Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malaikat Penjaga Kata

26 April 2018   20:22 Diperbarui: 26 April 2018   20:30 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malaikat Penjaga Kata dan Kalimat

Aku bingung bukan main, masa aku harus pergi ke Gunung Katakini. Itu kan jauh sekali. Kalau memakai bis saja harus menempuh perjalanan 17 Jam. Ini malah harus temukan segera. Bujubusyet bagaimana Ini...

Sementara itu kedua lelaki disampingku yang tadi saling mengepalkan tangan kini keduanya berdiri. Mereka saling tatap-tatapan kembali. Sangat tajam. Aku fikir mereka pasti sebentar lagi akan berkelahi. Secarik kertas yang mereka bawa kini mereka lempar ke lantai. Muka mereka memerah. Hanya tunggu waktu mereka akan duel. Dalam kondisi yang kebingungan itu, memilih antara tetap tinggal menyaksikan duel atau hijrah mencari batu bertuah aku sepontan memilih mencari batu bertuah. Aku lari ke luar ruangan meninggalkan kedua orang yang bersiap-siap untuk duel itu.

Saat aku berlari, waktu seperti diberhentikan. Momentum seperti dipelankan. Kedua orang yang akan berkelahi itu kini tiba-tiba menjadi patung. Tetapi tetap saja tatapan mereka masih mengindikasikan mereka siap berkelahi.

Tiba-tiba aku seperti dimasukan ke bumi. Ilmu nglipet bumi. Siapa yang melakukan itu padaku yang jelas kini aku sudah sampai di Gunung Katakini. Alamnya yang indah dan suara-suara hewan seperti kera, macan, ular dan juga katak saling saut menyaut. Aku pun tidak takut mendengar suara itu. Aku fokus mencari batu bertuah. Aku berjalan menyusuri lembah demi lembah.

"Anak muda apa yang kamu cari di Gunung Katakini? Batu Bertuah, kah?" Lelaki tua memakai surban itu tiba-tiba nongol dan menanyakan hal itu


"Benar, Kakek. Aku mencari batu bertuah yang disana tersurat pesan buat masyarakat Katanesia. Negara saya, Kek."

Lelaki tua itu kemudian merogohkan sakunya dan spontan memberikan batu bertuah itu kepadaku.

Aku memegang batu bertuah itu dan seketika batu itu dapat berbicara. Aku pun kaget dan ketakutan.

"Kalian semua semestinya tidak kagetan kalau nanti ke depan akan disuguhi polemik kata-kata. Itu karma buat kalian sebab kalian selama ini telah memunafikan kata-kata. Kata-kata itu bisa berupa ungkapan yang karena ditiru banyak orang menjadi kekinian atau kata-kata yang meluncur dari manusia tanpa saringan dan pembersih kata. Akan banyak manusia yang akan bicara tanpa mau difikirkan dulu ke depannya, dampaknya dan juga kemaslahatan bagi masyarakat. Ini bisa muncul dari pidato, orasi, debat, obrolan, tulisan, postingan, gambar dan juga video. Negara Katanesia akan gonjang ganjing kebanjiran kata-kata. Peperangan berawal dari kata-kata. Dan kalian akan menyaksikan ke depan akan banyak kata-kata yang dinajiskan manusia. Kata-kata itu suci tetapi manusia menelanjanginya dengan kepentingan pribadi, kepentingan golongan, kepentingan harta benda dan juga kepentingan jabatan. Masyarakat katanesia akan sibuk debat berkepanjangan tetapi sayangnya debat mereka kadaluarsa sebab mereka cenderung tidak mencari solusi dan debat mereka cenderung menambah panas suasana. Menambah dan memperkeruh masalah yang ada."

Tepat selesai kata itu dibacakan, batu itu meledak. Duuuaaarrrr!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun