Mohon tunggu...
Andriyansyah Marjuki
Andriyansyah Marjuki Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah saya yang bukan kamu atau dia, apalagi kita.

Seorang BOCAH GEDE yang masih berusaha untuk memahami makna 'Urip Mung Mampir Ngombe'. http://basando.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Edan agar Tidak Menjadi Edan di "Zaman Now"

11 Maret 2018   23:07 Diperbarui: 12 Maret 2018   00:20 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada saat ini dunia sudah bukan lagi edan, tetapi ueedaaannnnn. Tak perlu saya beri contohnya, silakan Anda tanyakan pada simbah Google. Keedanan ini sudah semakin terasa di segala bidang. Merasuki segala usia. Menyentuh berbagai jabatan. Menjalar di setiap waktu. Merambah ke setiap penjuru permukaan bumi ini. 

Anda tidak ikutan edan karena tidak ingin edan dan tidak bisa edan, maka sesungguhnya Andalah yang paling edan di muka bumi ini. Mengapa demikian? Silakan Anda pikirkan dan lihat sendiri di sekeliling Anda. Adakah sesuatu yang masih berjalan normal? Adakah sesuatu yang masih sesuai aturan? Adakah sesuatu yang masih "lurus" dan "murni" di sekitar Anda? Silakan "lihat" dengan mata batin Anda dan rasakan dengan nurani Anda yang paling dalam.

Mengapa saya menulis postingan ini? Saya hanya berusaha untuk mengingatkan diri saya pribadi bahwa kita butuh belajar, termasuk belajar edan agar tidak menjadi orang yang paling edan seperti yang saya kemukakan di atas. 

Dalam tulisan ini, saya tidak membicarakan Tuhan. Dia Maha Sempurna, tiada cacat sedikitpun. Segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya adalah satu-satunya yang paling lurus dan murni. Sementara itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan makhluknya (baca: manusia) tidak terlepas dari segala "keedanan" yang saya maksudkan sebelumnya.

Saya mengajak diri saya sendiri untuk belajar. Dalam hal ini kita harus mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan diri kita. Belajar apa saja dan kapan saja selama napas kita masih terasa. Untuk apa kita belajar? 

Tentu saja untuk diri kita sendiri agar kita siap dan bisa mengarungi lautan ganas kehidupan di muka bumi ini. Terkadang tingginya ilmu yang sudah kita miliki, masih belum cukup untuk melewati berbagai badai kehidupan yang ternyata jauh lebih dahsyat daripada pengetahuan dan keterampilan yang ada dalam diri kita. Justru badai itulah yang mengajari kita untuk menjadi lebih hebat lagi. 

Badai itulah yang merupakan guru sejati kita. Tanpa kita sadari, semakin banyaknya badai yang menghadang, semakin banyak ilmu yang harus dipelajari, semakin banyak ilmu yang kita dapatkan.

Masa depan kita bukanlah masa lalu yang sudah berhasil kita lewati. Masa depan kita adalah sesuatu yang tidak seorangpun mengetahuinya. Masa depan kita adalah tanda tanya. Untuk menghadapinya, tak ada cara lain selain belajar. Belajar apapun itu yang sekiranya kita perlukan di masa yang akan datang. Perlu Anda ingat, bahwa masa depan itu bukan lima, sepuluh, atau seratus tahun kemudian. 1 (satu) detik setelah Anda menghembuskan napas adalah masa depan dari sudut pandang saat ini (baca: detik ini). Dengan demikian, tak ada alasan untuk menunda waktu belajar kita. Kapan kita belajar? Tentu saja, sejak saat ini.

Selamat belajar dan mempelajari apapun untuk menghadapi badai ganas kehidupan yang telah menanti dan berjarak hanya 1 (detik) sejak saat ini!

catatan: 

tulisan ini sudah dimuat diblog pribadi saya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun