Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Begini Kata Pemilik Gambar dan Pembelajaran Kelepon vs Kurma

23 Juli 2020   12:19 Diperbarui: 24 Juli 2020   13:41 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelepon vs Kurma, sama-sama enak dan nikmat. Sumber gambar : lifestyle.okezone.com dan bukamatanews.id. Digabung dan edit oleh Penulis

Meskipun sudah lama ada di tanah air tidak ada yang mengklaim siapa orang atau daerah pembuat pertamanya. Tidak ada yang berebut lisensi atau hak paten menentukan orang atau daerah asalnya karena yang penting bagi warga adalah rasa keleponnya enak, nikmat, higienis dan terjangkau, kalau bisa gratis la..hehehhee.

Sebutan untuk Kelepon (ada yang menulis "Klepon") di setiap daerah bisa berbeda-beda. Di beberapa tempat disebut "Onde-onde." Masyarakat Bugis- Makassar menyebutnya (kalau tak salah) "Umba-umba" sedangkan orang Aceh menyebutnya "boh Ro-rom" dan lain-lain daerah ada sebutannya sendiri.

Meskipun nama berbeda tetapi intinya sama yakni sejenis penganan basah yang dibuat dari tepung beras ketan berbentuk bola-bola kecil berisi gula merah atau gula putih atau ada juga yang memasukkan kacang (wijen) di dalamnya lalu dilumuri kelapa bercampur gula pasir pada bagian luarnya.

Dunia persilatan Kelepon jadi heboh (viral) gegara flyer seseorang yang fanatik tidak pada tempatnya tentang Kelepon dan mengajak orang-orang memilih kurma saja karena alasan -katanya- lebih islami dan syariah (sebut sebuah unggahan IG pemilik akun Abu Ikhwan Aziz).

Reaksi keras membela kelepon pum muncul dimana-mana. Ratusan artkel dan opini membantah "perbandingan" Aziz kini telah menggelegar diamana-mana.

Orang-orang membela BUKAN karena jajanan kesukaannya merasa direndahkan tetapi karena perbandingan yang disebut pemilik akun IG tersebut sangat tidak relevan, tidak pada tempatnya dan tidak nyambung dan berkualitas sangat rendah.

Akibatnya unggahan dan pernyataan di IG tersebut jadi bahan olok-olok dengan berbagai macam penilaian yang umumnya miring dan mungkin marah pada si pemilik akun tersebut.

Belakangan mucul pengakuan dari pemilik foto sesungguhnya milik food photographer Dita W. Ichwandardi yang mengaku photo tersebut dibuatnya tahun 2008 ketika masih menjadi food photographer dan food blogger.

Sebelah kiri adalah gambar Kelepon asli milik Dita
Sebelah kiri adalah gambar Kelepon asli milik Dita
Meskipun rada mirip nama tengahnya (sama - sama ada menyandang Ichwan atau Ikhwan) tapi Dita mengaku photonya itu "dicuri" seseorang dari laman media sosialnya.

Dita mengaku baru tahu dari facebook akunnya ketika teman-temannya membicarakan foto hasil jepretannya dahulu sedang viral tanpa merinci bagaimana teman-temannya bisa mengingat karya fotonya 12 tahun lalu sesuatu yang amat luar biasa sesungguhnya.

Apakah benar Kurma lebih Syar'i atau Islami ketimbang Kelepon?

Sesungguhnya tidak perlu dibahas karena yang membuat pernyataan jelas sekali lebih banyak menggunakan dengkul daripada otak atau akal. Pernyataan pada flyer tersebut menurut saya lebih mengarah pada 2 kemungkinan, yaitu :

  • Dangkal pikirannya sehingga membuat informasi dalam dagangan seperti bentukan alam pikirannya
  • Isu agama lebih mudah dijadikan tunggangan dalam hal ini tunggangan untuk menarik perhatian dan pangsa pasar

Oleh karena itu menurut hemat penulis pernyataan "Kelepon tidak Islami" TIDAK benar sedikipun. Lain halnya jika ia katakan perbandingan rasa Kurma dan Kelepon (menurutnya) lebih enak Kurma itu lain masalah meskipun itupun subyektif karena menyangkut selera.

Meskipun demikian ada "pesan" moral dari peristiwa itu yakni telah terjadi fenomena di dalam masyarakat bahwa menunggangi isu agama lebih cepat menarik perhatian dalam hal ini perhatian kaum muslimin dan muslimah yang menjadi target pasar si pembuat flyer.

Penulis bukan sekuler dan bukan juga anti Syariah,tetapi menempatkan hal-hal yang politik, ekonomi dan keuntungan atas dasar agama justru sangat tidak bisa diterima nurani dan logika meskipun juga disampaikan oleh orang-orang mengaku Islami.

Menggiring dan membentuk opini orang-orang muslim dengan hal-hal yang tidak relevan mungkin bisa memangsa orang-orang yang tidak luas wawasannya, tetapi sudah sulit menemukan kelompok orang seperti ini karena pada umumnya orang-orang baik muslim maupun non muslim sudah luas sekali wawasannya sehingga tidak mudah terpanah pencucian otak seperti metode abu  aziz lakukan ini.

Maraknya reaksi negatif warga net dan masyarakat menanggapi selera "Abu Aziz" adalah bukti bahwa masyarakat kini bukan konsumsi para pencuci otak gaya oknum mengaku "Abu Ikhwan Aziz."

Semoga ke depan tidak ditemukan lagi oknum-oknum pencuci otak sedangkal itu. Jika pun terjadi lagi tidak perlu dibikin kaget lagi karena tujuan dan maksud serta latar belakangnya sudah jelas yaitu memanfaatkan kepolosan warga dengan isu agama. Selain itu juga kita jadi tahu betapa dangkalnya akal si pembuat sensasi-sensasi seperti itu.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun