Mohon tunggu...
Alex Pandang
Alex Pandang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer

Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tentang Secarik Kertas

28 April 2018   10:11 Diperbarui: 28 April 2018   10:57 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Disini aku mengingat mereka

Secuil cinta Umbu dan Rambu, Ina juga Ama.

Bila terpaksa. Anggap saja ini adalah segumpal gaduh yang mengaduh pada semesta langit!

Ditengah padang Ayah sibuk mengibiri satu persatu mimpi yang tergadai pada ritual puja memuja Matahari yang membakar siang!

Bukankah kami adalah anak anak Matahari!

Lihat, orang orang tua tetap saja angkuh mewaris kebodohan bumi, lalu mereka berkata kami tak berdosa dan terus berlari menumpah tawa diatas tanah leluhur yang sedang meraung kesakitan!

Mereka bertanya apa gerangan kesakitanmu?

Diatas rerumputan sabana bocah bocah itu segera bernyanyi..

"Ibu ibu air susumu belum kering dalam amarah yang terlanjur jadi darah dan mengalir berupa denyut denyut hidup yang pernah menggairahkan Ayah diatas tempat tidurnya!"

"Ayah, Ayah sudah lama pergi entah kemana, Mereka bilang, Kuda, Babi dan semua Kerbau di kandang adalah Ayah kami"

"Bukankah tubuh manusia kecil ini adalah susah payah ibu yang hampir mati mengeluarkan kepala, kaki dan tangan musim musim keperkasaanmu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun