Mohon tunggu...
A. Miftahudin
A. Miftahudin Mohon Tunggu... Lainnya - Profile

A simple man who has been searching for a light of a candle in absolute darkness. I often have a lot of things in my head, and if I don't let them go, my head will probably explode. To reduce the possibility of explosion in my head I occasionally write. I would be very happy if you tell me when you find inappropriateness in the language, content, as well as diction in my postings.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keadilan sebagai Kata Benda Tidak Nyata

7 Juni 2020   15:39 Diperbarui: 7 Juni 2020   15:38 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tunggu dulu...                                                                                                                               

Mikir...

Mikir...

Mikir....

Ting!  Akhirnya...

Keadilan itu tidak nyata ketika kita mengharapkan keadilan dari sesama manusia di alam nyata. Contoh, ada badan peradilan, ada pengadilan, dan ada pengadil. Para pengadil membuat keputusan  seadil-adilnya. Tapi, apakah keputusan peradilan yang diputuskan oleh pengadil dalam pengadilan yang adil dianggap adil oleh pihak-pihak yang bersengketa atau para penuntut dan pihak yang dituntut.

Mungkin setelah putusan itu selanjutnya ada yang namanya, pikir-pikir, kasasi, atau mungkin permohonan peninjauan kembali, dll. Apakah itu indikasi bahwa mereka menganggap keputusan yang telah diambil sudah adil? Apakah kalau sudah menjadi keputusan tetap keadilan itu akan dirasakan oleh yang terimbas keputusan tersebut?

Para koruptor yang diputus penjara sekian tahun pun akan merasa tidak adil dengan putusan itu. Mereka merasa tidak layak masuk penjara sekian tahun karena meraka yang lebih berdosa pun (menurut versi mereka) ada yang lebih sedikit hitungan tahunnya menghuni kerangkeng.

Penuntut dan rakyat banyak pun demikian. Mereka yakin para koruptor itu layak dihadiahi tiang gantungan atau paling tidak hukuman seberat-beratnya tidak peduli seberapa besar pun duit rakyat yang mereka makan. Beberapa tahun penjara menjadi terlalu ringan. Putusan itu tidak adil!

Apalagi  kalau ada putusan hukuman mati dalam kasus narkoba atau terorisme, misalnya. Para penggiat hak asasi manusia akan saling berhadapan dengan mereka yang yang pro hukuman mati. Yang satu berdalil bahwa kematian hanya hak prerogatif Allah. Di fihak lain ada pemikiran penyelamatan generasi muda untuk masa depan dari kehancuran. Bla bla bla... Bla bla bla...

Keadilan dalam poligami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun