Mohon tunggu...
Purnama Syaepurohman
Purnama Syaepurohman Mohon Tunggu... Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, Sustainability provocateur, open mind, Edukasi, Literasi Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penyimpangan Perilaku Seksual Pendidikan Pesantren

27 Januari 2025   13:20 Diperbarui: 27 Januari 2025   18:01 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Baru-baru ini diberitakan telah terjadi perundungan seksual oleh pemilik pesantren dan pengajar pesantren, terhadap santri laki-laki di daerah Jakarta Timur. Kejadian tersebut menambah kuantitas jumlah perilaku menyimpang di dunia Pendidikan di Indonesia. Pesantren tersebut adalah sebuah pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman tradisional dan memadukannya dengan Pendidikan formal dengan didirikannya Lembaga Pendidikan formal jenjang usia dini, dasar dan menengah. Merujuk pada berbagai informasi daring, pesantren tersebut adalah wakaf dari, yang disetujui oleh anak-anak pemberi wakaf. Diresmikan oleh KH Syukron Makmun, tokoh ulama terkenal di Jakarta.

Mendirikan pesantren adalah gagasan mulya. Karena dengan mendirikan pesantren sebagai persemaian ajaran agama Islam, akan menjadikan amal kebaikan yang pahalanya terus menerus bagi yang mewakafkannya. Fenomena yang terjadi adalah pada profesionalisme manajemen pesantren. Ketika pesantren sudah diwakafkan, maka sejak itu pesantren dalam pengawasan umat Islam, yang diwakilkan oleh sebuah lembaga Badan Wakaf/Nadzir dan sejenisnya. Pesantren tradisional yang diwakafkan, dikelola secara profesional, akan berjalan pada roda pemerintahan yang benar, dan tidak ragu-ragu untuk mengusir elemen pesantren yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Elemen agama yang utama adalah Al Qur an dan As Sunnah, jika dua dasar agama tersebut mengajarkan tentang dua jenis kelamin di dunia, maka itu sudah menjadi keyakinan. Diperkuat oleh para ulama yang membuat fatwa sesuai dengan jamannya dengan ijma' dan qiyas-nya.

Banyak lembaga pendidikan atau pesantren berbentuk wakaf, tetapi pengelolaannya tidak profesional. Sehingga yang mereka yang tidak berakhlak bisa menjadi pemimpin atau pengajar di pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan pencetak kader umat. Maka para pengasuh, pemimpin, pengelola, kyai, ustadz, yang ada disana adalah mereka yang berakhlak mulya. Mereka yang berjuang 100 % untuk pendidikan Islam. Kementrian yang membawahi pendidikan harus bertanggung jawab, membuat regulasi yang mendorong profesionalisme lembaga pendidikan.

Obrolan penulis dengan seorang Pensyarah dari sebuah perguruan tinggi negeri di Malaysia memberikan pemahaman tentang bagaimana pendidikan calon guru dilaksanakan disana. Sebelum masuk menjadi calon pelajar pendidikan calon guru, mereka akan diwawancarai untuk mengetahui orientasi seksualnya. Jika ditenggarai memiliki kecenderungan menyimpang, maka tidak akan diluluskan sebagai calon guru, Ibu Pensyarah/Dosen tersebut menyebutnya "laki-laki lembut".

Menurut berita, perilaku sang suami sudah diketahui oleh sang istri. Perilaku tersebut akhirnya juga ditiru oleh seorang pengajar di pesantren tersebut. Ulama adalah pewaris ajaran para nabi. Pesantren adalah persemaian bagi kader-kader agama Islam yang akan menyebarkan agama Islam di masa yang akan datang. Godaan syetan telah memperdaya ahli agama, sehingga melakukan perbuatan nista. Merusak kader agama sehingga menyebabkan luka batin dan jiwa bagi korbannya. Istri sebagai ustadzah tidak berdaya, dan menutupi perilaku menyimpang dari suaminya. Namun perbuatan nista suatu saat akan terbuka, karena kejahatan walaupun ditutup-tutupi akan terbuka pada saatnya. Allah Maha Mendengar jeritan hati yang luka dari korban-korban pemimpin pesantren, yang berlindung di bawah wibawa pemimpin agama.

