Saya maupun istri penasaran juga dengan omongan anak-anak. Maklum dari awal belum mencicipnya. Sekarang saatnya menikmati sajian teman suhu dingin pagi hari. "Enak juga, manisnya dapet, hilang rasa pahit setelah kena panas yang pas. Padahal tidak menambahi gula pasir", ucap saya sambil memandang istri seolah meminta jawaban. "Biasanya pahit keluar kalau belum terlalu matang diolah. Ini mah pas manisnya, wangi mentega pun berbaur dengan wangi pisangnya", jawab istriku menyakinkan suaminya kalau olahannya memang enak.
Di luar yang dingin seolah menggiring mulut ini terus makan pisang panggang. "Eit.....tidak boleh dihabiskan ya anak-anakku. Aa belum kebagian", pinta istri ke anak-anak yang ada di sekitar meja makan. "Ya..Ibu cantik", serempak dua anak menjawab permintaan Ibunya. Istriku telah menyisihkan  pisang panggang buat anakku yang satu lagi.
Alhamdulillah, selesai membuat pisang panggang di pagi untuk anak dan istri tersayang. Terima kasih Ya Rabb telah memberikan kesempatan waktu yang bermutu untuk satu maksud. Terima kasih istriku yang tak lelah mendampingi, dan mengajari mengolah makanan sehingga bisa mandiri seperti sekarang. Terima kasih juga tetangga yang sudah sedekah pisang raja.
Pisang panggang tanda sayang, awalnya terbuang. Sekarang bawa rasa melayang.