Tipe kedua, penyuka sambal yang makan dengan cara meraup sambal. Meraup atau menciduk pada dasarnya adalah mengumpulkan dengan tangan. Dalam konteks sambal, kita mengumpulkan sambal menggunakan makanan utama lalu membawa serta bahan-bahan bertekstur kasar ke dalam suapan. Mereka yang menikmati jalan kebajikan ini---termasuk saya---adalah para penikmat tekstur makanan.
Sebetulnya, saya suka hampir segala macam sambal. Dari tempoyak---sambal durian khas Sumatera Selatan---sampai sambal oncom; dari sambal nanas hingga sambal petis; dari sambal embe sampai sambal kecombrang. Kebetulan saja, berkat musim hujan dan rimbun kemangi, saya jadi lebih sering ditemani sambal kemangi. Bukankah ini sebuah fakta lazim? Semakin sering komunikasi, niscaya semakin sayang. Unch.
Selain rasa dan wanginya yang membuat jatuh cinta, daun kemangi mengandung nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh. (Sumber) Memang, selama ini penelitian mengenai khasiat kemangi masih terbatas di dalam laboratorium dan percobaan pada hewan saja, tetapi sepertinya kemangi sudah patutlah dijadikan rekomendasi bahan utama sambal.
Di akhir musim penghujan 2019 ini, rimbun kemangi di halaman rumah dan sambal berhasil membangun suasana dan ingatan paling intim dan subtil dalam diri saya. Selain cita-cita tentang punya rumah tinggal sendiri dan menatanya sesuka hati, sambal kemangi juga sering mengantar saya pada momen-momen pembebasan.
Mungkin suatu waktu, Anda bisa mencoba momen pembebasan itu: sengaja membuat sambal kemangi yang super pedas supaya ketika menyantapnya, bibir ikut bergetar, air mata ikut keluar---sekaligus juga penat yang bersesakan di dada dan kepala.
Selamat mencoba melepas penat dan selamat menyambut kemarau. Cukup tanah saja yang gersang, hati jangan~