Harus ada solusi bagi pesantren, atau sekolah berasrama, sehingga perilaku meyimpang tidak terjadi di lembaga pendidikan seperti itu. Tidak ada ruang-ruang tertutup dan pelaksanaan pendidikan yang tidak diketahui oleh pendidik dewasa lainnya. Peran serta masyarakat seperti Komite Sekolah dan yang sejenis,perlu diperkuat. Bukan sekedar "tukang stempel" bagi kebijakan pesantren/sekolah berasrama. Pimpinan pesantren adalah penjaga moral, dewan guru adalah pelaksana ajaran-ajaran moral dalam pelaksanaan teknis. Masyarakat, orangtua, dan wali santri adalah pemegang saham yang mengetahui kurikulum dan ke arah mana tujuan pesantren bergerak.

Berita -berita yang tersebar di media massa dan juga di media sosial, menyebabkan munculnya antipati dan ketakutan dari generasi muda untuk masuk ke pesantren. Walaupun diketahui banyak juga pesantren bagus yang telah mencetak alumni-alumni yang terkenal dan memiliki reputasi yang baik skala nasional. Para santri yang masuk pesantren adalah korban. Biasanya para orang tua akan merasa segan kepada kyai, serta memiliki kapasitas keagamaan yang lebih rendah. Mereka akan mendengar dan taat, "sami'na wa atho'na" kepada pimpinan pesantren.Anak yang menjadi korban, akan mengalami trauma, dan jika tidak ditangani dengan baik, mereka bisa menjadi pelaku di kemudian hari. 

Diakui atau tidak, kampanye oleh para pendukung Gerakan LGBTQ global sangat masif. Dapat ditemukan pada berbagai aktifitas, film, dan lainnya yang berasal dari dunia Barat. Semisal pada film di saluran film berbayar, yang menceritakan detektif Inggris yang belum berani mendekati taksirannya, sesama laki-laki.  Presiden Amerika Serikat saat ini, adalah kubu konservatif yang hanya mengakui dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Berlawanan arah dengan kubu Demokrat yang mendukung Gerakan LGBTQ.

Perilaku menyimpang tersebut dilaknat oleh agama. Bagaimana jadinya jika pemuka agama malah mengumbar nafsu birahinya terhadap santri muda yang tak berdaya? Perbuatan homoseksual adalah perbuatan keji atau disederhanakan yaitu hukumnya haram. Pelakunya harus dihukum, dalam Hukum Pidana Islam (Hukum Islam) dihukum secara garis besar ada tiga macam (1) dibunuh, (2) dibakar, (3) dilempar dengan batu setelah dijatuhkan dari tempat tinggal. Demikian menurut Pasal 494 RUU KUHP. Yang dikutip dari Skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi oleh  Nurlita Sibli, pada Jurnal Lex et Societatis Volume 5 Nomor 6 Tahun 2017. Menurut hukum positif di Indonesia, pelaku akan dituntut sesuai hukum yang berlaku. Jika tidak memberikan efek jera, hukuman tersebut tidak berfungsi.

Masyarakat bangsa Indonesia adalah Masyarakat yang berbudaya dan beragama. Berbudaya luhur, karena terdiri dari berbagai suku bangsa dan Bahasa. Serta menjunjung tinggi kehidupan beragama dengan menghargai agama-agama dan keyakinan ataupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. Perilaku menyimpang tidak mendapatkan tempat. Tetapi budaya global membawa budaya luar yang terkontaminasi LGBTQ. Oleh karena itu, peran guru dan dosen sangat penting, untuk mengajarkan nilai -- nilai yang sesuai dengan agama dan budaya Indonesia. Mempertahankan budaya lama yang baik, dan mengambil budaya baru (luar) yang lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun