Mohon tunggu...
Mihardy Abbas
Mihardy Abbas Mohon Tunggu... karyawan swasta -

penulis lepas yang suka berkelana membawa kompor panci kuali wajan nampan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cermin

2 September 2014   23:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:47 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berkaca di depan cermin, sudah sering aku lakukan.

Kelihatan jerawat, kelihatan keburukan, kelihatan kekurangan diri sendiri.

Sewaktu rambut disisir, mulai tampan terasa dihati. Padahal, baru rambut yang diperbaiki.

Aku mau pakai bedak, tipis. Setipis perbedaan antara tampan ganteng dengan jelek kucel.

Aku ingat, pepatah, punya wajah jelek, cermin dibelah. Kalau punya wajah ganteng, cermin dibawa-bawa.

Jika, di tweeter di facebook di path, di mana saja, diungkap kejelekan. Maka cermin nya dibelah. Cerminnya disalahkan. Bahkan cermin dimasukkan ke dalam penjara.

Jika, cermin bisa bicara kebaikan bicara kehebatan bicara kelebihan. Maka si cermin diberi ongkos, dibawa-bawa. Gak tanggung-tanggung ke luar negri sekalipun. Makanya, kita perlu beli airforce one, buat ngangkut cermin-cermin tadi.

Karena dengan teknologi, cermin sekarang bisa dipelintir. Cermin sekarang bukan cermin zaman Siti Nurbaya. Cermin yang bersifat apa adanya. Cermin sekarang ada apa-apanya.

Tapi cermin yang diapa-apakan, asal muasalnya adalah cermin dari zaman Siti Nurbaya juga. Punya hati nurani. Jika hati nurani sudah dipoles, artinya bukan asli lagi, banyak kepentingan di dalamnya.

Masih untung, di rumah-rumah di desa-desa, cermin boelat zaman baheula masih tergantung di dinding bilik bambu belah. Cermin dari zaman kompeni zaman Belanda zaman Jepang. Karena cermin tempo doeloe itulah membuat Indonesia jadi merdeka.

Cermin zaman sekarang, menjadi momok menjadi sumber ketakutan, takut melihat jerawat sendiri yang tumbuh tanpa kendali. Sehingga perlu undang-undang dalam menggunakan cermin. Jika tak ada undang-undang, maka teman sekamar bisa memakai cermin saya seenaknya, yang akhirnya membocorkan rahasia kekurangan saya.

Itulah nasib cermin. Tempat kita berkaca-kaca setiap hari. Kalau tiada cermin, maka tak taulah rupa nan buruk ini...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun