ini KPK melakukan penindakan, tetap saja masih ada yang berani korupsi, apalagi jika hanya dicegah. ”Seharusnya menghargai demokrasi, undang-undang, dan peka terhadap derita sumber daya alam. Perekonomian negara ini sistemik digasak mafia koruptor,” tegasnya.

Busyro yang pernah membidangi sektor pencegahan di KPK menambahkan, inpres yang akan diterbitkan Jokowi bertentangan dengan UU KPK. Dalam undang-undang, KPK diberi kewenangan penuh untuk melakukan penindakan dan pencegahan. Apalagi, posisi inpres tak bisa mengalahkan undang-undang.

Seperti diketahui bersama, KPK secara bertubi-tubi mendapatkan serangan dahsyat sejak menetapkan Komjen BG sebagai tersangka pada 12 Januari 2015. Pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka pula oleh polisi. Dua pimpinan lainnya, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain, juga dilaporkan ke Bareskrim. Sebanyak 21 penyidik diusut atas kepemilikan senjata api yang dituding ilegal. KPK “dikalahkan” dalam praperadilan yang diajukan BG, dan buntutnya banyak yanag mengikuti jejak BG,mengajukan praperadilan.

Hal senada juga disampaikan oleh Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting yang menyebutkan apabila benar ada inpres tersebut, pasti akan dinilai sebagai bentuk pelemahan terhadap KPK. Jstru yang seharusnya didukung oleh Jokowi saat ini adalah sektor penindakan, mengingat keinerja di sektor ini melempem karena konflik dengan Polri. Pencegahan memang tidak boleh diabaikan, tapi penindakan juga lebih penting sebagai bentuk usaha pemberantasan, bukan hanya sekedar mencega. Pengamat politik yang juga peneliti LIPI Ridho Imawan Hamif, menegaskan jika inpres diterbitkan, itu akan memperkuat anggapan sejumlah pihak bahwa pemerintahan Jokowi tidak bersungguh-sungguh dalam memberantasan korupsi. Pengamat politik dari Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry langsung menunjuk PDIP sebagai dalangnya, sebagai partai yang berkuasa,  PDIP menyadari akan menjadi sasaran tembak pemberantasan korupsi.

Seskab Andi Widjajanto membantah inpres itu akan memperlemah KPK. Penerbitan inpres bertujuan menguatkan lembaga penegak hukum, yakni Kejaksaan Agung, Polri,  dan KPK dalam melakukan kerja bersama untuk memberantas korupsi. Menurut dia, draf inpres sudah masuk ke Sekretariat Kabinet. Paling lambat pekan depan inpres itu bisa dikeluarkan. "Inpres itu rutin dikeluarkan oleh pemerintah setiap tahun yang disebut sebagai RANPK (Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi).

Memang selama ini fokusnya selalu pencegahan tetapi tidak (mengatur-red) tentang KPK. Inpres itu instruksi presiden ke seluruh kementerian lembaga untuk memperkuat sistem pemberantasan korupsi fokusnya memang pencegahan," Seskab mengatakan bahwa selama tiga tahun terakhir pemerintah selalu mengeluarkan rencana aksi tersebut. Inpres tersebut tidak mengatur mengenai KPK namun terkait strategi nasional pemberantasan korupsi. "Inpres itu tidak mengatur KPK. Tentang pemberantasan korupsi yang harus dilakukan oleh kementerian-kementerian," paparnya. (sumber; antara)

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. ”Tidak benar kalau dikatakan itu untuk melemahkan KPK. Presiden selalu berkomitmen memberantas korupsi. Itu tak perlu diragukan,” katanya. inpres itu mengatur fungsi pengawasan dan penindakan KPK dan penegak hukum lain pada kasus-kasus korupsi. Inpres tersebut disusun atas permintaan kementerian-kementerian. (baca; smcetak)

Dari pihak DPR, Wakil Ketua Komisi III, Benny Kabur Harman mengaku tidak mengetahui soal rencana Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang pemberantasan korupsi. Inpres ini akan dikeluarkan terkait polemik yang saat ini menimpa lembaga hukum di Indonesia yaitu KPK, Kejagung, dan Polri. Benny melanjutkan, usulan tentang Inpres itu belum sampai ke telingan anggota DPR. Menurutnya dibandingkan mengeluarkan Inpres, sebaiknya Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). (lihat; republika)

Jokowi sendiri mengatakan belum membaca draf instruksi presiden tentang pemberantasan korupsi. Menurut dia, draf inpres itu belum sampai ke mejanya (sumber; tempo). Lagi-lagi Jokowi tengah “ketiban awu anget”, ditekan sana-sini, dituduh sana-sini karena ditengarai akan memperlemah KPK. Jujur harus diakui, banyak pihak yang kecewa atas penunjukkan Ruki, sekaligus sangat kecewa atas pelimpahan BG ke kejaksaan, dari kejaksaan ke polisi dan dari polisi keluarlah SP3, syukur alhamdulillah BG bebas dengan selamat. Nasib KPK? kita saksikan bersama-sama, Pimpinan KPK Menggorok Leher Sendiri, karena itu KPK harus diselamatkan, Presdien Jokowi pun perlu untuk diselamatkan juga! (Banyumas; 07 Maret 2015)

Pak Jokowi, Ayo Selamat KPK!

Sebelumnya :

Mati Lampu, Batal Tampil Di Kompasiana TV

Hati-Hati Terima Telepon Dari Mabes Polri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun