Mohon tunggu...
Annisa R
Annisa R Mohon Tunggu... Mungkin Mahasiswa

Belum tahu mau menulis apa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Driver Ojol Lahir dari Kekosongan Negara, Gugur karena Kehadiran Negara

29 Agustus 2025   18:45 Diperbarui: 2 September 2025   17:30 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ojol tewas dilindas rantis, rekan-rekannya mendatangi Mako Brimob Kwitang (Sumber: Yumna/20detik).

Tidak ada jaminan sosial yang memadai, tidak ada kepastian pendapatan. Status mitra, alih-alih karyawan yang tersemat pada para driver itu, dari luar terkesan kuat dan keren. Namun, kemudian justru menjadikannya memiliki posisi tawar yang lemah di hadapan perusahaan aplikasi maupun negara.

Ironi itu lalu mencapai titik pahit semalam. Affan Kurniawan, 21 tahun, salah seorang dari banyaknya driver ojol di negara ini, harus kehilangan nyawa di jalanan---di meja kerjanya. Ia wafat dilindas mobil rantis yang dikemudikan oleh Brimob, sebuah satuan di dalam institusi yang konon berslogan "polri untuk masyarakat".

Kematiannya seakan kristalisasi sempurna dari sebuah negara yang gagal memenuhi kewajiban dasar pada warga negaranya, lalu malah menggunakan kekerasan ketika warga, pemberi upah pejabatnya itu, mempertanyakan kegagalannya.

Kapolri telah meminta maaf. Itu langkah yang perlu diapresiasi. Namun, maaf saja tidak cukup. Akuntabilitas adalah hal yang dibutuhkan.

Memang, itu tidak akan menghidupkan kembali Affan. Namun, setidaknya, sebagai upaya untuk mencegah kelahiran Affan-Affan lain: mereka yang ada dari ketiadaan pilihan, hanya untuk menjadi korban berikutnya dari sensitivitas kekuasaan.

Tidak ada yang lebih ironis daripada lahir dari kekosongan negara untuk kemudian gugur di tangan yang sama. Tidak penting apakah Affan berdemonstrasi atau tidak, yang jelas ia meninggal dilindas rantis.

Ia tidak boleh hanya berhenti menjadi angka statistik yang terlupakan. Kejadian ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah: negara absen dalam menyediakan kehidupan yang layak, tapi justru hadir sebagai mesin yang merenggut hidup.

Tapi, ya, jika di kos-kosan, tidak jarang alarm keras membangunkan seluruh penghuni kos kecuali orang yang memerlukannya. Atau mungkin bangun, pencet snooze, snooze, stop, lalu balik tidur lagi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun