Mohon tunggu...
Lilis Juwita
Lilis Juwita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku

Painting, Art, Poem, Short Story n Graphic Design That's Really Me. Aku bukan Wonder Woman, aku juga bukan Kartini, aku bukan Bidadari tanpa Sayap, aku bukan satu dari 7 Selendang Pelangi yang hilang, aku cuma perempuan yang takut panas, debu dan kucing. Aku cuma perempuan yang “Tak Biasa” ♪♫•*¨*•.¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¨*•♫♪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Takut Jarum Suntik

2 Maret 2018   10:35 Diperbarui: 2 Maret 2018   10:37 3015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siang itu Bunga terlihat murung. Ia melemparkan tas berwarna pink di bangku taman dan menyusul duduk di sebelah sahabatnya Puspa

"Ada apa Bunga dari tadi terlihat sedih?"

"Aku takut, Puspa."

"Kenapa takut, kamu lupa membawa buku PR?"

"Bukan itu." sahutnya singkat wajahnya masih terlihat cemberut.

Tangan kanan Bunga dari terus memainkan ujung hijabnya yang berwarna putih.

"Lalu kenapa?" Puspa kembali bertanya.

Sekilas Puspa melambaikan tangan pada bundanya yang masih terlihat di depan pintu gerbang.

Kemarin Bu guru mengumumkan bahwa hari ini siswa kelas satu akan diimunisasi, supaya daya tahan tubuh menjadi lebih kuat sehingga bisa terhindar dari penyakit berbahaya yang menular dan tidak mudah sakit.

"Aku takut melihat jarum suntik." keluh Bunga

"Kamu belum pernah disuntik?"

Bunga hanya menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Puspa.

"Benar tidak pernah disuntik?"

"Oh iya pernah, kata Mama aku pernah disuntik waktu bayi tapi aku sudah lupa."

"Kamu tidak usah takut disuntik, jarumnya juga kecil."

"Tetap saja tajam." potong Bunga dengan wajah masih cemberut

"Iya sih, aku juga pernah disuntik waktu sakit."

"Sakit?" tanya Bunga.

"Sakitnya sedikit seperti digigit semut, abis itu hilang." jawab Puspa meringis.

"Tuh kan, tetap saja sakit."

Beberapa saat kemudian bel masuk berbunyi, dengan berat hati Bunga memberanikan diri masuk kelas. Bu guru pun masuk ke dalam kelas bersama seseorang berseragam putih wajahnya cantik dan selalu tersenyum ramah. Semua murid di kelas 1A masih terdiam.

"Selamat pagi anak-anak, hari ini kita kedatangan tamu."

"Ibu ditemani Bu dokter yang baik dan kalian boleh ucapkan salam untuk dokter Citra."

"Selamat pagi Bu dokter."

"Selamat pagi anak-anak." balas dokter Citra dengan senyum manisnya.

Bu guru mulai mengabsen nama siswa. Anak-anak tampak ketakutan namanya lebih dulu dipanggil. Hampir semua murid berlari menjauhi pintu kelas dan ada pula yang masih terdiam di bangku mereka.

"Bu guru ada yang takut disuntik." teriak Bayu.

"Huh dasar kamu memang jahil Bayu." gerutu Bunga.

Bayu menunjuk ke arah Bunga yang sejak tadi tidak beranjak dari tempat duduknya.

Kemudian Bunga berlari ke kursi paling belakang di kelas dan duduk bersembunyi di bawah meja.

"Bu guru, Bunga bersembunyi di belakang." kembali Bayu berteriak.

Bayu tertawa melihat temannya masih ketakutan.

"Bayu tidak boleh begitu, itu tidak baik." ujar Bu guru menengahi

Bu guru melanjutkan memanggil nama murid untuk diimunisasi. Semua murid tidak ada yang menjawab malah saling dorong karena tidak mau namanya dipanggil. Bu dokter pun tersenyum melihat tingkah mereka.

"Ayo siapa yang berani diimunisasi?" bujuk Bu guru.

"Saya Bu." Puspa memberanikan diri.

Sementara itu Bu dokter sibuk mempersiapkan jarum suntik yang baru, kemudian mengisinya dengan cairan dari dalam botol kecil.

"Siapa namamu, sayang?" tanya Bu dokter.

"Puspa, Bu dokter."

"Nama yang cantik, Puspa." ucap Bu dokter.

Bu dokter hati-hati sekali menyuntik di bagian atas lengan Puspa kemudian mengusapnya dengan kapas berbentuk bulat yang sudah diberi alkohol untuk mensterilkan bekas tusukan jarum suntik. Puspa meringis menahan sakit.

"Wah Puspa pintar sudah berani disuntik, Siapa lagi yang berani?" tanya bu dokter.

"Ayo Bunga kamu pasti berani." bujuk Puspa mendekati sahabatnya.

"Katanya tidak sakit, mengapa kamu meringis?" tanya Bunga.

"Hanya sebentar kok sakitnya." jawab Puspa tersipu.

Bunga mengintip Bu dokter yang sedang menyuntik temannya yang lain. Kemudian Bu guru memberikan segelas jus buah. Setelah diimunisasi kita harus banyak makan makanan bergizi dan buah-buahan supaya tidak terlalu lama demamnya.

"Jarumnya tajam sekali, aku semakin takut melihatnya."

"Kamu tutup mata saja." saran Puspa.

"Hmm, Baiklah aku akan mencobanya."

Bunga pun setuju setelah Puspa terus berusaha meyakinkan sahabatnya, Bu guru menuntun tangan Bunga mendekati dokter Citra.

"Ini pasti namanya Bunga, Bu guru bilang Bunga suka membaca cerita?" tanya Bu dokter.

Bunga menjawabnya dengan anggukan kepala. Bu dokter pandai sekali mengalihkan perhatian.

"Bunga boleh tutup mata?" pinta Bunga.

"Boleh cantik, Bunga suka buku cerita apa?"

"Bunga suka cerita tentang peri Bu dokter."

"Pantes Bunga pintar, hari ini terlihat cantik seperti peri."

"Aw sakiiit!" Bunga menjerit menahan sakit.

"Nah sudah selesai, peri cantik bisa belajar terbang kalo sudah diimunisasi." hibur dokter Citra.

Bunga tersenyum kemudian menemui Puspa yang menunggunya di balik pintu klinik sekolah. Di atas meja masih tersisa satu gelas sari buah, artinya seorang anak belum diimunisasi. Setelah mencari ke ruang kelas, Bu guru mendapatkan Bayu sedang bersembunyi di balik rak buku.

"Ayo Bayu, ibu temani kamu." Bujuk Bu guru.

"Tidak mau Bu, aku takut disuntik." Bayu terlihat sangat ketakutan.

Kemudian Bayu berlari setelah berhasil melepaskan genggaman tangan Bu guru. Bunga dan Puspa mengejar Bayu. Bayu berhenti kemudian memandang kedua teman sekelasnya itu dengan perasaan malu karena sudah mengolok-oloknya.

"Sakitnya seperti digigit semut." Jelas Puspa setelah berhasil menyusul Bayu.

"Iya Bayu, sakitnya seperti dicubit." Sambung Bunga meyakinkan sahabatnya.

"Tapi kalian berdua kesakitan juga." Sanggah Bayu.

"Bekasnya akan hilang dalam beberapa hari." Jelas Puspa.

"Kamu bisa pejamkan mata seperti aku." Saran Bunga.

"Aku tidak mau disuntik." Potong Bayu.

Bayu takut disuntik karena melihat adiknya suka demam bila sudah diimunisasi. Menurut dokter demam itu disebabkan obat suntiknya mulai bekerja melindungi tubuh kita.

"Nanti kamu sakit kalau tidak diimunisasi." Puspa berusaha menjelaskan.

"Ah kalian sok tahu, pokoknya aku tidak mau disuntik."

"Ayolah Bayu kamu pasti berani." Bujuk Puspa.

"Iya Bayu, ayo kamu pasti tidak takut." Ajak Bunga.

"Aku tidak mauuu."

Bayu pun berlari meninggalkan mereka berdua. Bunga dan Puspa hanya menatapnya sampai Bayu menghilang di balik pintu pagar sekolah.

Selesai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun