Petang itu teras rumah begitu licin bekas orang-orang.Â
Sorak sorai semut merah dari halaman mulai berbaris mencari sisa sisa gigitan.Â
Sepotong kue tentu menjadi idaman ketimbang kacang-kacangan.Â
Apalagi kopi pahit yang tak sedikitpun diperkosa oleh gula buatan.Â
Mereka, tak begitu mengindahkan angin sore yang mulai ribut ditinggal para penghuninya.Â
Semut semut kalap, hilap dengan segala tugas utamanya; menjaga serta membangun singgasana.
Sekejap, hidangan yang tak disangka-sangka tersebut lenyap. Apakah berkat ?
Sementara di sisi yang lain. Aku menjadi tak berdaya. Terkena hypnotis dari music calypso nan syahdu.Â
Sebuah kaset lama peninggalan orang tua, membuatku penasaran untuk mendengarnya.
Dalam ketidak berdayaanku itu, suara suara samar mulai terdengarÂ
'Hai...
'Hai...
Merdu; mengalun lembut mengikuti setiap petikan dawai terdengar.Â
Dalam berat mata memandang; Bayangan seseorang terlihat. Tapi begitulah usaha. selesai, terhalang pantulan cahaya..
'Sembari berjalan, menjauh.. memanggil terus..
Lalu perasaanku semakin keruh. tangan seperti dijerat borgol.Â
Badan sulit bergerak, kehendak yang besar hanya menjadi kecemasan; keringat dingin mulai terasa membasahi ubun-ubunku.
Ingin rasanya mendekat dan menggenggam bayangan itu; Tapi.. 'Perlahan-lahan, mulai menghilangÂ
Penasaran yang teramat tentu; orang sepertiku tak terlalu biasa dengan hal-hal yang begitu mengagetkan seperti cerita Srebrenica, 1995.Â
"Semua yang ingin pergi akan diangkut, besar dan kecil, muda dan tua. Jangan takut ... Tidak ada yang akan membahayakanmu"
Menganga hebat luka tujuh ribu orang bosniaks, dalam mobil mobil bak, diangkut, berdesak - desak; orang-orang dalam kejaran; terutama laki laki, tua ataupun muda. Tapi apalah daya, malaikat ijrail-pun dipaksa menghendaki kekejaman seorang pengerat Ratko Mladic.\
Selesai semua.