Mohon tunggu...
Aura
Aura Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Menulis supaya tidak bingung. IG/Threads: aurayleigh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Ketika Dia Seekor Beruang

28 November 2022   10:24 Diperbarui: 6 Desember 2022   21:02 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Jennifer Mezquita (https://id.pinterest.com/jennifermezquit/) via Pinterest

"Lalu bapak melihat apa?"

"Nebula." Aku tersentak. Tiba-tiba, aku ingat bahwa kabut cahaya yang berada di sekeliling bulu-bulu gelap halus sang beruang tampak persis seperti nebula yang kulihat di buku-buku pelajaran dan National Geographic.

"Memangnya Bapak bisa melihat bagaimana nebula bergerak?"

"Tidak. Kalaupun iya, butuh waktu bertahun-tahun untuk melihat setitik perubahan... tapi di kepala saya, mereka terasa bergerak terus, sirkular, seolah punya pintu untuk dimasuki."

Di dalam ingatanku, beruang itu semakin tampak seperti bagian yang berpendar dari semesta, terus bergerak, terkoneksi secara intim dengan sesuatu di dalam diriku. Seperti kutub magnet, atau material langit yang saling menemukan di satu titik di ruang antarbintang. Dia seperti rahasia alam semesta. Tak ada yang tahu kapan dia menjelma, kapan kami bertemu, berpisah, atau suatu hari dia tak bisa menjelma beruang lagi. Ketika waktu itu tiba, apa yang akan kulakukan? Apakah itu sesuatu yang harus dipersiapkan? Apakah kelak itu akan kusebut kehilangan? Aku tidak bisa memikirkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Cukup berat, mengingat betapa sakralnya momen ketika dia menjelma seekor beruang.

Ketika dia seekor beruang, aku bisa bebas rebah di lengan atau dadanya yang coklat dan bidang. Kadang dia memelukku, terpejam seperti tidur tapi mulutnya berulang-ulang menciumi pipiku atau pelipisku atau telingaku---aku tak tahu tepatnya di mana karena hidungnya yang lancip dan mulutnya yang besar serta embus nafas terasa mengenai semuanya. Pelukan itu tangguh. Aku tenggelam dalam damai, bahkan tak mau sekadar membalasnya. Beberapa kali dia meletakkan tanganku yang menganggur ke arah punggungnya untuk menyatakan, aku juga ingin dipeluk. Aku mengusap-usapnya. Dia memelukku sampai mendengkur.

Kontraktor di rumah purnawirawan sudah mulai bekerja. Dalam perjanjian, rumah itu akan selesai dalam delapan bulan.

"Bapak, bapak yakin tidak mau kubuatkan pagar yang kokoh dan tinggi, supaya aman?"

"Yakin. Tidak usah. Biarkan halaman rumahku tidak bersekat. Biarkan menyatu dengan kebun di samping kiri, jalan kendaraan di depan, dan gang kecil di samping kanan. Kalau aku berpapasan dengan pejalan kaki atau bahkan maling di salah satu bagian, aku tak peduli." Dalam hati aku berkata, tentu saja maling justru akan takut padanya. Aku tahu ia masih menyimpan senjata api di sebuah tempat di dalam mobil tuanya. Selidikku, pistol itu ia dapatkan ketika masih berdinas di Timor Timur. Mobil milik purnawirawan itulah yang biasa dikendarainya ke hutan pinus. Di sana, ia punya sebidang tanah lagi, dengan rumah kayu sederhana. Aku juga yang mendesainnya beberapa tahun lalu.

Pada beberapa pertemuan berikutnya dengan beruang, aku menyadari bahwa hari demi hari, kabut cahaya di sekitar tubuhnya mulai pudar. Bulu-bulunya rontok. Ketika aku mengusap dan meremas bulu di bagian punggungnya karena gemas, aku mendapati segumpal bulu di genggaman. Kami kemudian sama-sama mengerti, menjelma seekor beruang ternyata mengorbankan waktu hidupnya. Mungkin ia akan mati dalam keadaan botak. Mungkin juga dia akan selamanya jadi manusia yang cuek, egois, dan berjalan sesuai kehendaknya---tak peduli dengan komitmen dan relasi dengan orang-orang di sekitarnya, termasuk aku.

Ketika sang beruang menghilang, aku tahu harusnya aku tidak mencari. Namun sebuah berita di saluran radio lokal membuatku terhenyak di dalam mobil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun