Jalayin sedang bersiap -- siap hendak pergi ke pasar. Hari ini ia memutuskan untuk meliburkan pekerjaannya sebagai buruh tani karena besok malam ada acara maulid di Masjid. Ia ingin mempersiapkan diri menyambut acara itu. Apalagi ia diamanahi sebagai salah satu panitia. Sepertinya Ia ingin tampil sebagus dan sewangi mungkin di acara itu, bukan karena ingin dilihat orang lain tetapi bagi Jalayin Acara Maulid itu momen yang sangat istimewa. Ia malu ketika momen kelahiran Nabi malah ia tampil biasa -- biasa saja. Ia ingin di acara itu harus memakai baju terbaik dan wewangian terbaik. Pikir Jalayin.
Uang yang ditabung selama tiga bulan yang awalnya ingin dibelikan televisi, ia urungkan dulu. Ditunda dulu. Nanti bisa nabung lagi. Sekarang yang penting bisa beli baju dan parfum. Parfumnya yang lama juga habis sehingga tepat kalau beli parfum. Apalagi memang Jalayin sangat jarang membeli baju. Biasanya kalau membeli baju jika momen mendekati lebaran saja. Maklum ekonominya pas -- pasan. Kebutuhan akan televisi sepertinya tidak terlalu mendesak. Ia kesampingkan hal itu.
Setelah membeli baju dan wewangian di Pasar kemudian Jalayin bergegas ke Masjid. Bergabung bersama para panitia untuk mempersiapkan banyak hal. Dari panggung, penataan kursi, tarub atau tenda, bikin tempat untuk penitipan motor, ada yang latihan jadi MC, ada yang sibuk mengurusi sound, ada yang sedang mempersiapkan segala hal menyangkut konsumsi, dsb. Hari itu di area masjid penuh lalu lalang orang kesana kemari. Ramai.
"Yin, nanti setelah Isa Jangan lupa sowan ke Ustadz Rasyid. Konfirmasi buat jaga -- jaga. Semoga beliau jadi datang ke acara kita." Ucap Ucup si Ketua Panitia
"Siap, Pak Ketua." Jawab Jalayin semangat
"Hib. Itu posisi kursi kurang ke kiri sedikit supaya klop sama panggung."
"Tolong pegang tangganya. Awas aja kalau jatuh. Susah ini pasang sound. Ngeri -- ngeri sedap."
"Ayo kita tata kursi dengan rapi."
"Cek.. Cek.. Satu . Dua.. Tiga.. Dicoba.. Cek.."
Perbincangan antar para panitia disana sangat seru dan hangat. Kadang diselingi guyonan. Semua bergembira menyambut datangnya acara Maulid. Meskipun ada sedikit perdebatan tentang penataan panggung tapi itu biasa dan mereka tetap kompak. Terbukti dengan sikap saling legowo diantara mereka karena bagaimanapun semua ingin mempersembahkan yang terbaik di acara maulid.
...
Sore hari menuju malam Maulid, ibu -- ibu sedang sibuk memasak di dapur. Begitupun dengan ibunya Jalayin. Mereka semangat memasak kali ini. Ada yang sedang memasak ayam, memasak ikan, menumis, bikin kue, dsb. Tercium aroma harum dan bau lezat masakan di masing -- masing rumah. Hmmm...
"Aku heran ada aja orang yang kalau acara maulid kok bikin berkat ( makanan ) terkesan kayak gak niat, Bu. Lauk tempe doang. Padahal ini momen istimewa lho. Harusnya bikin masakan paling enak karena kita ingin hormat pada Nabi. Perkara nanti kita dapat berkat yang biasa aja harusnya tidak jadi soal. Yang penting kita niatkan terbaik buat hari istimewa ini." Jalayin berbincang dengan ibunya
"Memang harusnya seperti itu, Yin. Tapi tidak semua orang punya fikiran sepertimu. Husnudzon saja, mungkin mereka bisanya begitu atau mungkin karena mereka tidak faham bahwa memuliakan hari nabi itu keistimewaan yang agung. Andai mereka tahu bahwa Abu Jahal yang kafir saja gara -- gara senang dengan kelahiran Nabi lantas kemudian ia memerdekakan budaknya, oleh Allah ia diringankan siksanya tiap hari senin. Apalagi kita yang mengaku umat Nabi. Pasti kita akan dibela habis-habisan oleh Nabi. Bahkan diterangkan oleh Ulama ada orang yang dari rumah kemudian datang ke acara yang disana dibacakan Maulid Nabi itu seperti mendatangi taman -- taman surga sebab barokahnya senang dan gembira atas kelahiran Nabi. Dan bahwa makanan atau minuman yang disuguhkan di acara maulid itu penuh barokah dan menjadi energi -- energi yang juga barokah yang InsyaAllah menjadi sebab sembuhnya penyakit -- penyakit hati. Jadi apapun yang kita dapat nanti kita syukuri . Kita fokus saja ingin mahabah kepada Nabi."
Jalayin sepakat dengan ucapan ibunya. Ia fokus mahabah saja. Apalagi memang tugas sebagai panitia juga masih banyak. Capek kalau mengurusi urusan orang lain. Sepertinya ia akan begadang malam ini untuk mempersiapkan banyak hal bersama teman -- teman panitia.
...
Hari yang dinantikan datang. Malam acara maulid hadir. Rembulan bersinar terang. Sound berjejer- jejer megah mengeluarkan suara nyanyian sholawat. Diantaranya suluk kanan nabi, Ya imamarusli, Addinulana, Kisah sang Rosul, Huwannur, Ya Rosulalloh, Sholawat Badar, Sholawat Nariyah, Ya Habibal Qolbi, Busyrolana, Isyfa' Lana, dsb menghangatkan malam. Tidak lupa ada pembacaan Maulid Al Barzanji oleh para santri pondok semakin menghangatkan malam. Syahdu.
Para hadirin mulai berdatangan ke Masjid. Dari Bapak-Bapak, ibu-ibu, anak -- anak, para penjual makanan, penjual minuman, penjual pernak pernik, penjual songkok dan segala kebutuhan pakaian islami lainnya. Ramai. Seru. Hangat. Malam hari ini terasa lebih hidup dari malam yang biasanya.
Ustadz Rasyid yang dinantikan datang dan kedatangannya diiringi tabuhan terbang dan nyanyian sholawat. Kemudian Ustadz Rasyid memulai tausyiahnya. Para hadirin menyimak. Ada juga yang tertidur. Sementara anak -- anak sibuk bermain kesana kemari. Sebagian panitia sibuk membagikan hidangan snek.
"Dari Abdillah bin Amr bin Ash RA: "Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW membaca firman Allah di surat Ibrahim: 36 (Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka Sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Dan Isa AS berkata sebagaimana yang disebutkan al-Qur'an, al-Maidah : 118 (Jika Engkau menyiksa mereka, Maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana).
Nabi Muhammad SAW mengangkat kedua tangannya seraya berseru : Wahai Allah, Umatku... Umatku... Beliau menangis dan menitikkan air mata. Tidak tega hati beliau pada nasib umatnya.
Kemudian berfirman Allah Azza wa Jalla : Wahai Jibril, pergilah pada Muhammad ( padahal Tuhanmu lebih mengetahui ) tanyakan padanya, Apa yang mengakibatkan ia menangis dan mengucurkan air mata ? Jibril lalu mendatangi Nabi Muhammad SAW. Jibril bertanya kepada Nabi maka Nabi Muhammad SAW memberitahukannya apa yang dikatakannya, padahal Ia lebih tahu. Maka Allah berfirman: "Wahai Jibril, pergilah kepada Muhammad, katakan padanya : "Sesungguhnya Kami akan meridhaimu dan umatmu dan Kami tidak akan mencelakakanmu". (HR Muslim , No: 346).
Para hadirin yang dimuliakan Allah. Sungguh beruntung kita menjadi umatnya Nabi Muhammad SAW. Kita akan dibela oleh Nabi kelak di hari kiamat. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan syafaat dari beliau. Amiin. Ayo perbanyak sholawat sebagai bukti mahabah kita ke Nabi. Ayo Sholawat. Allahummasholi ala muhammad."
Seluruh yang hadir serentak melantunkan sholawat. Suasana menjadi khusyu dan hangat. Dan tidak terasa satu setengah jam berlalu. Acara harus selesai. Para hadirin mulai pulang ke rumah masing -- masing. Panitia sibuk menata kembali kursi -- kursi dan membersihkan tempat acara dari sisa -- sisa sampah. Ustadz Rasyid juga pulang ke rumahnya. Semua bergembira malam ini.
Sampai di rumah Ustadz Rasyid lelah dan tertidur, beliau bermimpi didatangi suara tanpa rupa. Entah apa suara itu. Suara misterius.
"Wahai Rasyid. Kau sekarang berbaris di barisan terakhir! Tahukah kau! Aku sekarang sangat -- sangat ingin bertemu dengan para panitia acara itu. Orang -- orang yang ikut iuran dan menyukseskan acara itu. Yang rela berkorban harta dan jiwanya demi suksesnya acara itu. Mereka berstatus 'memberi'. Mereka sampai kelelahan dan kurang tidur demi suksesnya acara itu. Mereka membuktikan mahabah dan cinta kepada Nabinya. Mereka bahkan ada yang rela menunda keinginan duniawinya lalu membeli pakaian dan wewangian terbaik hanya demi ingin terlihat sopan dan rapi dihadapan Nabinya. Mereka ingin membuktikan cintanya dengan cara seperti itu. Bahkan sebagian dana acara diambil dari kas masjid yang kebanyakan itu hasil infaq para warga. Aku sangat ingin bertemu mereka. Memberi salam kepada mereka. Bangga kepada mereka. Sedangkan kau Wahai Rasyid! Disaat yang lain sibuk memberi. Sibuk berkorban harta dan jiwa. Kau malah sibuk ingin menerima. Sibuk hitung-hitungan bayaran pengajian. Tidakkah kau malu kepada Nabimu. Harusnya kau yang berjuang paling banyak ! Harusnya kau yang mengeluarkan uang paling banyak ! Harusnya kau juga mengadakan acara maulid dan kau menyumbang atau berkorban paling banyak! Camkan itu!"
Ustadz Rasyid terbangun dari mimpinya. Tatapannya kosong dan lemah. Nafasnya tersengal-sengal. Beliau kemudian menangis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI